Hari itu 15 November 2008, tepatnya hari Sabtu, aku kembali merencanakan bertemu dengan teman-teman seperjuangan saat kami duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Masa-masa kehidupan yang menurutku selalu penuh dengan sukacita, kebahagiaan dan terutama masa kehidupan tanpa beban yang berarti.
Seperti biasa, pemberitahuan aku sebar melalui milis dan situs jejaring facebook. Cukup banyak tanggapan dan konfirmasi dari teman-teman yang menyatakan akan datang. Namun seperti biasa juga, pada saat hari yang telah ditentukan, mereka yang benar-benar hadir jumlahnya lebih sedikit dibandingkan konfirmasi yang aku terima. Itu semua tak menyebabkan kesenangan menjadi sirna saat kami ber-sebelas berkumpul di sekolah.
Sekolah tak lagi seperti dulu. Gedung sekolah jauh lebih bagus dibandingkan dengan 14 tahun lalu, saat kami sudah dinyatakan berhasil dan laik untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kenangan-kenangan indah yang ada dibenak kami pun kembali muncul seperti film yang sedang diputar. Perubahan gedung, yang juga menyebabkan beberapa ruang kelas yang dulu kami tempati hilang, tak membuat kenangan itu juga hilang.
Satu yang menurutku sangat disayangkan, kami tak bisa bertemu dengan semua guru yang dulu sempat mengajar kami. Sebagian dari mereka sudah banyak yang pensiun atau bahkan sudah selesai menuntaskan tugas hidup mereka di dunia ini. Hanya lima orang guru kami dulu, yang masih mengajar hingga saat ini.
Begitu juga dengan pihak keamanan sekolah. Dari tiga orang satpam, satu diantaranya juga sudah meninggal. Padahal dulu kami banyak sekali dibantu oleh bapak-bapak satpam ini, terutama bagi kami yang langganan datang terlambat ke sekolah. Pintu gerbang yang sudah ditutup pukul 07.00 pagi, sering kali mereka bukakan kembali. Sehingga kami tak perlu kehilangan seluruh mata pelajaran. Mungkin mereka tak tega melihat kami harus pulang, hanya karena telat beberapa menit masuk sekolah. Dan akhirnya mereka meminta kami untuk melapor ke guru piket di perpustakaan untuk mengikuti pelajaran mulai jam ke-2.
Perjalanan utama kami kembali ke sekolah adalah untuk menikmati jajanan-jajanan yang dulu selalu kami serbu sepulang sekolah. Posisi jajanan ini tak lagi sama seperti dulu. Sekarang sudah bertenda, namun pedagang makanan ini kurang lebih masih sama. Kami akhirnya memilih untuk menikmati mie ayam Rus. Senangnya saat kami datang, Rus pun masih mengingat kami. Nikmatnya mie ayam ini juga tak berubah, masih tetap enak. Salah satu dari kami memutuskan untuk menikmati siomay Johni (almarhum) yang sekarang diteruskan oleh anaknya. Rasanya pun masih tetap enak. Sayang, Johni sudah meninggal karena sakit, sehingga kami tak bisa berbincang-bincang dengannya seperti kami berbincang-bincang dengan Rus.
Aku merasa sangat beruntung, karena pilihan tanggal kami berkumpul ini sangat tepat. Hari itu ada penutupan PL CUP X, yang tentunya membuat sekolah meriah dan ramai, karena biasanya hari Sabtu, seluruh kegiatan belajar mengajar ditiadakan, kecuali kegiatan ekstra kurikuler. Setelah puas menikmati jajanan penuh kenangan tadi, kami kemudian kembali ke dalam sekolah, untuk kembali menemui guru-guru kami, terutama mereka yang tadi datang terlambat dan belum sempat bertemu dengan para guru.
Setelah itu, kami ke arena lapangan basket, dan sepak bola belakang, yang letaknya di tengah-tengah antara gedung TK-SD PL dan juga gedung SMP PL. Sudah banyak berubah. Lebih bagus, dan bertribun. Memori yang paling melekat adalah saat pelajaran olah raga. Dulu kami sering sekali disuruh lari berkeliling lapangan tersebut. Jumlah banyaknya putaran yang berhasil kami lakukan menjadi indikator dari nilai yang akan diberikan Pak Diardjo. Otak kriminal kami pun berfungsi dengan baik. Sambil berlari kami membawa satu plastik spidol aneka warna untuk menambahkan turus di kertas penilaian yang kami bawa sambil berlari. Hal ini lama-kelamaan diketahui oleh Pak Diardjo. Ia pun tak mau kalah. Ia juga menyediakan spidol aneka warna. Dan ia menambahkan turus setiap putarannya dengan warna spidol yang berbeda. Jadi para muridnya tak bisa lagi berbuat curang. Guru belajar juga dari muridnya bukan?
