Minggu, Juni 28, 2009

Pindahan...

Proudly Present To You,
My New Site,
http://www.introverto.com


yang bisa diakses dengan link di bawah ini:


Tulisan Seorang Introvert

Semua isi tulisan saya di sini, sudah dipindahkan ke situs tersebut, dan untuk tulisan-tulisan saya selanjutnya, dapat dibaca di situs baru saya.

Saya tunggu kunjungan dan komentar kalian di sana ya...

----

"Dalam beberapa hari lagi, situs saya yang satu ini, akan saya non-aktifkan, terima kasih."

Senin, Juni 22, 2009

Menikmati Lagu Sumbang...

Sekitar pukul 09.00...

"Yah, seperti biasa, internet masih mampus. Ya sudah lah, ga boleh ilang lagi moodnya."

09.15...

"Nyetel lagu ah."

Dan aktiflah Windows Media Player di laptop ("Enakan kasih nama apa ya? Hehehehe, terinspirasi sama si MbakDos di seberang sana."), dan lagu yang saya dengarkan berdasarkan abjad judul lagu yang dimulai dari abjad A.

Tak lama kemudian, mulailah telinga ini menangkap lagu-lagu "sumbang".

Di mulai dengan...

And I Love Her, yang dulu terkenal karena Beatles. Tak perlu repot-repot mencari tahu lagunya seperti apa. Hanya tinggal menggerakkan kursor komputer/laptop kamu sedikit ke bawah, kamu sudah tahu lagu yang saya maksud.

Tak perlu repot-repot juga bagi seseorang ("Saya bukan ya?") untuk dapat memanggil kembali "hantu" di kepala, alias memori tentang sesuatu. Dan sampailah pada kejadian di hari pertama tahun ini, karena ada "Beatles" The 2nd yang lagi pentas.

Namun seketika? Gone! ("Yay!")

Kembali ke pekerjaan yang tiba-tiba sedikit lebih banyak dan dapat membahagiakan, karena sudah barang tentu itu akan menyibukkan.

Windows Media Player pun masih sibuk bernyanyi dan terus bernyanyi.

Kira-kira sekitar pukul 09.45, suara "sumbang" kembali terdengar. Kali ini...

And Aubrey was her name, a not so very ordinary girl or name, but who's to blame for a love that wouldn't bloom...and bla, bla, bla...

What the...Ya, ya, kembali ke awal Desember, lebih tepatnya 4 Desember, saat dua orang di ruang itu, memegang microphone, sibuk memilih-milih daftar lagu apa yang akan digilir untuk dinyanyikan.

Dan saat seseorang memilih lagu yang mempunyai lirik di atas...

Bukan yang memilih lagu: "Ya ampun Aubrey"...(sambil tertawa kecil)

Orang yang memilih lagu: "Tau lagunya khan?"

Bukan yang memilih lagu: "Ya, tau lah!"

Orang yang memilih lagu: "Suka?"

Bukan yang memilih lagu: "Aku suka banget sama Bread. Jaman-jamannya aku ngamen, lagunya Bread itu lagu andalan."

Sekali lagi, "tongkat ajaib" dapat bekerja dengan baik, yang membuat semuanya hilang dari pikiran seketika.

Kembali serius dengan pekerjaan, yang sudah mendapatkan dukungan koneksi internet dengan baik. Melirik ke arah penunjuk waktu di sudut kanan bawah laptop tercinta, telah menunjukkan pukul 10.11 ("Hmmm, do I have a damn good photographic memory?").

Dan "hantu" lain terpaksa terpanggil kembali untuk keluar, karena lagu yang satu ini...

When you weary, feeling small, when tears are in your eyes, I will dry them all...

Menunggu di dalam mobil saat ia membeli sebungkus, dua bungkus rokok murahan, serta beberapa botol minuman ringan di mini market di depan kompleks rumah, dan sekembalinya ia masuk ke dalam mobil, suaranya menggantikan suara si penyanyi asli,...

Sail on silvergirl, sail on by. Your time has come to shine. All your dreams are on their way.

"Ah cupu. Pergi luuu!"

Ketak-ketik lagi, sibuk lagi. Sambil diiringi lagu-lagu indah dari Windows Media Player, yang ternyata kembali menyanyikan lagu "sumbang"...

Sahabatku, usai tawa ini, izinkan aku bercerita...

"Hantu" yang nongol baru sedikit nih, baru saat dia menanyakan "Just tell me, lagu ini tentang apa?", saat salah seorang di sana sedang duduk, dengan kepala dan arah mata tertuju ke seseorang yang letaknya sedikit di bawahnya; dan salah seorang lagi berlutut, dengan tangan kirinya diletakkan di atas sofa, tepat di samping kaki kanan seorang lainnya, sehingga sikunya bersisian dengan dengkul orang yang duduk, dan tangan kanannya ia letakkan di atas sofa tepat di samping kaki kiri seorang lainnya itu, juga menjadikan siku dan dengkul kedua orang itu bersisian, dan mengakibatkan kedua tangan orang yang berlutut tadi mengapit ke dua kaki seseorang yang sedang duduk itu.

"Mari lewwaaatttiiiii..."

Mulai merasa "terancam", akhirnya metode terakhir tersebut kembali terulang, kembali melewati suara-suara "sumbang" yang bisa membuat siang hari menjadi melankolia.

Namun jiwa masokis yang tak pernah bisa/ingin terbunuh dengan sukses ini, kembali menikmati salah satu suara "sumbang" yang ada di deretan daftar lagu itu, dengan sukarela.

I could build a mansion, that is higher than the trees...

Dan malahan menikmati "hantu" yang muncul ("Hyaaahhhh...!!!")

Namun semuanya itu tak menjadikan mood ini berubah. Tetap sibuk, tetap ceria, tetap menyenangkan.

Sampai saatnya tiba di rumah, dan memeriksa isi si Bébé. Terteralah di sana sebuah pesan singkat dari si Krempeng.

"Calling him because I miss him so. Now I miss him even more."

Dan balasan pesan itu terkirim, yang intinya untuk tidak terus-menerus meng-IYA-kan suara hati untuk mengiriminya pesan singkat atau bahkan meneleponnya.

Tttaaaaapppiiii, hari ini gagal, akhirnya satu pesan singkat terkirim sudah, setelah sekian lama tak terjadi. Hanya satu kata sangat singkat yang diketikkan...

"Tega!"

----

"Krrreeemmmpppppeeeennngg, byengsyek lu ya! SMS lu stimulus buruk deeee!"

----

Dari sekian banyak lagu "sumbang" yang diputar oleh Windows Media Player hari ini, inilah juaranya (meskipun dengan video klip yang monoton)...



Dan dengan lirik lengkap...

When you're weary, feeling small,
When tears are in your eyes, I will dry them all
I'm on your side. When times get rough
And friends just can't be found,
Like a bridge over troubled water
I will lay me down.
Like a bridge over troubled water
I will lay me down.

When you're down and out,
When you're on the street,
When evening falls so hard
I will comfort you.
I'll take your part.
When darkness comes
And pains is all around,
Like a bridge over troubled water
I will lay me down.
Like a bridge over troubled water
I will lay me down.

Sail on silvergirl,
Sail on by.
Your time has come to shine.
All your dreams are on their way.
See how they shine. If you need a friend
I'm sailing right behind.
Like a bridge over troubled water
I will ease your mind.
Like a bridge over troubled water
I will ease your mind.

Yang telah berhasil meruntuhkan tembok pertahanan yang dikira oleh orang yang membangunnya sudah cukup kuat dan tak dapat runtuh. Ternyata asumsinya salah total. Setidaknya untuk hari ini.

----

I hate my nites, and my early mornings, times I remember you at the most.

Minggu, Juni 21, 2009

To All Fathers: You're The Best!!!!...

Walaupun tradisi ini tak dirayakan di Indonesia,...

Namun saya pribadi ingin mengungkapkan rasa syukur saya, karena diberi kesempatan untuk merasakan kasih, cinta dan seluruh perhatian, dari seorang ayah yang luar biasa...

Dan juga sebagai ungkapan apresiasi bagi seluruh ayah di luar sana, yang telah berusaha sekuat tenaga untuk menjadi ayah yang baik untuk anak-anak mereka...

To all fathers in this world...Happy Father's Day...


Gambar diambil dari sini

----

Jadi teringat perbincangan saya dengan papa, beberapa bulan lalu, saat mengetahui ada seorang anak pejabat yang mendapat banyak suara dan terpilih menjadi anggota legislatif...

Saya: "Padahal anaknya kayak ngga ada otak gitu pa, cuma ndompleng nama bapaknya!"

Papa: "Ya, namanya bapak bisa kayak gitu, Sa. Mau kata anaknya salah, nalurinya bisa mbuat dia bela anaknya dulu, baru mikir."

Saya: ........ (tak tahu harus berkata apa)

----

"Ayo dounks di Indonesia bikin tradisi hari ayah. Masakh cuma hari ibu!!!???"

Sabtu, Juni 20, 2009

Awal dan Akhir...

Awalnya, aku hanya tahu matahari terbit di timur dan terbenam di barat...
Sekarang, yang aku tahu ia terbit di barat dan terbenam di timur...

Awalnya, aku hanya melihat jarum jam berjalan ke arah kanan...
Sekarang ia pun bosan, mengganti arah jalannya ke sebelah kiri...

Awalnya, aku hanya melihat matahari di siang hari dan bulan di malam hari...
Sekarang aku melihat bintang bersinar di siang hari bersama matahari...

Awalnya, aku belajar bagaimana mencintai dan tanggalkan semua topengku...
Sekarang terpaksaku belajar membenci dan kenakan lagi semua topengku...

Dan itu semua karena kamu...
Yang membuatku tak inginkan awal dan akhir...

Dari segalanya...

Jumat, Juni 19, 2009

Pagi Biru Melankolia Sore...

Saat saya membuka pintu ruang kerja saya,...

"It's not going to be a good day for me!"

Membuka laptop, menyalakannya dan menemukan satu hal yang semakin mendukung pikiran saya tadi...

"Hyaaahhh...internet down terusssss! Otomatis belum bisa memeriksa e-mail dah!"

Rutinitas itulah yang pertama kali biasanya saya lakukan begitu memasuki ruang kerja saya. Memeriksa seluruh akun surat elektronik yang saya miliki, baik akun surat elektronik kantor maupun akun surat elektronik pribadi, walaupun semua surat elektronik sudah masuk ke si Bébé, tapi tetap tidak senyaman membaca dengan layar laptop yang lebih besar.

Saya tambah kehilangan mood baik hari ini. Dan mulailah saya menyelesaikan pekerjaan yang bisa dilakukan tanpa harus menggunakan media internet.

Berkali-kali melihat ke arah jam, adalah sebuah indikator yang sangat buruk bagi seorang Ocha. Meskipun indikator buruk ini mempunyai dua kemungkinan, yaitu Ocha yang merasa bosan, atau Ocha yang lagi dikejar waktu seperti saat-saat ia masih kuliah dulu.

Dan saat itu, kesekian-kalinya ia melirik ke arah kanan bawah di sudut layar laptopnya.

"Anjrit masih jam 10.00."

Keluar-lah saya dari ruangan...

"Minta tolong bikinin kopi dounk."

Ternyata belum membantu. Pekerjaan yang sedang saya kerjakan terasa sangat lamban untuk saya bisa selesaikan. Dan terasa semakin lamban dengan hadirnya salah satu sapaan teman saya di YM yang saat itu sedang saya aktifkan dengan menggunakan si Bébé. Beginilah kira-kira sapaannya...

"Baru jam 11, sore masih lama ya."

Dan saya pun membalas...

"Sama aja lu sama gue..."

Saya pun kembali ke pekerjaan saya, sambil berharap kopi yang sudah setengah gelas saya habiskan, akan memberi sedikit pencerahan bagi saya, untuk hari ini.

Saat di tengah saya mengetik, tiba-tiba tanda koneksi internet sudah berfungsi dengan baik, sudah muncul. Dan mulailah saya membuka akun surat elektronik yang belum saya periksa hari ini, juga menyalakan YM.

Kembali saya melirik ke arah jam, yang sudah menunjukkan pukul 11.50. Dan hati masih tak karuan karena moody saya sedang kumat.

Saya semakin memantapkan niat saya, untuk makan siang di luar kantor hari ini, dengan teman ataupun sendirian, saya tak peduli lagi. Jenuh ini harus dibunuh segera, tak bisa dibiarkan.

Melihat jejeran teman-teman yang aktif di YM, saya melihat salah satu teman yang menyapa saya dengan panggilan sayangnya untuk saya, yaitu sarap, beberapa hari yang lalu. Dan berikutnya yang terjadi adalah...

"Ke P.S yuk."

Saya pikir ia akan berpikir banyak hal dulu sebelum menjawab. Ternyata...

"Yuk. Kapan?"

"Sekarang."

"Elo ampe P.S jam berapa? Gue paling 15 menitan."

"10 menit gue juga nyampe. Gue brangkat sekarang."

Begitu saya sampai Plaza Senayan,...

"Zara, Cuy."

"Okay."

Tak lama saya mengitari butik kesayangan saya itu, tiba-tiba teman saya sudah datang.

"Mau makan atau ngga?"

"Makan boleh, ngga makan juga boleh. Tapi makan lah."

"Okay. Di mana?"

"Nyushi?"

"Sushi Tei yah."

Akhirnya kami berdua makan dengan anteng di restoran favorit kami berdua, walaupun ini kali pertamanya kami makan berdua di sana.

Mulailah semua pembicaraan seputar kehidupan kantor, dan urusan percintaan yang tak pernah habis kami bahas, baik secara obrolan atau sahut-sahutan di komentar Note Facebook, yang sebagian besar isinya merupakan pindahan dari Introverto ini ("Hihihihihi, that's why Facebook gue masih tertutup untuk banyak orang neh. Aib gue bisa kebongkar gara-gara tulisan komentar makhluk-makhluk tak bertanggung jawab di Note gue, termasuk komentar pengakuan gue sendiri seh").

Ketawa sana-ketawa sini, mentertawakan diri sendiri, mentertawakan mereka yang kami anggap lucu dan pantas untuk ditertawakan tidak di depan orangnya.

Melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan, membuat saya sedih. Sedih karena harus kembali ke kehidupan nyata. Mencari sesuap nasi, dan bekal untuk beli berlian ("Heh? Berlian? Lebbbaayyy?").

Ternyata sushi tak pernah mengecewakan saya. Termasuk untuk menaikkan mood saya yang dari tadi hilang tak tahu kemana.

Surat elektronik yang perlu dikirim, sudah berhasil terkirim dengan baik semua. Dan pekerjaan saya yang tadi saya coba kerjakan setengah mati, akhirnya berhasil saya kebut, walaupun belum tenggat waktu ("Tumben 'Cha, ga jadi deadliner?").

Taaapiiii sekitar pukul 17.00, dan giliran Windows Media Player yang saya aktifkan memainkan sebuah lagu, lagu yang dikirimkannya melalui YM, saat kami berdua masih sering mengobrol di sana hingga subuh menjelang. Dan aku masih ingat betul apa yang ia tuliskan di jendela saat itu.

"Dengerin deh, kata-katanya bagus banget!"

Dalam hati saya...

"Dan lagunya kamu banget. Gitaran!"



Memang dasar masokis, lagu itu malah beberapa kali saya putar, hingga setelah putaran kesekian-kalinya saya katakan pada diri saya sendiri...

"Udah, udah, cukup hobi masokis loe 'Cha, hobi nyiksa diri sendiri. Pulang-pulang, dah waktunya pulang ke gereja!"

Dan kembali mata ini melirik ke arah jam...

"Pas, udah pukul 17.55, mari menenangkan diri, pulang."

----

"Damn I hate to admit it, I do miss you, as always!!!"

Kamis, Juni 18, 2009

Urgently Needed...

Berpredikat sebagai seorang Sarjana Psikologi, atau mungkin psychologist wanna be ternyata tidak selamanya menyenangkan ("Hyyaaiyalah! And damn this title! hehehehe"). Dan terkadang ingin sekali saya melepaskan predikat itu dari diri saya, namun ya itu hanya terkadang, tidak selalu.

Seseorang dengan latar belakang pendidikan psikologi, memang dilatih, dididik dan mungkin juga dibentuk sedemikian rupa agar mereka lebih mampu memahami orang lain. Memahami manusia yang katanya merupakan makhluk termulia di muka bumi ini, makhluk yang unik dan tak ada yang sama persis, dari isi pikiran, isi perasaan, isi hati dan pastinya secara fisiknya.

Tidak tahu apakah memang benar, manusia ini (termasuk saya), adalah makhluk paling mulia di muka bumi, jika dilihat dari masih adanya manusia yang mampu menghabisi nyawa manusia lainnya.

Dalam kasus seperti pembunuhan, memang seringkali psikolog diperlukan di sana, agar dapat memahami latar belakang dari tingkah laku membunuh yang dimunculkan oleh pelaku. Yang menjadi pertanyaan saya adalah jika dalam kasus besar seperti kasus pembunuhan itu saja seorang psikolog diharap untuk dapat memahami si pelaku, apalagi untuk kasus-kasus yang lebih kecil?

Saya memang belum mempunyai gelar sebagai psikolog di tangan, tapi setidaknya orang lain telah melihat saya sebagai seseorang yang cukup terlatih untuk dapat lebih memahami orang lain, termasuk memahami kalian. Dan hal itu tidak hanya sebagai pandangan orang lain terhadap saya, tapi lebih sering sebagai keharusan bagi saya. Keharusan untuk memahami orang lain, memahami kalian.

Keharusan untuk memahami sekecil apapun hal yang kalian lakukan. Keharusan untuk dapat menalar alasan dibalik segala ucapan kalian, yang sebenarnya terkadang juga menyakiti saya. Tak sadarkah kalian, bahwa seringkali pun saya telan mentah-mentah sakit hati saya akibat tingkah kalian?

Namun apa yang kalian lakukan saat saya kehilangan kontrol seujung jari saja atas tingkah laku saya? Kalian bisa memperlakukan saya seenak kalian, meninggalkan sejuta kebingungan dan rasa penasaran yang disertai usaha keras untuk menerka, memilah, menyambung hingga menjadikan satu hal yang cukup masuk akal, yang pada akhirnya saya juga-lah yang harus memahami kalian?

Saya bukan mesin yang bisa memindai kalian hanya dengan satu kali lihat, dua kali sentuh, atau mungkin tak cukup dengan sejuta kata yang sudah terlontar dari mulut kita, karena kalian, dan karena saya bukanlah orang yang akan mengeluarkan tingkah laku yang sama persis setiap harinya.

Saya mungkin bisa menjadi sebuah tembok dingin yang tak peduli apa yang kalian lakukan terhadap saya, dan dengan amat menyesal saya katakan bahwa saya akan betah bertingkah seperti itu. Namun kenapa ada saja dari kalian yang meminta saya untuk mulai mengubah diri. Kenapa harus saya lagi yang mempunyai kewajiban untuk memahami kalian?

Mungkin kalian saat ini sedang berpikir bahwa saya sedang menggerutu, tapi saya katakan pada kalian bahwa jika itu yang ada di pikiran kalian, kalian salah. Saya sedang mendaftar, apa yang membedakan saya dengan orang lain, jika dilihat dari pengambilan spesialisasi proses langkahan kaki menuju ke kedewasaan. Dan hal-hal telah saya sebutkan di atas tadi adalah suatu tanggung jawab, juga rasa sakit yang harus saya jalani akibat dari saya memilih terjun ke dunia yang ternyata lebih "sakit jiwa" daripada dunia nyata yang kasat mata, yang kita tinggali ini.

Mungkin ada sebagian dari kalian berpikir bahwa saya sedang menyesal karena merelakan diri terjerumus di dunia "sakit jiwa" yang saya pilih untuk saya lakukan. Sayangnya, jika memang itu yang kalian pikirkan, pikiran kalian salah untuk kesekian-kalinya.

Bagaimana saya bisa menyesal, jika saya teringat bahwa ternyata saya juga terlatih untuk dapat "menghancurkan" pikiran orang lain? Dibentuk untuk dapat "mempermainkan" hati orang lain, walaupun tak jarang saya "memainkan" hati saya sendiri. Belum lagi pengalaman keberhasilan saya dalam "memporakporandakan" seluruh diri kalian yang bisa membuat kalian menjadi linglung luar biasa, hingga mampu membuat kalian tersungkur dan berlutut di depan saya.

Saya hanya perlu memasang ribuan tembok di depan saya, jika kalian saya pilih menjadi orang yang tidak laik untuk mengisi satu titik kecilpun yang masih kosong, di hidup saya. Dan kalian semakin tak bisa memahami saya, karena saya telah membangun dunia dengan tingkat kenyamanan luar biasa, yang sudah barang tentu, kenyamanan untuk diri saya sendiri.

You can take me for granted, ooo..absolutely you can, but just remember one thing that I have a lot of ways to destroy you, even worse than what you did to me.

Especially how to destroy your heart, leave pains and scar on it!!!


----

Dan suatu pagi di obrolan YM:

Saya: "Morning psycho!"

Seorang teman: "Morning sarap."

Dan suatu sore di obrolan YM:

Saya: "Hooorreee dah mati..."

Seorang teman: "Apaan mati?"

Saya: "Elu."

Seorang teman: "Hahahaha, gue seharian sibuk. Sibuk baca buku."

Saya: "Kerja Nyet!!!!"

Seorang teman: "Gaaaaak ada kerjaan nyeeeeeeetttt...! Ngapain lu, masih idup?"

Saya: "Yah. Need a psychologist who's not a psycho badly!"

Seorang teman: "You come to wrong place."

Saya: "I know. None of us!!!!"

----

"At the end of the day we are all weirdos for others...isn't it lovely?"

Biarkanmu Bersama Waktu...

Andaikan aku bisa memutar waktu dan menghentikannya...
Aku akan kembali ke saat itu...
Saat aku masih hampa tanpamu...
Saat jiwa ini masih terapung berkelana arungi samudera nan luas...

Andaikan aku bisa memutar waktu dan menghentikannya...
Mohonku pada-Nya...
Tak bertemu hidupmu...
Tak berada di pelukmu untuk nikmati cium mesra darimu...

Andaikan aku bisa memutar waktu dan menghentikannya...
Aku akan kembali ke saat itu, di ruang itu...
Hanya kamu, hanya aku...
Kembali berdua...

Andaikan satu kali lagi...
Aku bisa memutar waktu dan menghentikannya...
Aku tak akan membuatnya berhenti...
Dan biarkanmu berjalan bersama sang waktu...

----

Why you are so complicated and ignorant, yet so attractive and loveable...

----

Thanks to my old friend, PV who let me use that quote.

Selasa, Juni 16, 2009

Kondektur Kecil...

Menjelang pukul 17.00. Si Bébé berkedip-kedip, bermain mata, itulah salah satu akibat dari saya "membungkam" suaranya. Begitu saya periksa, ada berita apakah yang masuk ke dalamnya...

"Ntar pulang bareng?"

"Gak deh. Mau misa harian dulu."

Kembali saya merelakan diri ditinggal oleh tebengan saya. Dan dengan demikian, saya harus pulang sendiri dengan kendaraan umum.

Tepat pukul 18.30, misa sudah selesai, "Andaikan, misa hari Minggu secepat ini, setengah jam selesai."

Sepulang dari gereja, saya mampir belanja ke supermarket yang lokasinya tak jauh dari gereja, dan juga terminal untuk saya mencari kendaraan umum, yang belum saya tentukan kendaraan umum apakah yang nanti saya tumpangi.

Akhirnya saya sudah menentukan jenis kendaraannya. Kendaraan umum yang memang sudah sering saya gunakan dari dulu sejak saya masih di sekolah dasar. Apalagi kalau bukan bis kota. Kendaraan ini memang mempunyai kenangan tersendiri untuk saya. Dari kenangan bersama mama saat beliau masih mengantarkan saya ke tempat-tempat kursus yang saya ikuti dulu, sampai kenangan bagaimana saya terharu dan kasihan melihat mantan pacar, saat saya ajari naik bis. Maklum, dia selalu dijemput supir pribadi sepulang sekolah, "Ahhh, cian keringetan, kepanasan ya? Lucuuuu."

Well, saya tak ingin bercerita tentang si mantan pacar, tapi tentang liputan hasil observasi saya selama saya di bis ini.

Namanya juga bis kota, siapa saja boleh naik, termasuk antrian para pengamen yang berlomba-lomba unjuk gigi.

Pengamen pertama, secara keseluruhan berhasil membuat saya terkesima. Mereka berduet dan satu orang bernyanyi sambil memainkan gitar. Dari intro yang dimainkan oleh si pemain gitar yang merangkap penyanyi itu, saya sudah bisa menebak, bahwa mereka tak akan membuat saya menggerutu dalam hati, karena suara sumbang yang dihasilkan baik dari kord gitar maupun vokal mereka. Ternyata benar, kord mereka tidak ada yang sumbang, dan saat mereka bernyanyi pecah suara maupun bersaut-sautan sama sekali tidak ada yang membuat saya mengernyitkan dahi sambil menatap penuh protes, sebagai respon seketika yang biasanya saya keluarkan, jika saya menemukan nada-nada sumbang saat seseorang bermusik.

Akhirnya mereka berhasil membuat saya mengeluarkan dompet dan mengambil sejumlah uang dari sana, dan memasukkan ke dalam kantong yang disodorkan pada para penumpang. Hampir saya katakan pada mereka, "Bagus suaranya!", hehehehe sayangnya kata-kata itu saya urungkan untuk terucap.

Baru beberapa meter setelah pengamen tadi turun, ada pengamen lain yang naik. Kali ini mereka bertiga. Dua orang membawa gitar dan merangkap sebagai penyanyi, dan satu lagi memainkan pianika.

Kelompok pengamen ini juga berhasil mencuri perhatian saya, tapi tidak dengan kualitas "jualan" yang sesungguhnya mereka tawarkan. Perhatian saya tercuri kepada salah satu dari tiga orang pengamen itu. Beginilah komentar dalam hati yang saat itu secara tiba-tiba muncul, "Weeeiitttsss, kok lucu.", hahahahaha komentar itu benar-benar secara harafiah. Dilihat dari fisiknya, pengamen yang bersuara menye-menye nan sumbang ini, memang tak seperti pengamen lainnya. Berwajah putih, mulus, tanpa keringat dan tanpa minyak di wajah yang diperindah dengan dua lesung pipit, bertopi, berkaos merah nan trendi, mata berbinar, bulu mata panjang dan lentik. Dan ia pun berhasil membuat kedua mata saya ini malas untuk berpaling.

Namun sayangnya, dari hasil pengamatan, orang yang memberikan sebagian kecil isi dompetnya, hanya berjumlah sedikit. Saya termasuk kelompok orang kebanyakan, tidak memberi mereka. Meskipun salah satu dari mereka dapat mencuri perhatian saya, bukan berarti saya harus memberi sesuatu imbalan atau reward dari hasil performa yang tidak baik 'kan? "Maaf ya Si Lucu, teteup aja suara lu sumbang+menye-menye, walaupun gue ga menunjukkan raut wajah protes gue ke elu."

Tadi saya bilang antrian pengamen 'kan? Dan sampailah pada pengamen ketiga yang naik ke bis yang saya tumpangi. Kali ini, saya menyebutnya sebagai pengamen yang membuat saya terenyuh. Terenyuh dengan isi puisi tentang kondisi negara, dan harapannya akan masa depan negara ini.

Pengamen ini memang "menjual" hal yang berbeda dari "jualan" pengamen kebanyakan, yang mungkin dianggapnya sebagai "peluang bisnis" baru.

Wow, puisi yang ia bawakan, saya akui bermutu dan menggunakan bahasa tingkat tinggi. Ia banyak menggunakan bahasa implisit dan kiasan ini-itu, yang dapat memunculkan banyak persepsi bebas dari orang yang mendengarnya. Ditambah lagi dengan gaya membawakannya yang penuh penghayatan dan suara merdu nan "empuk" bak news anchor stasiun televisi terkenal.

Namun sayang, sejauh mata memandang, hanya sedikit orang yang memerhatikannya. Bahkan ada sepasang penumpang yang bercerita sampai terbahak-bahak, hampir mengalahkan suara si pengamen puisi itu. Dan sayangnya lagi...

"Duh, duit kecil gue abis lagi. Siyal. Masakh gue kasih 20 ribu. Maaf ya, gue suka puisi, dan gue suka puisi loe, gue bukannya ngga menghargai sastra seperti yang tadi elo bilang sebelum elo mulai, bahwa banyak yang tidak menghargai sastra, tapi masakh gue minta kembalian sama elo."

Itulah hasil perbincangan saya dengan diri saya sendiri, di dalam hati. Perasaan bersalah tak bisa memberinya uang imbalan walaupun sedikit, semakin besar, ketika ia menyanyikan sebuah lagu, sambil menyodorkan kantong kecil bekas bungkus permen ke para penumpang. Lagu yang dulu sering saya nyanyikan ketika masih sering manggung dengan paduan suara yang saya ikuti, lagu yang cukup menyayat hati saya saat-saat ini, dan membuat saya berpikir "Akankah Indonesia bisa lebih baik dari sekarang, dan membuat masyarakatnya senang, bangga dapat menutup mata di sini, pada akhirnya?"

Terenyuhnya perasaan tak berhenti di sana. Kali ini perhatian saya tertuju pada kondektur bis yang saya tumpangi, yang terdiri dari dua orang, tepatnya dua orang anak, satu perempuan dan satu lagi laki-laki. Keberadaan mereka sesungguhnya baru saya sadari ketika mereka sedang melakukan tugas utama mereka, yaitu menariki ongkos para penumpang.

Di lihat dari tinggi badan, dan raut mukanya, menurut saya, kondektur yang perempuan, kira-kira berusia 11 hingga 12 tahun. Namun tidak berusia seperti itu, jika dilihat dari bentuk dada yang mendekati ukuran dada wanita dewasa secara normal. Dan saat itu yang ada di pikiran saya adalah...

"Duh, 'dek, mudah-mudahan ngga ada yang niat jahat ngumbar napsu sama kamu ya. Jangan pulang malam-malam."

Rasa khawatir saya itu, belum seberapa. Namanya juga bis kota di Indonesia, sangat jarang yang tertib berkendara. Slonong boys, termasuk urusan menerabas lampu merah, "Udah lampu merah diterabas, belok pula ke kanan, motong jalan sana yang lagi lampu ijo!"

Si Kondektur Bocah Perempuan ini yang jadi "tameng", berusaha menghalau laju kendaraan dari seberang sana, yang baru saja menancap gas, karena izin berjalan dari lampu lalu lintas yang sudah berganti menjadi warna hijau baru didapati. Untung kendaraan-kendaraan lain, yang sepertinya berpikir lebih baik mengalah pada bis, mau mentaati halauan dari si "tameng" ini.

Cerita masih berlanjut, Cuy. Lain cerita tentang si kondektur satu lagi, yang anak laki-laki. Dari perawakannya, ia berusia lebih muda dari kondektur yang perempuan. Mungkin usianya sekitar 10 tahun, dan sudah dengan bangga menghisap rokok, sambil bergelantungan di pintu bis, "Miris 'kan?" Di tengah perjalanan yang macet, saya melihatnya dihampiri oleh satu orang pria dewasa, yang menadahkan tangannya, tanda ia meminta sesuatu dari Si Kondektur Kecil. Dan omongan Si Kondektur Kecil pun terdengar sampai ke telinga saya, "Masakh elo malak gue", bisa dipastikan bahwa mau tidak mau Kondektur Kecil memberikan uang kepada tukang palak itu.

Tidak bisa dipungkiri, mereka memang masih anak-anak. Jalan raya saja, mereka anggap sebagai lapangan bermain. Tak peduli bis lain yang hampir menghimpit tubuh mereka di antara dua badan bis, tak hiraukan selap-selip motor yang bisa dibilang lebih sering hanya Tuhan yang tahu apa yang ingin pengendara motor itu lakukan, belum lagi klakson-klakson kendaraan pribadi yang memekakan telinga, mereka berdua tetap berlari-lari ke sana kemari, mengiringi laju bis yang tersendat karena macet, sambil berteriak-teriak, bercanda dan tertawa.

Dan ternyata Si Kondektur Kecil yang perempuan ini, masih mempunyai sisi feminin, atau mungkin lebih tepat dikatakan sisi centil seorang ABG. Saat bis berhenti mengisi bensin, dan Pak Supir terpaksa turun, Si Centil (Si Kondektur perempuan) ini berlari dari belakang, ke arah bangku supir, dan berkaca dengan spion, memainkan rambutnya sambil menyanyikan sebuah lagu cinta zaman sekarang, yang saya tak tahu judulnya apa. "Percaya diri luar biasa anak ini", pikir saya saat itu.

Bis pun tak lama kemudian melanjutkan perjalanan, dan tiba-tiba ada satu lagi kondektur yang tidak seumuran dengan mereka naik ke bis, duduk di samping Pak Supir yang sedang mengendarai bis ("Bukan kuda. Ya iya lah!"), dan mengobrol. Tak berapa lama kemudian orang itu berteriak.

"Ta, woi, Ta!"

Yang dipanggil tidak merespon. Dan menurut saya Si Kondektur Centil itulah yang dipanggil, karena kondektur yang laki-laki sedang di depan saya, jadi tak mungkin tak mendengar panggilan itu, dan juga arah mata si pemanggil menuju ke arah di belakang saya. Ia pun mengulangi panggilan itu.

"Ta, Ta."

"Apa?"

"Besok narik loe!"

"Hah, ga denger!"

Berhubung posisi duduk saya berada di tengah antara dua orang itu, jadi saya bisa mendengar seluruh percakapan mereka dengan jelas.

Tak lama kemudian, Si Centil pun menghampiri yang memanggilnya.

"Napa?"

"Besok loe narik pagi."

"Jam berapa?"

"Ya, pagi."

Dan perbincangan mereka selanjutnya tak dapat saya dengar.

Tak terasa, saya sudah sampai ke tujuan, dan tibalah saya untuk turun. Si Centil sudah berada di pintu belakang lagi ketika saya berdiri, bersiap-siap untuk turun, dari pintu depan.

"Mau turun, Kak?"

Saya hanya membalasnya dengan anggukkan kepala, sambil tersenyum.

Saat bis berhenti, dan sebelum saya menginjakkan kaki di atas aspal, Si Centil itu dululah yang malahan turun dari atas bis. Tadinya saya tak mengerti apa yang sedang ia lakukan, tapi setelah saya amati, ia sedang menghentikan laju motor yang malas berhenti, dari arah sisi kiri bis. Ternyata ia kembali menjadi "tameng", dan kali ini menjadi "tameng" khusus untuk saya.

Dan begitu injakkan kaki saya di aspal sudah sempurna, saya berteriak padanya...

"Ma kasih ya!"

Ia pun mengangguk sembari tersenyum pada saya.

Well, this is my Indonesia, dan ini baru sebagian kecil dari segudang permasalahan di negeri ini.

Dan lagi, pertanyaan itu muncul di dalam pikiran saya, "Akankah Indonesia menjadi lebih baik dari sekarang, dapat membuat masyarakatnya senang dan bangga berada di sini hingga akhir hayat?"



Video diambil dari sini, yang diunggah bukan oleh orang Indonesia. Dan inilah quote darinya: This clip is made from videos and photos taken in Indonesia when I was studying there. I'm not an Indonesian, but so in love with Indonesia, by: Vnuk2212

And do we love our Indonesia?

----

Hyaaahhh...I hate Wednesday, hate weekly meeting on it.

Senin, Juni 15, 2009

Need Your Donation A.S.A.P!!!...

Letter from Angel of Paws Moderator...

Hi members, few days ago few of our members receive an email about a guy who takes care of 22 stray dogs and 15 cats. He's an incredible guy with a good heart. His name is Pak Triyono.
He lives in Batuceper Kalideres, Tangerang.

He runs a "Spanduk Business" where he would print and designs other businesses' logo for several businesses where mostly are for property agents.

With his own money, he would take care of these dogs and cats. Since, the subprime mortgage crisis, he's business has been crumbling down. His monthly revenue that was usually about Rp 80,000,000 ($8,000) has gone down to ($2,000).

The problem also has increased because he has an interest payment to pay every month, about Rp 6 million ($600) for his house where he takes care of those dogs. He has not been able to pay this amount, which made his immediate debt went to Rp33 million ($3,300). His priority now is to pay Rp 32,647,322,- (about $3,300 for Jan09- June 09 debt) ASAP or Panin Bank will take over his house and the animals will be on the streets.
His full debt is Rp 325 million.

Therefore, since there are 179 members of you in this, I would like to ask for your help to donate money to amount $3,300. That would be about $20 for each of you (Rp 200,000).

When you transfer the money to Angels of Paws account at 164 031 8500,Bank BCA branch Kalimalang Joyce Aryani Gunawan, please email your proof at angelsofpaws@gmail.com

In the meantime, here are what AOP plan to do:

  • Getting the proof of payment to Bank Panin and post it to you all on Facebook.
  • I, Yuri will personally coach Pak Tri business so that his business can be profitable and works without him.
  • Creating Communities of committed people that want to adopt dogs and cats from Pak Tri as well as other places such as JAAN, ICare and the streets.
  • Getting exposure over the web through Pak Didi (on of the founders of detik.com, now have his own site politikana.com).

I thank you for your help, and please DONATE NOW!! safe those animals life now!!

Berjalan Menuju Nirwana...

Aku tak butuh dirimu sekarang, di sini...
Saat raga masih dihuni jiwa nan penuh ego...

Aku tak butuh dirimu sekarang, di sampingku...
Saat amarah masih mungkin terluap dari mulut...

Aku tak butuh dirimu sekarang, bersamaku...
Saat ketamakkan hati masih disanjung...

Aku tak butuh dirimu sekarang, menantiku...
Saat nyawa masih bisa mati...

Aku tak butuh dirimu sekarang, menggandeng tanganku...
Saat dunia masih mengikat kita...

Tapi aku butuh dirimu, Sayang...
Saat nanti, kita berjalan menuju nirwana...

Seperti saat itu...



----

"Itu surga kita berdua 'kan?"

----

For someone whom I sent this entry directly to his e-mail...

Minggu, Juni 14, 2009

Puisi Tanpa Judul...

Membuka-buka buku harian lama, dengan tujuan mencari coretan-coretan puisi yang dulu pernah saya tuliskan. Dan salah satunya, yang satu ini, yang memang tak berjudul.

----

Mungkin waktuku telah tiba...
Membiarkanmu membuka sayap...
Mengepakkannya...
Lalu terbang meninggalkanku...

Airmata yang tak tertetes...
Karena rekayasa senyum bibir...
Membuatku seolah tetap mampu berdiri...
Walau ku sadari, tetap remukkan hati...

Tak inginku biarkan malaikatku pergi...
Tak inginku kehilangan dirinya...
Kehabisan peluknya...
Dan berakhirnya ciuman itu...

Jangan pernah memintaku berhenti mencintamu...
Jangan pernah memintaku untuk lupakanmu...
Karena aku tak akan lakukan itu...
Hingga jiwa terpisah dari raga...

Terima kasih malaikatku...
Atas cintamu...
Atas segala tawa, canda, amarah dan air mata...
Atas arti pentingnya aku untukmu...

Jangan biarkan cintamu untukku pergi dari hatimu...
Walau yang lain mengisi hidupmu kelak...
Biarkan kaki kita melangkah..
Sesuka hati mereka...

Karena mungkin mereka akan satukan kita...
Satukan cinta kita...
Lagi...
Untuk kesekian kalinya...

----

"Lumi, lumayan keren, tapppiiii, pertanyaan selanjutnya adalah, ini gue tulis dalam rangka apa ya, kapan, di mana, buat siapa? Hahahahahaha."

"Heheheh, akhirnya inget ding. Mudah-mudahan bener yang diinget."

"Occchhhaaaa begooo!!!"

"Btw, bagusan dikasih judul apa yah?"

A Key To Have A Long-Term Relationship...

gambar diambil dari Everyday People Cartoon

For any couple who wants to have a long-term relationship. Wanna try?...

----

"Again Cathy, love it soooo much..."

Jangan Salahkan Aku...


Jangan salahkan aku jika ia memilihku
Karena kau tak ada di sampingnya...

Jangan salahkan aku jika ia memintaku berjalan bersamanya
Karena kau tak sanggup jalani padang tandus penuh duri di hidupnya...

Jangan salahkan aku jika aku mencintanya
Karena ia yang memintaku demikian...

Jangan salahkan aku jika ia melupakanmu
Karena kau sendirilah yang memintanya lakukan itu...

Jangan salahkan aku jika ia tak katakan padaku tentang dirimu
Karena mungkin kau tak ada di hatinya lagi...

Dan biarlah waktu yang akan menjawab...

Kepulan Rindu...

gambar aseli diambil dari sini

Terus terang, aku merindunya...
Sumpah, setengah mati aku merindunya...
Rindu peluknya dan dekap hangat tubuh itu...
Disertai bau parfum bercampur hembusan sisa nikotin...
Dari mulutnya yang tak pernah henti hisap rokok murahan itu...

Tak aku pungkiri itu semua...
Masih ingin aku dengar seribu rayu, sejuta tanya...
Saat it berlutut di depanku...
Memintaku jalani surga neraka dunia ini...
Bersamanya...

Mungkin diri-Nya memintaku untuk merindunya...
Walau segala tolak aku usahakan...
Walau segala sesal aku depankan...
Walau itu semua hanya topeng...
Agar membuat indah dapat aku simpan dalam hati...

Walau hanya mampu aku lakukan untuk sementara...

Sabtu, Juni 13, 2009

Berdua...

Kenapa tiba-tiba bayangan ini yang muncul,...

Berjalan keluar dari ruang itu,...
Dengan mata yang belum terbuka penuh,...
Dan jiwa masih perlu dikumpulkan...

Sepiring lauk, semangkuk sambal,...
Dua piring kosong, yang tak lama terisi oleh nasi di atasnya,...
Dua gelas teh hangat sudah terhidang,...

"Kamu belum jadi mandi?", tanyanya pada seseorang yang lain...

"Gimana mau mandi, tadi katanya ada yang udah laper banget, yang begitu sampai rumah langsung tepar."

"Terus kamu masak dulu? Untuk gue?"

"Kurang apa coba 'kan?"

Mereka tak banyak bicara saat itu...
Menikmati kelelahan yang telah terlepas...
Karena mereka berdua hadir...

Dan tak lama kemudian, ia sudah berada di ruang itu lagi...
Berdua...

Gambar aseli diambil dari sini

Jumat, Juni 12, 2009

Just Because It Is Too Painfull...

Hari ini, saya berhasil memporakporandakan hati seorang teman, yang beberapa hari lalu, dan beberapa minggu lalu mengatakan pada saya bahwa ia akan melupakan seorang pria yang melukai dirinya, dengan segala tingkah lakunya yang selalu tidak jelas maunya apa terhadap teman saya yang satu ini.

Padahal kalau dipikir-pikir, sepertinya sering kali kita sendirilah yang membuat keadaan menjadi tidak jelas ("Ya, gak?").

Namun niat teman saya ini sepertinya sedikit buyar. Katanya, semua itu karena saya. Ya, karena saya yang memberikan padanya sebuah link ke sebuah blog, yang bisa dikatakan blog sayatan hati, yang pada akhirnya kami berdua beri julukan sebagai "ngais2aspal.com".

Padahal tak semua isinya tentang patah hati. Kembali memang sepertinya kita sendirilah yang mencari hal patah hati itu.

Namun menurut saya, sebenarnya blog "ngais2aspal.com" itu memang...ya gitu deh...Tak percaya? Ini salah satu quote yang diambil dari blog tersebut.

Love is like a tattoo...
Love is much like a tattoo. You take the risk, face the pain and place it on a special part of you. And when the time comes when you need to erase it, you have to endure the pain again and realize that it will forever leave a scar, a scar that will always remind you that you had a tattoo that once symbolized something so special.
by: Angel 31st March 2009
Quote diambil dari sini

Dan untuk teman saya itu "Jangan nimpuk gue ya cuy, kalo ketemu! Hahahahahha"

----

I already took that risk...and now that pain is no longer painful, just because it is too painful (by Ocha)

Kamis, Juni 11, 2009

Antara Boney M dan Arie Wibowo...

Merelakan diri ditinggal oleh tebengan setia saya, yang malahan sering mengantar sampai depan rumah ("Thanks ya, Mas!"), karena ia harus menjemput anaknya, akhirnya membuat saya memutuskan untuk pulang sendiri, dengan kendaraan umum.

"Naik apa ya?"

Dan setelah akhirnya memutuskan memakai kendaraan apa untuk pulang, kendaraan yang saya pilih itu membawa saya mengarah ke arah terminal terkenal di bilangan Jakarta Selatan, walaupun arah rumah saya, kebalikan dari arah ke terminal itu.

"Hmmm, buset dah berapa lama nih gue ngga ke sini."

Kendaraan itu akhirnya memasuki pintu masuk terminal. Ya, seperti biasa, keteraturan di tempat umum di Indonesia, seperti terminal, memang hal yang sangat ajaib jika bisa terjadi.

Pintu masuk kendaraan menuju halte yang seharusnya dipakai untuk penumpang menunggu kendaraan, dipenuhi dengan deretan lapak-lapak yang sibuk menjajakan barang dagangannya.

Ada yang menjual minuman, buah, DVD, VCD, sepatu, dan masih banyak lagi barang yang ditawarkan di sana.

"Gila, gila, gila, dah berapa taon nih gue ngga liat beginian."

Itu belum seberapa, tidak hanya mata yang "dicuci", tapi juga telinga yang sedikit di buat pengeng.

Lapak demi lapak saya lalui, hingga sampailah saya pada lapak yang menjual CD, baik DVD, CD lagu ataupun VCD. Bisa dipastikan si penjualnya harus berusaha agar dagangannya laku terjual. Mungkin tebakan kalian benar, si penjual memasang salah satu CD yang dijualnya. Dan lagu yang diputar saat saya sedang melewati lapak itu, mempunyai lirik seperti ini...

Kau bilang cinta padaku
Kalau ku bilang pikir dulu
Selera kita
Terlalu jauh berbeda

Parfum mu dari Paris
Sepatu mu dari Itali
Kau bilang demi gengsi
Semua serba luar negeri

Manakah mungkin mengikuti caramu
Yang penuh hura-hura

Aku suka jaipong kau suka disko
Oh oh oh oh
Aku suka singkong kau suka keju
Oh oh oh oh
Aku dambakan seorang gadis yang sederhana
Aku ini hanya anak singkong
Aku hanya anak singkong *
"Ya, amppyyuunnn...nih lagu masih eksis. Lagu jaman kapan nek!"

Hahahah, weitsss...tentu saya tidak menghapalkan seluruh liriknya ya. Lagunya pun saya lupa, saya hanya ingat lirik di bagian korusnya, dan bisa dipastikan sisanya saya serahkan pada kecanggihan teknologi.

Lagu di atas itu adalah lagu yang berjudul Singkong dan Keju, yang menurut situs di mana saya menemukan liriknya, penyanyi lagu ini adalah Arie Wibowo.

Lagu itu pun lama-lama menghilang, pergi dari tangkapan telinga saya, seiring kendaraan yang saya tumpangi melaju perlahan.

Namun jangan sedih, lagu berikutnya kemudian tersuguh, ditangkap sempurna oleh indera pendengaran saya. Dan lagu yang sekarang saya dengar adalah...

Someone told me long ago
They were gone before the storm
I know, its been coming for sometime
Be it so, and so I say
Little rain and sun by day
I know, shining down like water

I wanna know, have you ever seen the rain
Coming down, down this day
Coming down, down this day

Yes for days and days before
Sun is rain and cold is hot
I know, in this place got all my found
Through the circles fast and slow
There for every moment goes
I know, I cant stop, I wonder

I wanna know, have you ever seen the rain
I wanna know, have you ever seen the rain
Coming down, down this day
I wanna know, have you ever seen the rain
I wanna know, have you ever seen the rain
Coming down, down this day
I wanna know **
Wah, sepertinya si tukang jualan CD yang sekarang, selera musiknya berbeda dengan penjual sebelumnya.

Lagu yang kedua itu judulnya adalah Have You Ever Seen The Rain, yang pernah dinyanyikan oleh Boney M. dan juga Creedence Clearwater Revival. Kembali lapak itu harus saya tinggalkan, dan juga suara lagu itu.

Dan tiba-tiba, secara tiba-tiba, saya jadi teringat satu judul novel laris pada jaman dulu. Salah satu karya dari novelis terkenal (zaman itu, dan mudah-mudahan masih hingga saat ini) Hilman Lupus.

Yupe, kalian benar, judul novel karangan Hilman Lupus, yang tiba-tiba muncul di pikiran saya adalah Makhluk Manis Dalam Bis, dan seperti inilah wajah novel yang saya maksud itu.

gambar diambil dari sini

Yang menjadi pertanyaan saya, kira-kira kalian yang termasuk dalam kategori "anak produk jaman sekarang", tahu atau setidaknya pernah dengar tidak ya, nama-nama yang saya sebutkan di atas? Dan pasti pertanyaan seperti ini juga muncul di benak kalian...

"Hah, Arie Wibowo nyanyi? Sama ngga ya sama Ari Wibowo yang adik kandungnya Ira Wibowo itu?

Heheheheh...terus terang saya juga tidak tahu jawabannya. So anybody knows?

----

"Terus 'Cha, kenapa tiba-tiba Makhluk Manis Dalam Bis yang muncul di otak loe? Siapa Makhluk Manisnya?"

"Yang jelas sih bukan gue yang ngaku manis. Pasti ada lah satu makhluk di luar sana, yang ngaku manis. Kalo gue ngga ngaku manis, tapi cantik."

"Hahahah teteup narsis!!!"

"Ssssttt...kebanyakan disorder jadinya gini. Atau gara-gara punya wireless brain? Wakakakakak."

----
*lirik lagu diambil dari sini

**lirik lagu diambil dari sini

Sedang (Tak) Ingin Bercinta...

gambar aseli diambil dari sini

Aku sedang tak ingin bercinta denganmu, seperti saat itu...
Di temaramnya lampu yang sembunyikan wajah kita berdua...
Di dinginnya hujan Desember yang sama sekali tak terasa, karena hangat dekap tubuh kita...

Aku sedang tak ingin bercinta denganmu, seperti saat itu...
Saat tak ada cinta yang terlepas dari nurani...
Saat tak ada jurang dan ribuan mil yang batasi ruang kita...

Namun aku sedang ingin bercinta dengan hatimu, Sayangku...

Senin, Juni 08, 2009

With A Smile...

Hari ini, atau tepatnya pagi ini, tidak seperti kemarin pagi.

Kemarin pagi hari saya diawali dengan sebuah kebencian. Mata ini pun belum terbuka, baru otak yang kembali mulai bekerja setelah diistirahatkan, saya sudah teringat oleh beberapa orang yang membuatku murka sejadi-jadinya 3 hari belakangan ini. Meskipun pada akhirnya amarah itu akhirnya bisa saya tekan, walau menyiksa, dan hanya bisa saya bawa sebagai doa persembahan saya saat di gereja kemarin.

"God, please, I just want to wake up tomorrow morning without this hatred. Only You know everything. They want to put the blame just on me, go ahead. Pada akhirnya akan ketauan kok siapa yang bener sapa yang salah, sapa yang boong, time will tell."

Anyway..saya tidak ingin membicarakan hari kemarin, melainkan hari ini.

Pukul 05.40 Si Bébé tercinta sudah berbunyi sekencang-kencangnya. Bisa dipastikan hal pertama yang saya lakukan adalah mencari sumber suara itu dengan mata yang belum terbuka penuh, dan menekan pilihan dismiss. Namun bukan berarti saya segera bergegas mandi dan siap-siap berangkat. Seperti biasa, saya malahan membalikkan badan, kembali memeluk guling dan memejamkan mata, tanpa ada pikiran apapun.

Ternyata otak yang tanpa pikiran apapun itu hanya bertahan sebentar, dan muncullah pikiran seperti ini...

"Heh? Hebat, bangun-bangun gue ga kepikiran kejadian brengsek Kamis and Jumat lalu. Doa gue terkabul."

It makes my day ternyata...menuruni anak tangga, berjalan menuju ruang makan, menyambut sapaan ucapan selamat pagi dari 2 ekor "anak" saya yang berbadan kecil, yaitu dua ekor dahschund nan lucu itu, dan mencari sarapan yang biasanya sudah disediakan oleh Mama, aku lakukan semua dengan senang.

Dan anehnya, akhirnya saya memunculkan pikiran yang sangat tidak masuk akal, sangat tidak lazim terjadi pada saya.

"Yes, ngantor!"

Hanya selang beberapa detik setelah pikiran itu muncul, pikiran-pikiran lain pun mulai bermunculan.

"What the heck 'Cha, elo mikir gitu? Ini senen pulakh gituh."

Perasaan seperti itu, yang sangat jarang terjadi pada saya, terus menemani saya sepanjang hari. Saya sama sekali tidak mengeluh, tidak marah, tidak teringat kejadian busuk ataupun orang-orang menyebalkan, yang sempat mengusik ketenangan saya beberapa hari lalu.

Hehehehe...namun tidak dengan Si Bos. Batas sabarnya sedang dilatih dan diuji hari ini. Biasaaaaa... apalagi kalau bukan masalah komputer, "Tuhan"-nya kantor-kantor zaman sekarang. Tak mungkin bisa kerja tanpa komputer atau laptop, saya pribadi sepertinya akan memilih pulang dari pada bingung mau kerja pakai apa.

"Kenapa sih, komputer satu bener, satu lagi ada aja masalahnya. Ntar jangan lupa ambil komputer satu lagi tuh di Ratu Plaza, you manage lah."

Ya, namanya "tukang sapu", tukang bersih-bersih, apa-apa dikerjain lah.

Akhirnya saya meminta tolong kurir untuk mengambil komputer yang dimaksud Si Bos, sekalian mengirimkan suatu surat.

"Kamu abis dari ngirim surat, ngambil komputer ke Ratu Plaza ya. Ini buat ngambilnya. Alamat yang tertera di bon ini beda looo, jadi kamu tanya sama Si Mbak itu, Ratu Plazanya lantai berapa."

Waktu pun terus berjalan, hingga akhirnya pukul 15.30 Si Bos memasuki ruangan saya...

"Komputer belom dateng?"

"Kan ujan, tadi telepon masih berteduh."

Ia pun kemudian keluar dari ruangan yang hanya berpenghuni saya itu. Dan saya pun kembali melanjutkan dunia saya sendiri.

Lima menit kemudian, saya dengar teriakan dari dalam ruangan saya yang pintunya sedang tertutup rapat...

"Gimana sih, kayak gitu aja ngga ketemu."

Kontan saya keluar ruangan...

"Kenapa?"

Beberapa orang di sana tidak ada yang menjawab. Kembali saya diminta untuk mengandalkan daya observasi saya. Dan akhirnya seluruh cerita berhasil saya dapatkan. Si Kurir sudah kembali, tapi tidak berhasil menemukan tempat komputer itu, dan tentunya kembali ke kantor tanpa membawa barang yang dimaksud Si Bos.

Si Bos yang berbadan raksasa itu pun kemudian mengambil kunci mobilnya, sambil berteriak...

"Gimana sih, semua kerja ngga ada yang bener."

Ia berjalan, melewati dan menabrak pundak saya ("Kayak lagi adegan berantem di sinetron, ampe pundak gue kepental.")

"Duh, mayan kenceng juga," dalam hati saya.

Saya pun langsung menanyakan Si Kurir saat itu juga, kenapa bisa seperti itu? Melihat raut wajahnya yang mulai tak karuan, saya pun langsung mengatakan padanya...

"Kita ngomong di ruangan saya, yuk."

Kami pun berjalan menuju ruangan saya.

"Kenapa bisa begitu? Tadi saya minta apa? Abis ngirim surat ngambil komputer 'kan?"

"Iya, Bu."

"Terus tadi waktu saya minta kamu tanya sama Si Mbak, dijelasin ngga di Ratu Plaza lantai berapa?"

"Gak. Saya cuma minta nomor telepon tokonya."

"Terus kamu telepon ngga tokonya?"

"Telepon. Dari jalan."

"Kenapa ngga telepon dari kantor, sebelum pergi. Atau tanya saya lagi kalau ngga jelas."

"Saya takut ganggu ibu. Terus tadi juga nyari-nyari di sana pake bon ini."

"Tadi kamu nyimak ngga, saat saya bilang alamat bon itu beda sama toko aslinya."

"Gak denger bu, saya ngga nyimak."

"Percuma donk saya jelasin ke kamu payah-payah ya. Lain kali dengerin ya."

"Ya, Bu."

Pelajaran Pertama: "Gue ngga suka dipanggil bu. Berasa makin tua gue."

Pelajaran Kedua: "Weitzzz...cara gue natar orang dah beda nih. Tanpa tereak dan bentakan. Tapi sssttt...dulu tereakan dan bentakan gue itu berhasil menatar Si Kurir Jaman Dulu, dari yang ngga tau alasannya, saat gue tanya kenapa Buku Nomor Surat Keluar yang lama dibuang sama dia, tanpa bilang-bilang gue, padahal itu buku penting abis, sampai bisa ngambil check puluhan juta dan dipercaya temen-temen ngambil duit di ATM kalo lagi pada ngga bisa turun, jadi inisiatif luar biasa, dimintain tolong ngga pernah salah, filing rapi. Dan membuat gue yang pada akhirnya "mati" kalo dia ngga masuk kantor. Semua itu hanya dalam kurun waktu kurang 2 bulan. Hmmm, satu lagi, gue mendapat pujian dari teman-teman di kantor, terutama yang menggantikan posisi gue setelah gue keluar, karena Si Kurir Jaman Dulu itu hebat. Kira-kira efektifan cara yang mana ya, hihihihi?"

Kira-kira tiga puluh menit kemudian, dari seselesainya saya bicara dengan Si Kurir, Si Bos sudah hadir kembali duduk di salah satu bangku di ruangan saya.

"Only 15 minutes!"

"Masih jengkel, marah? Tarik napas dulu. Percuma marah, ngabisin energi."

"Ya udah, gue mesti install juga tuch."

Ia pun berjalan keluar ruangan. Dan saya pun kembali memelototi layar laptop, yang saat itu sedang membuka aplikasi Excel.

"Buset, beneran dech, memang bener, cuma dia yang buat nih kerjaan sama Tuhan doank yang tahu, maksudnya apaan. Kagak ketauan pulakh dari mana-mananya."

Baru saja selesai berpikir,...

"Ah, tadi dicoba di sana okay, sekarang lagi install tau-tau restart."

"Jadi tadi yang kamu ambil gak bisa? What a day!"

"I know."

Si Bos sudah muncul lagi di depan saya. Kali ini tak sesingkat sebelum-sebelumnya. Kami akhirnya berbincang cukup lama, banyak hal yang ia ceritakan pada saya. Sampai akhirnya kami membicarakan tentang rencana training, dan perbincangan seperti di bawah ini pun terjadi...

"Gak cuma mereka ya, yang perlu training. Elo juga."

"Hah? Gak lah gue memantau aja dari jauh."

"Gak, elo juga perlu training, perlu ditatar, self-control."

"I was really upset. Ini pertama kali gue marah kayak gitu di kantor."

"Mudah-mudahan ngga lagi besok-besok. Akan lebih baik kalo elo panggil dulu orangnya ke ruangan loe, kalo elo perlu marah, bentak-bentak, gebrag meja, do that, even ke gue pun elo boleh kayak gitu. Asal jangan di depan orang lain, apalagi elo and gue sama-sama punya ruangan tertutup, dan sebisa mungkin masalahnya selese di ruangan itu."

"Good input juga sepertinya."

"Iya lah."

Pelajaran Ketiga: "Asertif*. Gue awalnya orang yang ga bisa banget untuk asertif. Ngomong langsung aja males, apalagi disuruh ngomong langsung verbal dan harus dengan asertif, tambah males. Tapi lama-lama gue rasa itu perlu, gue ngga bisa terus-terusan mentingin maunya gue sendiri, dan mbuat kerjaan gue kehambat. Itung-itung ngasah soft skill gue lah, and sssttt...jadi perhitungan sendiri buat naikin kredibilitas diri juga loh. Ngga mungkin khan kita ngantor atau hidup ngga kerjasama sama orang lain, tanpa komunikasi dengan orang lain. Apalagi kalo pas disuruh ngerjain satu kerja kelompok or project bareng-bareng tuh, atau disuruh negosiasi tertentu. Bisa-bisa naik pitam terus-terusan, and debat kusir berkepanjangan kalo ngga ada yang mau ngalah nyari titik tengah or solusi masalah. Lebih parah lagi, kerjaan ngga selese, dan performa kita di mata orang banyak jadi turun. Rugi euy."

Pelajaran Keempat: "Mau kata ke bos, mau kata ke temen, ke bokap-nyokab, atau sama siapapun, kalo ada uneg-uneg, ide, pendapat, ngga setuju sama ina-ini-itu, omongin aja lah. Dengan cara yang enak, halus, mencoba untuk tidak menyakiti/membuat interlocutor** tersinggung. Sama-sama belajar untuk ngerti, sama-sama belajar untuk ngomong tanpa nada tinggi, sama-sama mau dengerin. Kalo ngga sekarang, masakh ntar-ntar kalo dah makin tua? Telat!"

Pelajaran Kelima: "Orang sabar pasti kesel hahahha, walaupun pasti di sayang Tuhan juga. Jadi haaayyooo siapa yang hari ini belum berdoa? Biar nanti buka mata di pagi hari bisa nyambut hari baru dengan senyum, bukan kebencian."

Jadi hari ini ada yang mau bersikap asertif ke orang lain?

Pikirin lagi aja ya, kalau dilakukan kira-kira keuntungannya apa, dan jika tidak dilakukan akan berakibat apa?

Jadi teringat satu teman kuliah saya dulu, yang tiba-tiba saat kami berdua di laboratorium komputer, ia tiba-tiba menangis, minta tolong saya dibuatkan terjemahan dari satu buku yang sedang ia baca. Teman saya ini menangis karena habis putus dengan kekasihnya saat itu. Apa yang selanjutnya terjadi? Seperti berikut ini...

Saya: "Trus, kalo elo sekarang ngomong ama dia, minta balik, untungnya buat elo apa? Mau loe apa?"

Si Teman: "Ya gue masih sayang banget sama dia 'Cha, gue ngga mau putus."

Saya: "Toh, elo ngga bisa terus-terusan sama dia 'kan?"

Si Teman: "Iya sih 'Cha!"

Saya: "Ya udah terima aja lah elo diputusin!!!"

Dan beberapa semester kemudian, setelah Si Teman sudah mendapatkan pacar baru...

Si Teman: "Dasar loe ya, ngga punya empati, ngomong seenak jidat!"

Saya: "Tapi, ngaruh ngga? Bisa ngga elo ngelupain dia?"

Si Teman: "Iya sih, hahahaha."

Perlu diingat ya, cerita saya dan teman saya ini, adalah salah satu contoh dari gagalnya saya bersikap asertif, namun untungnya teman saya bisa menerima omongan saya, dan tidak pendendam.

Bisa dibayangkan 'kan kalau saya bicara seperti itu, dengan orang yang tidak bisa memahami, tidak mau menerima, tidak mau mengalah? Apalagi kalau urusan kantor? Wadowww...bisa-bisa nilai Performance Appraisal-nya rendah tuch, dan akibatnya hix...bisa jadi tidak naik gaji, atau tidak promosi ("Dulu, nyari aman aja lah gue!")

----

Yak...sudah hari Selasa, happy working everyone!

----

Dari saya untuk Si Teman saya itu: "Sapa suruh, minta gue translate kerjaan loe, gue sendiri lagi ngerjain proposal eksperimen ama psikometri!"

Kira-kira Si Teman akan menjawab: "Dibantuin napah temennya, lagi ngerjain eksperimen ama Kon-Tes***!"

Dari saya lagi: "Sapa suruh waktu itu Statistik Non Parametrik dapet SP-nya, and dah Kon-Tes duluan, ahhahahhaha."

----

*asertif: menyampaikan pendapat, ide, gagasan, pikiran dan perasaan, tanpa menyinggung perasaan orang lain.
**interlocutor: lawan bicara.

***Kon-Tes: Mata Kuliah Konstruksi Tes Psikologi. Mata kuliah paling "seru", "ngangenin", dan membuatmu terlatih untuk tidak tidur, atau bahkan jadi mudah tidur di setiap kali ada kesempatan di mana pun itu saat tugasmu sudah terkumpul, dan menjadikanmu luntang-lantung setelah melewati mata kuliah itu, karena tak tahu harus mengerjakan apa lagi dengan insomnia berkepanjangan akibatnya. "Kalau belum? JANGAN PERNAH HARAP bisa tidur, apalagi tidur nyenyak!!!".

Memeluk Malam...

Mengapa saat ini aku harus dibatasi malam...
Yang terlalu indah untuk aku lewati...
Terlalu rindu hingga aku ingin terus memeluknya...
Dan rasakan damainya...

Mengapa aku harus meninggalkan malam...
Yang selama ini terus menemaniku...
Yang sering tak aku acuhkan...
Dan aku salahkan jika gelapnya segera berganti terang...

Mengapa aku terlalu jatuh cinta pada malam...
Yang tak pernah protes dan berkomentar...
Seperti siang yang penuh dengan amarah...
Dengan segala hujat dan tuduhan...

Mengapa senyummu tak sepanjang mentari pagi, oh malamku...
Hingga aku bisa berdansa denganmu lebih lama lagi...
Tak perlu pikirkan siang...
Dan aku terlena dibuatmu...

----

Yak..sudah hari Senin lagi, happy working everyone!!!

Sssssttt...can't wait for the next weekend..so I can have a lot of time for blogging...

Minggu, Juni 07, 2009

Untitled #1...

"Halo."
"Pa kabar?"
"Siapa nih?"
"Ini aku, Hon."
"Oh, kamu. Tumben?"
"Kau tak tahu nomor teleponku? Tak keliatan di hp?"
"Ga sempet lihat, langsung diangkat tadi."
"Nanti sore ketemu yuk!"
"Dalam rangka apa?"
"Dah lama ga ketemu, ngobrol-ngobrol."
"Oh. Mau ngobrolin apa?"
"Banyak lah."

----

"Ga ada sun pipi untuk aku, Hon?"
"Ga. Seperti biasanya 'kan?"
"Biarpun 'dah lama ga ketemu?"
"Iya. Mau kemana?"
"Tempat mimpi kita berdua."

----

"Welcome home, and look, that couch is already back to its place like what you like before."
"Ya, I see it."

----

"But, I don't belong there. And this is not my home anymore. You're not my home anymore."

Sambil Menghela Napas...




"Emang sapa lu? Anak Dewa, bisa seenak jidat lu?"

----

Thanks Cathy, love it..really...

Sabtu, Juni 06, 2009

Menyambung Nyawa Di Neraka?...

Desah napas mereka penuhi ruang itu...
Menaik, tersengal, dan penuh hasrat...
Bagai dari paru yang penuh sisa nikotin...
Berlomba dengan ayunan cinta...

Tak lagi bertopeng...
Tanggalkan segala...
Mengikat ketidakpedulian...
Mengumpulkan kucuran air mata...

Bermandi peluh...
Menari dengan perih...
Bertaruh dengan sakit...
Menyambut neraka...

Rintihan itu masih terdengar...
Yang mereka harap bukan rintih derita...
Tapi pasti bukan rintih bahagia...
Mereka hanya tak tahu lagi harus bagaimana...

Jika mereka bisa berteriak...

Hei, jangan panggil aku lonte!...
Karena kau tak tahu bagaimana harus berjalan memakai sepatuku...
Jangan kau hujat aku...
Karena kau tak perlu bingung besok bisa makan atau tidak...

Tutup mulut kalian!...
Kalian kira aku tak ingin bekerja halal?...
Di gedung perkantoran elit, berbaju mahal dan berbadan wangi...
Dan gaji berjuta-juta?...

Kalian tak rasakan ibu mati,...
Saat kedua kaki ini pun masih gontai berjalan...
Kalian tak disuguhi pemandangan yang aku lihat...
Bapak yang bekerja sebagai mucikari...

Jangan hanya salahkan aku...
Salahkan bapak, suami atau anak laki-laki kalian...
Yang masih mencariku...
Untuk mencumbu mereka...

Jangan hanya salahkan aku...
Tanyakan diri kalian...
Mengapa mereka tetap mencariku...
Untuk luapkan hasrat sesaat...

Pikirmu aku murahan 'kan?...
Hanya demi selembar, dua lembar seratus ribu...
Aku relakan badanku, jiwaku...
Yang aku paksa untuk mati rasa...

Aku begini, karena aku tak ingin anak perempuanku sepertiku...
Atau berkelauan seperti bapaknya...
Aku ingin tetap bisa mengantar dan menungguinya di sekolah saat pagi menjelang...
Walau aku harus mengorbankan nyawa, di malam heningnya...

Tanyaku sekarang...
Adakah neraka untukku?...
Atau untuk mereka yang meniduriku?...
Atau untuk kalian?...

Aku tak perlu jawaban sekarang...
Aku hanya perlu kalian untuk diam...
Jawab dalam hati...
Atau sertakan anakku dalam doa kalian...

----

"Siapa yang merasa tak mempunyai dosa sama sekali, silakan melempar batu pada perempuan itu!"

Nominated for future project "Antara Jiwa, Cinta dan Neraka"

Inikah Ajalmu, Sayang?

Rasa itu berhasil aku buat mati, atau setidaknya berhasil aku tidurkan.

Namun tak tahu mengapa, mereka tak pernah rela melihat ketenanganku. Mengusikku dengan segala lontaran caci-maki atas seribu nyata yang kau sembunyikan dariku. Berhasil mencuatkan seribu amarahku, walau sesaat.

Bagiku mereka hanya anak kecil, tak peduli seberapa tua, atau muda usia mereka. Dan pada akhirnya, bagiku kaulah anak paling kecil di antara mereka. Belum selesai tumbuh.

Tak tahu kepada siapa aku harus mengadu, bercerita, tanpa membuat gaduh.

Seribu aliran air mata yang aku tahan setengah mati, saat aku bersimpuh di depan altar itu, menambah sesak.

Mencintamu, yang awalnya aku sangka adalah sebuah tropi, ternyata hanya seonggok sampah, bahkan yang tak laik sama sekali untuk didaur ulang.

Ucapanmu dulu yang kau akui adalah bisikan nurani, ternyata hanya penuh kebohongan dan kepalsuan yang merusak nurani.

Sayangnya, aku belum berhasil mengambil mutiara itu dari cangkangnya. Belum menemukan cara yang tepat untuk melakukannya.

Aku tahu kau orang yang selalu menikmati setiap jengkal hidupmu, setiap langkah yang kau jalani, dan setiap hal yang kau lakukan. Dan juga mungkin menikmati keberhasilanmu menyakitiku?

Mungkin ini adalah saat terbaik untuk ucapkan selamat menempuh hidup baru, di liang kubur yang telah aku gali lama. Dan sepertinya siap untuk ditutup. Dengan kau di dalamnya???


gambar diambil dari sini

Jumat, Juni 05, 2009

Seribu Gembog Tak Berkunci...



Walaupun aku hanya mendengar dan percaya ucapanmu...
Walaupun tak ada satu salah yang ku buat...

Dan seribu hujat yang aku terima...
Terhadap sejuta kebutaan dan ketidaktahuan diri ini...

Dibalik semua indahnya dirimu...
Yang dulu kau ungkap dan kau nyatakan padaku...

Namun kakimu terus melangkah...
Dan mulutmu terkunci seribu gembog tanpa kunci...

Haruskah aku berpaling...
Dan menganggapmu mati?...

Kamis, Juni 04, 2009

Selamat Bercinta...

Tadi sore, tak lama sebelum jam kantor usai, di tengah revisi uraian jabatan yang sedang saya kerjakan, tiba-tiba pikiran seperti ini muncul...

"Hari ini setidaknya harus menghasilkan satu tulisan."

Dan pikiran itu pun langsung menjadi status di Yahoo Messenger saya.

Rindu, kangen dengan kegiatan saya yang satu ini. Satu hari absen, serasa satu tahun ("Ocha, kumat lebainya.")

Anyway, absensi saya di dunia blog, tidak seratus persen, karena saya masih terus membaca kembali tulisan-tulisan saya, dan juga tulisan-tulisan yang dihasilkan para senior blogger, yang pastinya kualitas tulisan mereka jauh di atas kualitas tulisan saya. Apalagi jika membandingkan statistik kunjungan pembaca blog mereka dengan blog saya, beyond compare lah.

Salah satu blog milik senior blogger yang akhir-akhir ini sering saya kunjungi, adalah blog milik Ndoro Kakung. Kualitas tulisan beliau memang tak dipungkiri lagi, harus diacungi jempol. Dan tak heran bila blog beliau akhirnya dibukukan, dengan judul yang menurut saya juga sangat mengena, yaitu Ngeblog Dengan Hati.

Dengan hati, yang berarti dengan perasaan, dengan cinta, yang pada akhirnya akan memberikan jiwa, sehingga totalitas pada apa yang dilakukan, dikerjakan maupun dipikirkan dapat diraih?

Apa sih yang kalau dikerjakan dengan cinta, hasilnya tidak akan menghasilkan cinta kembali?

Pekerjaan yang dilakukan dengan hati dan rasa cinta, akan membuat orang lain melihat kehebatanmu di pekerjaan itu.

Buah pikir yang dihasilkan dari kesungguhan hati mengutak-atik dan mencari jawaban atas rasa penasaranmu atau rasa cinta untuk dapat membagi, akan membuat orang lain menganggapmu briliant.

Dan masih banyak contoh lain dari totalitas hasil yang dapat kita raih, dapat kita lihat dari kesungguhan hati kita untuk melakukan pekerjaan itu.

Namun satu pertanyaan yang juga terbersit atau mungkin sudah nyangsang lama di pikiran saya. Bagaimana jika kita mencintai seseorang dengan hati, cinta bahkan sering dengan pertaruhan jiwa? Apakah totalitas akan terjadi juga di sana?

"Haayyooo, para pengais aspal, atau yang ngaku sering garuk-garuk seprei gara-gara baca tulisan atau puisi gue, jawab dounks?!!? Huahahahhaah."

Bagi saya mencintai seseorang dengan hati, sepenuh cinta dan jiwa, tentu juga akan menghasilkan totalitas.

Totalitas pertama adalah totalitas kesedihan, jika orang yang kita cintai tidak merasakan hal yang sama, atau berubah pikiran sama sekali di tengah perjalanan cinta itu. Dan tentu totalitas kedua adalah totalitas kegembiran dan pemenuhan cinta, jika orang yang kita cintai membalas cinta kita sepenuh hatinya. As simple as that.

Perjalanan saya untuk mencintai menulis dengan sepenuh hati, jiwa dan raga, awalnya sama seperti kondisi yang mungkin dapat terjadi saat kita mencintai orang lain. Bisa jadi tidak menghasilkan suatu totalitas. Namun seiring perjalanan saya terus-menerus menulis dan berusaha memperbaiki tulisan saya, baik dari segi konten, cara penulisan dan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, semua itu pelan-pelan membuahkan suatu totalitas. Meskipun belum menghasilkan sebuah buku atau suatu liputan dari sebuah majalah ternama di ibukota, setidaknya totalitas yang saya dapatkan tidak kalah membanggakan, yaitu hasil tugas akhir yang sangat di luar dugaan, dan pujian dari para penguji sidang saat itu.

Saya tidak akan berhenti menulis, tentang apapun yang saya rasakan, pikirkan, imajinasikan, mimpikan, dan juga hal-hal yang saya tangkap dengan lima panca indera, yang Puji Tuhan sampai sekarang masih dalam kondisi baik, termasuk apa yang dikatakan orang lain pada saya, siapapun mereka dalam hidup saya. Meskipun tak hanya satu atau dua kali, saya mendapatkan komentar yang saya nilai kontennya tidak laik untuk dipublikasikan, saya tetap terus akan menulis seada-adanya, sepengetahuan saya.

"Blogging n nulis udah pake hati, kalau urusan pekerjaan baru, pakai hati juga ga 'Cha?"

"Tunggu cerita gue selanjutnya."

So, selamat bercinta dengan hati semuanya!

Selasa, Juni 02, 2009

There Is No Try...

Berada di kursi itu, berarti saya telah setuju untuk mengerjakan tanggung jawab apapun yang akan saya hadapi kelak. Bukan suatu hal yang mudah, juga bukan hal yang terlalu sulit untuk saya. Saya yakin, saya mampu menghadapinya, dapat menguraikan baik ujung ataupun pangkal dari segala hal yang masih berada di “negeri antah berantah” alias masih sangat tak teratur.

Tak tahu mengapa, dari hari ke hari saya menjadi semakin yakin, bahwa saya adalah termasuk orang masokis. Rasa sakit, yang sering diperhalus dengan istilah tantangan memang selalu saya cari, dan saya setujui untuk menjadi “teman dekat” saya.

Keputusan untuk keluar dari kantor terdahulu, mencengangkan banyak orang.

“Ya ampun ‘kan sayang. Udah kerja lama di bank gede, gaji enak, terus keluar. Sekolahnya ngga bisa disambi apa? Nyari kuliah malem lah.”

Itu belum seberapa. Mereka akan semakin tercengang saat saya menambahkan satu informasi lagi, saat perbincangan semacam ini, dulu terjadi.

“Iya Tante, Psikologi jarang yang kuliah malem deh. Jadi emang harus ngorbanin salah satu, dan aku memang ‘dah niat.”

Dan selanjutnya…

“Kamu ngambil apa? Psikologi? Kok ngambil itu, kenapa? Psikologi ‘kan susah, berat, apalagi Psikologi kampus yang kamu pilih itu.”

“Gak papa lah Tante, kalo diniatin semuanya jadi ngga berat kok.”

Semua keputusan saya saat itu, benar-benar tak ada yang bisa mengubahnya, sekalipun orang tua saya. Mereka tahu persis anak perempuan mereka ini adalah manusia yang keras kepala, walaupun berbagai alasan telah mereka uraikan, termasuk kekhawatiran mereka tentang masalah finansial yang mungkin nanti akan merepotkan saya.

Empat setengah tahun bergelut di dunia seru nan “laknat” bernama psikologi itu memang tak dipungkiri terkadang saya rasakan berat dan menyakitkan. Apalagi saat saya harus tertimbun dengan tumpukan tugas-tugas kuliah yang berhasil menjadikan saya serupa dengan kelelawar, maling, hantu, ataupun PSK (Pekerja pSycho Komersil) jika dilihat dari jam kerjanya, walaupun komersial yang dimaksud pada istilah terakhir adalah komersial untuk mencari nilai yang bisa dijadikan bekal kelak untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar komersial dan halal.

“Gubragg. Ampun dah jam 5 pagi, dan belom tidur sama sekali. Tidur setengah jam dulu lah, abis itu mandi and brangkat ngampus.”

Atau…

“Anjrit, dah 3 kali gue denger adzan subuh, tapi nih mata belom merem sedetik pun.”

Pasti banyak yang tak percaya, saya bisa tiga puluh enam jam tidak merebahkan tubuh di atas ranjang, apalagi tidur, tapi itu benar-benar terjadi, saat saya harus menyelesaikan skripsi.

Namun semua lelah itu terbayar sudah dengan kembalinya saya ke "rumah" yang penuh cinta pada hari itu juga, dan nilai A di tangan beberapa hari kemudian seselesainya saya sidang.

Perjalanan seorang masokis tak berhenti di situ. Rasa sakit lainnya ternyata masih saya cari, bahkan saya setujui dengan berada di tempat kerja saya sekarang ini, sebagai "tukang sapu" atau "tukang bebenah", dengan segudang "PR" yang harus saya kerjakan, dan setumpuk rangkaian "benang kusut" yang harus saya cari ujung dan pangkalnya.

Mungkin saya hanya butuh beberapa keberuntungan. Dan saya sendiri yang akan membuat keberuntungan itu menjadi milik saya, bukan milik orang lain.

Do or Do Not, There is No Try (by: Yoda)

Mencumbu Bayangmu...

gambar diambil dari sini

Aku tak tahu lagi harus berlari kemana...
Setelah dirimu menghilang dari hadapku...

Titik harapku pun hanya tinggal selubang jarum...
Yang tak tahu kapan ia akan tertutup amarah dan kemudian mati...

Izinkan aku kembali berjalan denganmu...
Izinkan aku kembali memelukmu...

Jangan biarkan aku terus bercumbu dengan bayangmu...
Atau hanya menina-bobokannya...

Yang sebenarnya tak kau izinkan lagi...