Akhirnya perjalanan kami hari ini, kami tutup dengan kongkow-kongkow sambil minum kopi. Tempat yang kami tentukan adalah Pondok Indah Mall. Pusat belanja yang sering kali menjadi tempat nongkrong kami dulu. Bahkan mungkin jadi rumah ke-2. Maklumlah pusat perbelanjaan ini baru dibuka tahun 1991, serasa menyambut dan memeriahkan masa-masa ABG kami dulu. Dan ternyata masih menjadi bagian hidup kami seperti belasan tahun lalu?
Untuk semua guru, karyawan tata usaha, petugas keamanan, pedagang kantin, dan pedagang jajanan di depan sekolah, kami hanya bisa mengucapkan terima kasih telah menjadi bagian hidup kami. Tanpa kalian, kami tak akan bisa seperti sekarang ini. Semoga masih ada kesempatan untuk kita bertemu nanti.
Info terkini tentang SMP PL:
Hari Sabtu libur *udah beberapa tahun ini ternyata*
Gedung sekolah, jelas lebih bagus. Yang dulu deretan ruang kepala sekolah, TU, itu sekarang sudah 3 tingkat. Aula sudah lebih besar dan menyebabkan kelas 3C dan 3D dulu hilang. Kelas 3A dulu sudah menjadi WC wanita. WC pria tetap seperti dulu. Perpustakaan masih di tempat yang sama, walau tak seluas dulu. Ada ruang doa dan ruang musik. Ada laboratorium komputer. Sudah tidak ada lagi ring basket di dalam sekolah, semua fasilitas olah raga dipusatkan di belakang, dan sudah bertribun.
Guru-guru yang sudah meninggal : Pak Aris (dulu mengajar Agama Katholik), Pak Theo (dulu mengajar Sejarah, Menggambar, PSPB), Pak Sutrisno (dulu mengajar Lab. Fisika), Pak Parno (dulu mengajar PMP, beliau meninggal di LA, USA), Bruder Octave (dulu mengajar Aljabar), Bruder Isnaryoto (Kepala Sekolah, meninggal karena sakit gula), Pak Budiono (Wakil Kepala Sekolah).
Guru-guru yang sudah pensiun: Bu Ledjati (dulu mengajar B.Indonesia kelas 1-2), Pak Parsudi (dulu mengajar B. Indonesia kelas 3), Bu Lucy (dulu mengajar B. Inggris kelas 1), Pak Sulis (dulu mengajar B.Inggris kelas 2-3), Bu Eveline (Dulu mengajar Seni Musik kelas 3), Pak Sumantoyo (Dulu mengajar Geografi kelas 2), Pak John (Dulu mengajar Matematika kelas 3).
Guru-guru yang pindah mengajar atau mengundurkan diri: Pak Diardjo (Guru olah raga. Berhenti setelah ia bercerai dengan istrinya dan menikah lagi), Bu Yani (Guru Seni Musik 1-2), Pak Wanto (Guru olah raga. Ternyata Pak Wanto ini dulu hanya guru sementara).
Guru-guru yang masih aktif mengajar : Bu Tuti (Dulu dan sekarang masih mengajar Ekonomi), Pak Kasidjo (Dulu mengajar Tata Buku, sekarang mengajar Akuntansi), Bu Narti (Dulu dan sekarang mengajar Biologi), Pak Harsono (Dulu mengajar Matematika, Fisika, sekarang mungkin masih sama, kemarin aku sedang sibuk mengambil gambar saat yang lain sedang berbincang-bincang tentang ini), Bu Agnes (Dulu dan sekarang masih guru BP), Bu Dewi (dulu tidak sempat mengajar kita, tapi waktu kita kelas 3, ia baru masuk dan mengajar Matematika kelas 1).
Karyawan TU yang masih ada: Pak Wito, dan Bu Ati.
Petugas Satpam yang masih ada: Pak Dominggus, dan Pak Jafet.
Petugas Satpam yang sudah meninggal: Pak Pendi.
Jajanan yang masih ada: Soto, Mie Ayam Rus (yang jualan juga masih sama), Somay Johni (yang jualan sekarang anaknya Johni).
Eh, ngomong-ngomong kemarin Rus nanyain tuch, masih ada yang punya utang? Namun sepertinya dia cukup rela untuk tak dibayar...hahahha...
Ya sudah teman-teman, itu informasi terakhir tentang SMP PL kita tercinta. Mudah-mudahan masih akan terus hidup dan berjaya seperti lagu mars kita dulu....
Hiduplah SPL, Hiduplah SPL, SPL suburkanlah...Harumkanlah namamu, Tunjukkanlah baktimu, Berbakti dengan suka rela hati untuk Tanah Airku.
Selasa, November 18, 2008
Kembali ke Sekolahku Tercinta...
Pikiran seorang Rufina Anastasia Rosarini pada saat 12.31
Kategori tulisan: Jurnal Hidup
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar