Minggu, Desember 28, 2008

Tik..Tok..Tik..Tok..

Tik...tok...tik...tok...

Bunyi jam dinding di kamarku serasa menyebalkan...
Lebih menyebalkan saat-saat ini...
Saat aku menyadari bahwa pergantian tahun sudah dekat...
Apalagi jika kesadaran itu, ditambah dengan rasa mual akibat memakan makanan dengan banyak MSG, yang membuat mata kantuk ini tak kunjung bisa membuat tubuh tertidur...

Jam itu akan terus berjalan...
Tak akan pernah habis...
Walau saat ia kehabisan energi sekalipun...

Yang sangat aku ingin ia benar-benar mati tak berdetik...
Tak menjadikan hari itu bagiku...
Selasa, 29 Juli 2008...
Tapi tak ada daya-ku memintanya berhenti...
Pun dengan lemparan batu yang memecahkannya berkeping-keping...

Detiknya harus terus berlanjut...
Membiarkan air mata, peluh menjadi teman setiaku...

Hingga hari itu...
Jumat, 21 November 2008...
Kuhabiskan 3 hari penuh cinta dengan sahabat-sahabatku...
Hingga bisa hapus semua luka...
Terganti dengan senyum, tawa dan canda...
Tak peduli jika itu hanya sementara...

Ternyata benar menyisakan cinta...
Saat ia meminta untuk mengizinkannya menikmati bintang biru di mataku...
Tak tahu sampai kapan...
Sampai aku benar-benar menemukan bintang biru yang aku cari selama ini...
Di binar mata seseorang...

Tapi untuk sekarang,...
Aku hanya ingin istirahat...
Sejenak menikmati segelas air atau secangkir mimpi yang tersuguh di depanku...
Sejenak berhenti bermimpi...

Walau kami berdua tahu...
Jejak langkah itu, sudah terlalu dalam untuk bisa dihapuskan...

Sabtu, Desember 27, 2008

Hadiah Natal?

Duduk di sebelahnya, saat ia mengendarai mobil, di tengah kemacetan jalanan yang menyebalkan, tiba-tiba ia bertanya padaku...

"Masih suka kangen ga sama dia?"

"Ha? Apa?"

"Ga, masih suka kangen ga sama dia?"

"Masih lah. Bohong kalo gue bilang ga kangen."

Pertanyaan berikutnya pun terlontar dari mulutku...

"Kenapa tiba-tiba elo tanya itu ke gue?"

"Ga, barusan aku ngerasa, pikiranmu tiba-tiba ke dia khan?"

"Tadi malem dia SMS gue."

Dan tak berapa lama, aku meraih ponsel-ku yang berisi SIM Card dengan nomor khusus yang hanya aku berikan kepada orang-orang tertentu. SMS itu pun aku tunjukkan padanya.

"Eh, apaan tuh. Ga keliatan. Bacain aja."

"Ah, males."

"Bacain aja, apa susahnya siy?"

Dan...

"Bayi kecil, maaf ya natal kali ini aku gak bisa kasih apa2. I can only offer you a big warm place in my heart for you. Forever yours."

"That's enough for me baby..I know all the things that we have so precious 4 us."

Memang, pada akhirnya aku akan membenarkan perkataannya saat itu...

"Siapa bilang posisi kamu tergantikan?"

Selasa, Desember 23, 2008

Cinta Terlarang...

Satu yang ada di benakku kala aku mencoba memikirkan dua kata tersebut.

"Bikin pusing."

Cinta itu sendiri sudah bisa membuat seseorang menjadi pusing, apalagi jika cinta itu dilarang. Bisa kamu bayangkan tidak, akan pusing seperti apalagi orang yang mengalami hal itu.

Cinta? Makhluk halus, sejenis lelembut, bagai jalangkung, yang datang tak diundang, pulang tak diantar. Ia datang dan pergi sesuka hati. Tak peduli waktu, tempat atau pun orang yang ia datangi. Apalagi berpikir tentang suku bangsa, ras, agama, usia, perjaka, gadis, duda, janda, bahkan jenis kelamin. Sama sekali ia tak peduli. Brengsek memang kalau dipikir-pikir, urusan cinta ini. Tak terlihat, tapi pasti sempat membuat kita pusing, bagai terserang vertigo tiada henti.

Sekarang, bagaimana dengan cinta terlarang? Terbukti paling ampuh membuat seseorang tambah kreatif. Mulai kreatif bohong, kreatif backstreet, kreatif mencari tempat jalan yang sepi, kreatif mencari seribu alasan untuk bisa bertemu, dan kreativitas-kreativitas lainnya yang sebelumnya kita pun tak mengira bisa melakukannya.

Namun pernah tidak kamu pikirkan sebelumnya, sebenarnya terjadinya cinta terlarang itu karena apa, siapa dan kenapa?

Apa penyebabnya, tentu faktor-faktor yang sudah aku sebutkan di atas, yang sama sekali tidak dipedulikan oleh cinta itu sendiri, tetapi SANGAT diperhatikan oleh orang-orang yang berada di sekitar orang yang sedang jatuh cinta.

Siapa yang melarang, pastinya orang-orang yang tidak setuju akan cinta yang terjadi dengan dilatarbelakangi kondisi-kondisi yang tidak dipedulikan oleh cinta. Dan tentu saja, bukan oleh orang yang menjalani cinta itu sendiri, karena jika di lubuk hati terdalam salah satu dari mereka merasakan bahwa cinta itu tak baik untuk dijalani, pastinya mereka sudah mundur seribu langkah.

Kenapa cinta itu dilarang? Menurutku, ujung dari semuanya itu adalah karena ada orang yang membiarkan cinta itu dilarang. Rela untuk dilarang. Pasrah terhadap larangan-larangan tadi. Dan orang itu adalah orang yang sedang dalam cinta tersebut.

Damn!!! Gubrag.

By the way, do you love pains? I do.

Jumat, Desember 19, 2008

Empat Kaki Di Savana...

Ia tahu bahwa dirinya tak berani menatap mata laki-laki itu sejak pertama kali ia jumpa, atau tepatnya semenjak mereka bertemu lagi. Di benaknya hanya ada kepasrahan, rasa canggung, bingung, ragu, nelangsa, dan tanda tanya-tanda tanya yang bertebaran, yang tak ingin ia bagi ke siapa pun, termasuk laki-laki itu.

Hanya 6 hari setelah pertemuan itu. Mereka berjanji untuk bertemu lagi. Keraguan itu lebih mewarnai wajah mungilnya. Dingin bagai es di kutub utara, ia hadirkan di tengah pertemuan kali itu. Berjarak 1 hingga 2 meter ia berjalan di depan laki-laki itu. Tetap tak berani ia tatap wajahnya, apalagi tantang pandangan matanya.

Pertemuan demi pertemuan mereka jalani. Hingga permintaan itu. Permintaan untuk boleh menikmati teduh binar mata mungilnya. Menyandarkan kepalanya sejenak dan beristirahat. Memintanya berjalan bersamanya di padang tandus bernama savana. Walaupun mereka berdua tahu, ini adalah savana kesekian kalinya yang mereka jalani dengan penuh kenekatan. Berharap mendapatkan kesenangan dari sakit yang tak kapok mereka hadapi. Padang tandus itu penuh duri tanaman perdu yang tak tahu diri tumbuh sesuka hati. Tak ramah terhadap pendatang yang ingin berjalan menentukan arah. Tak satu pun petunjuk arah ada di sana.

Namun, mereka berdua pun tahu, suatu hari nanti mereka akan berjalan sendiri. Lagi. Menuju arah yang berbeda. Kembali. Tak bertemu ribuan hari. Untuk kesekian kalinya.

Dan mungkin akan bertemu. Lagi.

Senin, Desember 15, 2008

Kenal dan Pahami...

If you do not want what I want, please try not to tell me that my want is wrong.

Or if my beliefs are different from yours, at least pause before you set out to correct them.

Or if my emotion seems less or more intense than yours, given the same circumstances, try not to ask me to feel other than I do.

Or if I act, or fail to act, in the manner of your design for action, please let me be.

I do not, for the moment at least, ask you to understand me. That will come only when you are willing to give up trying to change me into a copy of you.

If you will allow me any of my own wants, or emotions, or beliefs, or actions, then you open yourself to the possibility that some day these ways of mine might not seem so wrong, and might finally appear as right for me. To put up with me is the first step to understanding me.

Not that you embrace my ways as right for you, but that you are no longer irritated or disappointed with me for my seeming way wardness. And one day, perhaps, in trying to understand me, you might come to prize my differences, and, far from seeking to change me, might preserve and even cherish those differences.

I may be your spouse, your parent, your offspring, your friend, your colleague. But whatever our relation, this I know: You and I are fundamentally different and both of us have to march to our own drummer.

If a man does not keep pace with his companions, perhaps it is because he hears a different drummer. Let him step to the music which he hears, however measured or far away.


*Henry David Thoreau (in Please Understand Me II, 1998)*

Mudah-mudahan semua orang jadi bisa lebih mudah memahami orang lain...

Rabu, Desember 10, 2008

Lelahmu Jadi Lelahku Juga...

Minggu malam, 7 Desember 2008, tepatnya pukul 23.12, aku mendapatkan pesan singkat dari Mas Wawan.

"Karin dirawat di MMC td pagi. Aku br dgr dari shanty via fb."

Pesan singkat itu baru aku baca sekitar pukul 01.30 Senin dini hari, karena aku ketiduran saat meninabobokan keponakanku tercinta, yang aku 'culik' ke Malang, tentu tanpa kedua orang tuanya. Senin pagi ini pula, kami sekeluarga akan terbang kembali ke Jakarta. Senang sebenarnya. Sudah terbayang kembali berada di depan laptop tercintaku, dan kembali "hidup" di dunia maya selama berjam-jam.

Selama menunggu di bandara, aku pun sibuk berbalas pesan singkat dengan Mas Wawan tentang rencana hari ini. Dan akhirnya kami sepakat bertemu di Plaza Semanggi pukul 16.00, setelah urusanku membayar tagihan telepon seluler selesai. Dari Plaza Semanggi, kami langsung menuju Rumah Sakit MMC. Niat kami untuk pergi ke Pacific Place, akhirnya kami urungkan.

"Yakin nih Mas, kita boleh masuk, ga jam bezoek?"

"Kalo ga boleh, gue buat boleh ntar."

"Ok."

Kami berdua langsung menuju lantai 3, tempat sahabat kami dirawat. Jam di tanganku menunjukkan pukul 16.30. Sesaatku membuka pintu. Aku tak percaya sama sekali apa yang aku lihat. Sahabatku terbaring lemah, dengan tatapan mata kosong, berpeluh keringat tanpa henti, dan tangan kanan yang mengalami tremor. Suaminya, Yudha tampak panik tak terhingga, apalagi sebelum kami berdua datang, ia sedang menunggui Karin seorang diri. Kami bertiga pun sibuk memanggil-manggil Karin, ia pun merespon dengan sangat lemah. Suaraku pun tak dikenalinya. Yudha seketika memanggil perawat melalui bel yang berada di samping tempat tidur. Dokter jaga pun kemudian datang, dan memeriksa kondisi Karin.

Kami biarkan dokter itu memeriksa, ditemani oleh Yudha dan dua perawat. Aku dan Mas Wawan duduk manis di sofa yang berada di sana. Tirai yang dibuka, membatasi pandangan dan pendengaran kami terhadap hasil pemeriksaan tersebut. Hingga akhirnya dokter menarik Yudha menjauh dari Karin.

Aku sudah mencium ada suatu ketidakberesan di sana. Aku biarkan mereka berdua berbicara, hingga penilaianku bahwa dokter sudah hampir selesai berbicara dengan Yudha, dan rasa penasaranku yang sudah tidak terbendung, baru aku kemudian mendekati mereka berdua. Mas Wawan yang tadinya masih duduk di sofa, kemudian menyusulku mendekati dokter dan Yudha. Tak lama kami berempat berdiri di depan pintu kamar, hingga perawat memanggil, "Dok, sudah merespon, sudah kembali."

Kepanikan kami yang berada di ruangan itu, terganti dengan rasa lega. Yudha tak tahan menahan air mata dan memeluk istri tercintanya. Tatapan mata itu sudah kembali menggapai segala sesuatu di sekitarnya. Dan begitu ia melihatku berdiri di sampingnya...

"Eh, ada anak monyet."

"Kurang ajar. So you didn't know that I'm here?"

"No."

"Apa siy 'Rin rasanya?"

"All white. Terang."

Tanganku memijat telapak tangan sahabatku itu. Mas Wawan pun melakukan hal yang sama pada telapak kakinya.

Karin tak berhenti menatapku. Hingga aku pun berkata padanya.

"Kenape lu, takjub liatin gue? Jangan buat kita panik lagi ya, Non."

"Ga, gue belum iseng aja. Liat elu jadi inget gue. Gue belum aja tuch ngasih tau temen gue yang satu lagi kalo gue opname."

"Rully 'dah gue sms kok 'Rin, tapi belum reply aja. Begitu tadi malem gue baca sms dari Mas Wawan, langsung gue forward."

"Gue sangat beruntung dikelilingi teman-teman yang pinter memijat. Dari panti pijat tunanetra mana Mas?"

Ah, senangnya Karin sudah bisa kembali bercanda di tengah-tengah kami. Senang, akhirnya kami bisa melihat tawanya kembali setelah ia sempat membuat kami panik selama kurang lebih 15 menit tadi. Mas Wawan pun kemudian menanggapi canda Karin tadi.

"Hmmm, saya dari panti pijat Rindu Order, Bu."

Makan malam untuk sang pasien pun tak lama terhidang. Aku kemudian menyuapi Karin. Baru suapan yang ke-2, dokter spesialis syaraf pun datang. Meminta Karin bercerita tentang apa yang dirasakan. Termasuk semua keluhannya. Aku dan Mas Wawan kembali menjauh, kembali duduk manis di sofa. Dari tempat duduk kami, aku tahu Karin bercerita dengan sangat jelas, baik dari suaranya maupun dari jalan ceritanya. Tak terlihat ia sedang sakit saat bercerita pada dokter.

Setelah dokter meninggalkan ruangan aku pun kembali berdiri di samping tempat Karin terbaring, untuk meneruskan menyuapinya. Suapan ke-3 berhasil ia telan. Namun aku kembali melihat tanda-tanda ketidakberesan lagi. Suapan ke-4 aku masukkan ke dalam mulutnya, belum selesai ia mengunyah, ia kembali lemas dan tremor.

Seketika itu juga aku letakkan piring yang aku pegang, di atas meja. Kemudian berlari ke luar ruangan kamar, menuju meja perawat. Dokter yang tadi memeriksa Karin, ternyata masih ada di sana. "Dok, Karin 'kayak tadi lagi."

Kami akhirnya sibuk memanggil-manggil Karin lagi, berusaha untuk menyadarkan ia. Namun dokter bertindak lain.

"Sus, kasih valium aja."

"Berapa Dok?"

"Yang 5 mg aja."

Seketika tremor di tangannya hilang. Dan ia pun kembali tertidur. Peluh kembali keluar dari sekujur tubuhnya. Akhirnya dokter memutuskan untuk mengambil tindakan c.t scan terhadapnya. Aku lihat walaupun Karin tertidur, tapi otaknya masih bekerja dengan baik. Tangannya masih berusaha menyeka wajahnya yang penuh keringat. Aku pun kemudian mengambil handuk kecil yang tadi dipakai Yudha untuk menyeka wajahnya. Perawat pun kemudian menyiapkannya untuk diambil tindakan c.t scan. Yudha yang terlihat kembali panik menghampiriku..

"Temenin gue c.t scan donk."

"Ya, iya lah 'Dha, masakh kita berdua ninggalin elu."

Kami bertiga pun menemani Karin untuk menjalani pemeriksaan c.t scan. Selama Karin di dalam, kami bertiga menyempatkan diri menghirup udara di luar rumah sakit. Beristirahat sejenak, terutama untuk Yudha. Ia sempatkan sedikit mencurahkan segala rasa yang ada di hatinya saat itu. Aku yakin, perasaannya kali itu tak karuan. Menyebabkan air mata tak kuat lagi ia bendung saat ia merangkul Mas Wawan.

Istirahat kami saat itu, ditemani dengan sebatang hingga 2 batang rokok. Dan tak lama kemudian aku melihat jam yang melingkar di pergelangan tanganku sudah menunjukkan pukul 18.30. Sebentar lagi waktunya makan malam. Melihat kondisi Yudha, yang sepertinya sudah tidak memikirkan dirinya sendiri lagi, aku dan Mas Wawan kemudian pergi ke Pasar Festival untuk mencari makan malam, baik untuk kami berdua, juga untuk Yudha, dan mamanya yang rencana datang malam ini.

Setelah kami berdua selesai makan, kami berdua segera kembali ke Rumah Sakit. Saat kami di dalam elevator, dan pintu elevator itu sedang terbuka di lantai sebelum yang kami tuju, kami melihat perawat yang tadi membawa Karin ke ruang c.t scan sedang berdiri di depan pintu elevator. Langsung saja aku tanya padanya.

"Sus, Karin 'dah selesai c.t scan?"

"Sudah, sekarang dipindahin di ICU. Di lantai sini."

Sekeluarnya kami dari pintu elevator itu, kami langsung melihat Yudha, yang sudah ditemani oleh mama tercinta. Wajahnya kembali panik, kacau, bingung tak karuan. Tanpa perlu bertanya bagaimana hasil c.t scan Karin, ia pun sudah mengatakannya padaku dan Mas Wawan.

ICU, Intensive Care Unit, tempat yang meninggalkan memori pahit, kembali aku lihat, walau berbeda rumah sakit. Perjuanganku ikut membantu mengupayakan papa bisa bertarung dari sakit jantungnya tahun lalu masih tersimpan dengan rapi, cantik dan tak bercacat di bagian memori otakku. Kali ini sahabatku yang harus merasakan tinggal dan dirawat secara intensif, tanpa lepas dari pengawasan dokter, di ruangan itu.

Satu yang aku minta,...

Aku ingin Karin kembali sehat, bisa berkumpul dan tertawa lagi di tengah-tengah keluarga dan teman-temannya. Dan semoga semua kenalannya, dan bahkan semua yang mampir dan membaca tulisanku ini, berkenan dan tidak lepas mendaraskan doa untuknya...

Wahai Tuhan, Jangan Bilang Lagi, Itu Terlalu....Tinggi....

We all love you 'Yin, please be tough honey, our prayers always for you...

Jumat, Desember 05, 2008

Perjalanan # 1

A & B sama-sama memakai pakaian atasan bewarna hitam. Sama-sama berlengan panjang. Mereka bertemu di Starbucks Oakwood. Tentu setelah jam kantor usai.

Saat itu, kalau tidak salah hari Selasa. Semua sesuai dengan apa yang direncanakan hanya dengan teknologi pesan singkat, kecuali masalah waktu bertemu. Awalnya mereka berencana bertemu tepat pukul 17.00, akhirnya mulur hingga pukul 18.00, karena perjalanan yang harus ditempuh oleh B dari daerah Bunderan HI sedikit tersendat.

Sesampainya B di Oakwood ia berbelanja sebentar di Ranch Market, dan akhirnya memesan minuman favoritnya di Starbucks. Ia cuma duduk diam di tempatnya. Menunggu A. Menunggu dengan penuh keraguan. Penuh dengan tanda tanya besar di kepalanya, apakah semuanya ini tepat atau tidak, ataukah dirinya siap untuk menantang bahaya yang jauh lebih besar lagi atau tidak.

Saat A tiba dan menghampiri, tak ada cium pipi kiri dan kanan seperti biasa saat B bertemu dengan hampir semua teman-temannya. Pandangan mata yang dingin, dan gaya bicara yang ketus, semua ditampilkan untuk menutupi semua keraguannya.

Setelah A & B menghabiskan seluruh makanan dan minuman, atau setidaknya sudah merasa kenyang, mereka berdua menuju salah satu gedung di dekat tempat pertemuan mereka itu. Menuju ke parkiran, tempat salah satu dari mereka memakirkan mobilnya. Dan akhirnya mereka melaju ke pusat perbelanjaan, di bilangan SCBD, yang sebenarnya pusat belanja favorit salah satu di antara mereka. Dan setahun ini, sering ia habiskan waktunya di tempat itu dengan seseorang. Namun itu dulu, yang berarti tak lagi.

Sesampainya di pusat perbelanjaan itu, tempat yang langsung dituju adalah lantai 6. Bioskop besar dan ternama ada di sana.

"Sial, sebel banget aku tempat ini."

Memori pahit membuat salah satu mereka sedikit nestapa. Ya, walaupun obat itu pahit, tetap harus diminum bukan?

Akhirnya mereka berdua membeli tiket Quantum of Solace. Film yang memang belum sempat ditonton oleh mereka berdua. Jam pertunjukkan yang mereka pilih, adalah pukul 21.30. Bisa dipastikan mereka akan pulang malam, larut malam, yang sebenarnya dulu sulit sekali dilakukan oleh salah satu dari mereka.

Menunggu waktu hingga jam pertunjukkan tiba, mereka berkeliling pusat perbelanjaan itu. Seperti tak ada tujuan hendak ke mana. Setelah mereka berdua lelah berputar-putar, akhirnya mereka memutuskan untuk duduk di sebuah kedai kopi. Hanya untuk melepas dahaga dan menghisap rokok sebatang, dua batang.

Saat duduk di sana, mereka berdua lebih sering sama-sama diam. Tak ada cerita istimewa yang mereka bagi. Yang satu hanya duduk membaca sebuah majalah, yang satu sibuk dengan sebuah blackberry di tangan, yang diutak-atiknya, untuk mengintip tulisan-tulisan seseorang di situs miliknya. Yang pada akhirnya ia mencoba untuk mendukung orang itu memberanikan diri menjadi seorang penulis. Menurutnya, bakat menulis orang tersebut tinggal perlu sedikit saja diasah.

Hingga hampir mendekati pukul 21.30, mereka berjalan menuju gedung pertunjukkan film yang akan mereka tonton. Dan hanya ada 3 pasang manusia yang menonton film itu, termasuk mereka berdua.

"Brrrrr, dingin."

"Mau aku peluk?"

Tawaran itu ditolak hanya dengan sebuah gelengan kepala. Dan itu hingga akhir film.

Mereka pun akhirnya pulang. Ada seseorang yang memang harus diantar terlebih dulu, sebelum yang satunya pulang ke rumah. Jauh sebenarnya, namun lengangnya jalanan Jakarta malam hari membuat jarak yang di tempuh hanya membutuhkan waktu 20 menit. Hingga keduanya bisa istirahat dengan nyaman di rumah masing-masing.

Persepsi Bebas # 4

B: Just woke up
A: Hi sweetie.. welcome back from dreams
B: Hi..just opened facebook n got reply from him, n it made me cry
A: Cry if it makes u feel relieved dear
A: Just read it. N replied. Brief though. Be strong sweetie. U still hv wings...

B: Having lunch already?
B: Busy?
A: Just finished interview outside. Otw back to office
B: Okay. Lunch already? Miss me? I'm so sleepy n having a headache.
A: Back to office. U badly need rest sweetie. Don't go if u r not ok this aft
B: No, i just need pain killer 2 kill this migrain, n c u tonite. Dnt worry migrain is my close friend since long ago. But will be late 2 be there..how's that?
A: Ok with me hon. Rest now. Miz u

B: Tol kb. Jeruk lancr bgt. Bentar lg mask tol dalam kota..meet u @ oakwood? Bs ontime ga?
A: Will leave office at 5 sharp then. Will we go direct or stay oakwood first?
B: Up to u
A: Lets hv coffee at starbucks first then
B: Ok..meet u there

B: Gila lancr bgt. Dr rumah cm 30 menit. Jalanan kayak jakarta pas lebaran. Nw aku dah di dpn plangi.
A: Tahu kl dewi lelah mimpi mau lewat....

B: Starbucks penuh damn
A: Di loewy blh
B: Ok

B: Lemme know when u r home babe.. Miz u aready..hugs n kisses 4 u
A: I will sweetie. Hv enough rest. Hope ur migrain is gone.
B: Love u mr than yesterday..
A: More n more tmrw? Am home safely.
B: Buset cepet amat...More and more 2morrow..
A: Thx 4 d company. I do hope so.

B: Kita hr ini ga usah chatting dulu ya. Biar bsk kangennya bnyk..hehehe..bsk kalo aku plu your driver boleh ya? Nanti aku bilang ya.
A: sure luv. bsk sp siang my driver masih di bengkel pdk indah
B: Wah dkt..ntar aku blg ke kamu ya.. xoxo ..

B: Sayang..miz u
A: miz u too so much sweetie

Rabu, Desember 03, 2008

Persepsi Bebas # 3

B: yes..
B: i want you to revise that..
B: deep inside my heart....i know i like it..
A: what good does it do?
B: tapi kalo elu ngga bisa me-revise ya tak apa juga
A: ya kalau tak apa jua gak usah kita revisi
B: kayak yang kamu bilang..
B: yang terbaik menurut hati gue atau otak gue?
B: which one?
A: u decide for urself. nobody else can
A: u haven't answered my question abt what good does it does. the revision
A: apa ada kebaikannya jika direvisi
A: apa bagusnya
B: oooooo
B: my heart said it's good to be revised..
B: my brain said...it's good too...if we're ready to face those pains again...in the future...
A: are u ready to face the pain? that's the key
B: i know...
B: just like what you said..
B: actually i love those pains rite?
B: you said so?
A: yes true. i said so. so u r ready then?
B: i do
A: me too
B: so?
A: if u really ready to face the pains, i will revise it
B: i said i do..
B: so revise it then..
A: i will
A: welcome to the mad house....
B: thanks..
B: another mad house i found..
B: been there done that..
B: walaupun levelnya ngga sama..
B: and sekarang jauh lebih berat..
B: and lebih seruu..
A: hopefully lebih enjoyable too
B: pasti..

A: now i can tell u. i wrote that note for u. that's what i really feel deep inside
B: i know it dear..
B: i know that was for me..
B: i know that you lied to me..
B: said that note was not for me..
B: do u think that i'm stupid..
B: can not read between the lines..
B: come on..
A: of course i know that u will know dear
A: it's very clear. been years n years i never write anything. a poem especially.
B: trust me i knew it from the first time i saw that note
B: thats for me
B: gue tau kok ada seseorang yang nawarin air putih ke gue...tulus...dan gue sebaiknya berenti berjalan di savana itu lagi...
A: yes i know for sure. i simply wrote what i felt inside. it is confusing i guess but that's it. that's what i feel. longing for your voice, your touch, the pain you will bring to me, etc etc.
A: walk with me in the savana sweetie...
B: will do
A: honestly kau pasti ketawa baca notes itu kan?
A: kacau banget
B: kenapa mesti kecewa?
A: ketawa
B: nope..
B: kacau bagian mananya?
A: everything in it.
A: even the language i used
B: sedikit berbelit2 bahasanya
B: tapi gue tau maksudnya apa kok
A: that's the language of a real introvert....
A: can't express what's inside
B: so true
B: very true
B: semuanya implisit
A: thank God smbody msh bisa digest
B: ya..
B: and somebody itu gue..
A: yes
B: so?
A: take it as the first stupid poetry u ever receive
B: okay..
B: tapi tetep gue ngga liat itu stupid siy
A: that's what i felt when coming back from taking you home semalem.
A: i closed my eyes n tried to sleep but what i got is ur remnants around my house
A: sisa2 bayanganmu
B: aaaa so sweet..
B: heheehhehe
A: makanya. stupid kan?
B: apanya yang stupid siy?
B: ngga ada gitu?
B: masih takjub loo gue..
B: dari sekian banyaknya orang yang dateng ke elooo..
B: nawarin air putih itu..
B: elo pilih gue...
B: yang ngga bawa apa2...malah
A: justru krn lu ga bawa apa2 kali gue jadi suka
B: bawa sesuatu siy..
B: my crying face actually
B: hehhehehe
B: if she asks you..
B: what are you going to say?
A: i will say you miss my comfi couch
B: monyet
A: ha ha ha
B: serius niy gue
A: she misses that couch coz smbody from the wonderland sit on it n comfort her
B: that's all about me..
B: how about you?
A: and that somebody from the wonderland find a peaceful blue lake in her eyes
A: with thousans of streams flowing out from it where he can wash his weary feet

B: btw...
B: bayanganku masih di rumahmu?
A: still
B: bayangannya ngga bisa ditangkep?
A: i don't wanna catch your shadow
B: kenapa ngga mau nangkep?
A: kesian ntar terpenjara.

B: ma kasi ya dah bikinin gue puisi..
B: sori banget tadi ngga bisa ketemu..
A: ada yang bilang besok n lusa sih
A: itupun kalau tdk berubah pikiran
A: jam 5 an ok sih
B: terus mau kemana ya?
A: jam brp ktm disana?
B: be there around 5

A: another sugesstion: when u wanna go with anybody n leave me. please tell me honestly.
B: yupe
B: itu juga...
B: will dooo....
B: promise you..
B: elu perlu tau gue kmana dimana sama sapa?
B: tiap saat tak?
A: thanks. no need. tell me when u start thinking of somebody else and considering a more serious relationship
B: cuma perlu itu..?
A: dont lie to me coz usually i always find out
B: gue masih boleh pergi ama sapa pun?
B: no need to tell u?
A: i need to tell u this coz trust me i dont want to hate u because of lies. u can go for friendship sure. i leave it to u whether or not to let me know. i want u to grow up and become a mature girl.
B: okay
B: good
A: u know what? i know someday u will leave me.
B: i know that also
B: i have that kind of quality...
B: dari dulu...
A: when that happens i hope u have made progress. personality wise.
B: will do..
B: it's the time though
A: anything u want me to do?
B: satu lagi..
B: your angels?
B: gue ga mau di BTin ama mereka
A: considering all your situations you told me, let them know that we are friends, good friends. kecuali we have future. otherwise malah jadi BT semua.
B: sip
B: agreed
B: jangan memperburuk keadaan..
A: and i told u abt my ex yg kadang msh minta tolong aku soal kerjaan kan?
B: no need to worry
A: tadi dia sms mau minta tolong dibantu krn tgl 12 dia presentasi besar.
B: ngga masalah sama sekali...
B: go ahead
B: you r her mentor anyway..
A: thanks. i dont want you to think of smthg not right.
B: ga juga kaliii..
A: yes i am her mentor
B: santai..
B: i know your quality..
B: kalo pun kalian mau aneh2...gue ngga bakal tau...
B: gue cuma percaya omongan mu ajah..
B: i know your quality...
A: thanks sweetie.
A: but i feel strange honestly. never have this kind of relationship in my life
B: apa pun pasti ada pertama kalinya khan?
B: ya gak?
B: but tell me, you dont like it?
B: dan elu kecewa?
A: honestly... sedih
B: aduuuhhh..
B: u dont want it?
B: kalo ngga juga ngga papa ..
A: lets give it a try
A: i will tell u what i feel after sometime
B: yeah i know..
B: that's part of pains yang udah kita sanggup hadapin ga siy?
B: ya

B: do you see that we have future?
A: i see it but you don't
B: huh?
B: really?
B: how come?
A: yes but u will never believe
B: tell me
A: i don't know honestly how
B: tell me
B: what did you see
A: if i know i will tell you for sure
B: that we are going to be together?
B: in marriage or something like that
B: ?
A: yes
B: so i hurt you now
A: very much. i feel like crying now
B: what should i do
A: but it's my ego hurts
A: nothing
B: lebih baik gue ngomong dari awal ngga siy?
A: yes. i appreciate it dari awal.
A: it's all coz segila apapun aku i know didalam aku halus sekali
A: dan yang paling membuatku sedih...
A: adalah kayaknya masih jauh kau akan menjadi matang... sedih banget. banget. banget...
B: gue ngga tau harus jawab apa
A: i have a meeting tomorrow at 8. can it be excused now sweetie?
B: mau off dulu?
A: yes unless u have smthg to say.
B: no...
B: bobokh gih...
A: tell me one thing before i sleep. you don't love me, right?
B: gengsi gue lagi menutupi..
B: but somehow...saat gue lagi bengong or malah lagi ngga mau pikir apa2..
B: that feeling comes up
B: so i'll answer...not yet...but i will
B: *mendingan gue ngga boong khan?*
A: thanks a lot. i appreciate your frankness.
B: again it hurts you rite?
A: it does. but i am not a kid anylonger. pain has been my close friend since long ago
B: okay...
B: sleep tite tonite...
B: lets walk to that mad house together..
B: don't we?
A: let's explore the wild, weird n mean world. walk with me. dream with me. n search for a glass of water together.
B: will do darl...
B: nite2..
A: i love u if only u know
B: i know it..
B: i know that you lied to me also ..
B: by saying it's only an affection...
A: my affection to u is as big as my love. i am not lying. if i have to choose i prefer to give u the affection
B: :)
B: ya udah..gih tidur...meeting jam 8 khan? ntar telat lagi...
A: ok. my BB YM is online in case u can't sleep n want to drop me some notes. sleep tight babe...
B: you too darling
A: lots of kisses....

A: God I feel like hell tonight.....

Selasa, Desember 02, 2008

Curhat Buat Sahabat...

"Senen aku mau cuti. Mau nemenin?"

Ya, kira-kira itu salah satu obrolanku di Yahoo Messanger dengan seseorang beberapa waktu yang lalu.

"Salah. Harusnya nanyanya 'ga gitu. Harusnya, temenin yuk!"

Dan akhirnya Senin ini, kami pergi. Rencana sempat berubah beberapa kali. Dan akhirnya kami berjanji bertemu di Pondok Indah Mall II. Kami berdua belum sarapan, dan saat itu juga sudah waktunya makan siang. Sudah bisa dipastikan perut kami berdua sudah minta diisi makanan. Shabu Tei, restoran yang kami pilih. Dan Sukiyaki adalah menu andalanku, sejak pertama kali aku mencoba makanan di restoran ini.

Setelah makan, kami sempat berkeliling pusat perbelanjaan tersebut. Menemaninya mencari barang yang belum juga ia temukan di tempat ini. Kami pun akhirnya pindah tempat. Menuju Senayan City. Berkeliling sebentar, menemukan barang yang ia inginkan, dan perjalanan di Senayan City pun kami akhiri dengan menikmati kopi di salah satu kedai kopi di sana.

Sekitar pukul 16.15, kami meninggalkan Senayan City, dan menuju Fantasy Land-ku tercinta. Lagi, untuk ke-2 kalinya. Kembali berada di tempat yang sama. Ditambah dengan iringan dahsyat lagu Curhat Buat Sahabat yang dinyanyikan Dewi Lestari, yang memang diatur untuk diputar berulang-ulang secara otomatis; dan nyala lampu yang hanya berasal dari ruang makan dan kamar yang pintunya sengaja dibuka.

Dan Curhat Buat Sahabat sesungguhnya kembali dimulai. Tentangku. Tentang dirinya yang tak lagi denganku. Tentang kami, yang tak lagi bersama. Cerita itu mengalir bagai membuka halaman demi halaman novel yang dijual bebas. Bagai membuka lembaran-lembaran topeng seribu wajah yang selalu aku kenakan.

Namun, aku juga tahu sesuatu akan terjadi di sana. Bahkan sebelum kaki-kaki ini melangkah dan bertemu, di sana. Rasa itu ada, setidaknya di sana. Rasa itu muncul saat langkahnya bertemu langkahku. Satu pertanyaanku...

"Kenapa gue sih?"

"Dunno."

"Jadi gue yang ngebawain segelas air itu ke elo?"

"Gak. Bukan segelas air, tapi segelas mimpi."

Wahai Tuhan, jangan bilang lagi, itu terlalu tinggi...

Minggu, November 30, 2008

Kematian Seorang Sahabat...

Berharap bisa bangun siang di hari Minggu ini, ternyata hanya menjadi impian. Pukul 06.30 pagi, Mama sudah membuka pintu kamarku, yang memang tak pernah dikunci.

"Sa, kamu mau ke gereja gak?"

Dalam hatiku sempat aku katakan "Gak ada yang lebih subuh apa ya?"

Mata ini baru terpejam kurang lebih 3 jam. Kenikmatan sunyinya malam dalam dunia maya selalu sulit aku tolak. Berjam-jam di depan laptop kesayangan, dan mengutak-atik dunia yang tak berbatas ini hingga pagi menjelang, sepertinya sudah terjadwalkan dengan baik pada metabolisme tubuhku, yang sudah bisa menyesuaikan diri, terutama semenjak kuliah di Fakultas Psikologi.

Akhirnya dengan berat hati, aku beranjak dari tempat tidurku, meraih handuk dan menuju kamar mandi. Rasanya nyawa pun belum terkumpul dengan baik, saat tubuh ini terguyur air. Semakin sulit terkumpul, saat aku mendengar Mama yang memintaku untuk bergegas.

"Cepetan, ini 'dah jam berapa."

"Iya, 'bentar, masih lama, itu jam tengah juga kelewatan 'kan."

Kami bertiga pun berhasil mencapai gereja tepat pukul 07.00.

"Duh, susah banget niy mata kebuka."

Aku rasa, untuk bertahan terjaga sepanjang misa berlangsung adalah perjuangan terberatku hari ini. Sempat beberapa kali aku tidur di pundak Mama, tepatnya hanya memejamkan mata, sementara telinga masih mendengarkan jalannya misa.

Hingga saat Pastor hampir mengakhiri kotbah, aku sedikit kaget dengan bunyi ponsel seseorang. Bunyi ponsel itu sangat familiar untukku. Dan benar ternyata Papa lupa mengubah pengaturan ponsel menjadi pengaturan diam. Aku tahu itu adalah bunyi untuk tanda adanya pesan singkat yang masuk. Aku tahu persis itu, karena ponsel Papa, semuanya aku yang atur, termasuk deringnya. Tak lama dari papa meraih ponselnya dan sepertinya membuka pesan singkat itu, ia mengatakan padaku...

"Cha, Lilur meninggal."

"Ha? Emang sakit, Pa?"

"Lho, 'dah seminggu ini kali."

"Kok, tumben, anak-anak ngga ada yang ngasih tau aku."

Saat itu, umat sudah mulai berdiri, untuk berdoa Bapa Kami, sambil bernyanyi. Aku sempatkan menghaturkan permohonan pengampunan dosa untuk Oom Lilur, yang merupakan teman Papa dari kecil, yang kebetulan juga, anaknya adalah teman satu kelas, teman satu meja selama satu tahun, saat aku dan Tika di kelas 3C1 SMA Tarakanita I.

Saat Salam Damai yang ingin aku berikan pada Papa sambil mencium pipi, aku melihat ia menyeka matanya. Beberapa kali aku mengantarkannya melayat ke keluarga, atau teman-temannya yang meninggal, aku hanya melihatnya menangis saat Eyang Kakung, Eyang Ti, Kakak, dan Adik Papa yang meninggal. Selebihnya aku tak melihat. Rupanya, kali ini ia merasa sangat kehilangan.

Dan sesampainya kami di rumah setelah kami sempat sarapan di sebuah restoran kecil di dekat gereja, Papa mengatakan padaku dan Mama.

"Temenku satu-satu mati. Aku tinggal nunggu giliran."

Sempat terkaget dan sedih. Terlebih saat aku ingat, tahun lalu setelah Papa pulang dari rumah sakit, setelah ia dirawat karena terkena serangan jantung, ia mengumpulkan seluruh keluarganya, untuk membicarakan tentang apa saja yang perlu dilakukan jika kematian menjemputnya, yang tak tahu kapan.

Untuk sedikit menghiburnya, langsung aku tanggapi omongan Papa itu.

"Gak usah elo kali, Pa, semua nunggu giliran."

Walaupun tak terbayang apa rasanya jika kematian itu menjemput Papa atau Mama kelak.

"Love you Dad, Mom."

Separated...

Oh no, no, no, no

If love was a bird
Then we wouldn't have wings
If love was a sky
We'd be blue
If love was a choir
You and I could never sing
Cause love isn't for me and you

If love was an Oscar
You and I could never win
Cause we can never act out our parts
If love is the Bible
Then we are lost in sin
Because its not in our hearts

So why don't you go your way
And I'll go mine
Live your life, and I'll live mine
Baby you'll do well, and I'll be fine
Cause we're better off, separated

If love was a fire
Then we have lost the spark
Love never felt so cold
If love was a light
Then we're lost in the dark
Left with no one to hold

If love was a sport
We're not on the same team
You and I are destined to lose
If love was an ocean
Then we are just a stream
Cause love isn't for me and you

So why don't you go your way
And I'll go mine
Live your life, and I'll live mine
Baby you'll do well, and I'll be fine
Cause we're better off, separated

Girl I know we had some good times
It's sad but now we gotta say goodbye
Girl you know I love you, I can't deny
I can't say we didn't try to make it work for you and I
I know it hurts so much but it's best for us
Somewhere along this windy road we lost the trust
So I'll walk away so you don't have to see me cry
It's killing me so, why don't you go

So why don't you go your way
And I'll go mine
Live your life, and I'll live mine
Baby you'll do well, and I'll be fine
Cause we're better off, separated
(Usher)

Ada kalanya, perpisahan memang yang terbaik...

Dan aku tahu 29 Juli 2008 itu adalah jalan menuju segalanya yang terbaik...

Sabtu, November 29, 2008

Persepsi Bebas # 2

B: Thanks ya hun..lemme knw when u r home..love u..
A: My pleasure. Am thru pdk indah. Found d way. Udh msk toll pdk ind

A: My ym ol now
B: Iya. Tp kamar komputer lg dipake..kangen ama gw ya?
A: I do. Hv a blessed wkend. Bsk malam gue ada acara. Free jam 12 sp sore in case kgn.

B: Ya d. Emang situ g kangen ma gw? Anther hal yang sama dgn ***, acara itu hari sabtu. Kangen ma gw ga?
A: I said i do sweetie
B: He he imu 2.. Dah ampe sayang?
A: Udh. Td mampir atm dl. Ngantuk ilang?
B: Lah dr td jg g ngantuk. Khan ada elo td.

B: Sebel..angen..am i hipnotizd?..
A: Not hypnotized but disoriented a bit. It will disappear later
B: Ahh..ya sudah lah..thank u 4 being there 4 me darling..
A: I'll be there till u find what u r looking for. My thx too.
B: Ya..ga seterusnya..? Ga mau.. Sombong de..

A: I care 4u n dont wanna c u down luv.
B: Ma aci ya cayank...xoxo

A: Miz u sm
B: Miz u so much too..really wish u were here..
A: U know where to find me luv.
B: Ma aci skali lg cinta..

B: Nite2 darling..sleep tite n dream of me..Hehehe..
A: Gd nite sweetie. Will dream of hugging n kissing u. Msh ntn tv kok
B: Hehe ya d. Met menikmati tv..love u my love..

Kamis, November 27, 2008

Persepsi Bebas # 1

A: may i hold n kiss you sweety?
A: i read your blog already.
A: u dont answer my quest dear

B: br ada charger lg cinta...smua sms br pd msuk..
B: the answer is still no

A: thanks for being frank. i respect ur decision. in this situation i just imagine how peaceful it will be to rest my weary head in somebody's arms and kiss her with affection.

B: Ngapain? Pusing dikantorkah?
A: keep thinking abt u
A: ya hectic work n i can't think. God.. all i need now is somebody to hug me and ease me.

B: Kok jd manja. Biasanya bisa handle..
A: I hate this feeling like hell. wish i never met u.

B: Ayo jangan nyesel..maaf ya kalo buat kamu jd kayak gini..
A: It's not your fault that i hv to feel all this again. don't apologize. aku cuma lelah lahir batin dg kerjaan dan serasa tersesat di padang tandus, terbiasa dg dahaga ttp skrg liat sumur air tapi tetap ga bisa meminumnya. rasanya rela minum sekali stlh itu mati.

Rabu, November 26, 2008

Logika Yang Termenangkan...

Aku tak tahu apakah kalian juga pernah mampir dan membaca tulisanku di blog milikku di situs jejaring Friendster atau tidak. Namun saat ini aku akan menceritakan suatu hal yang berhubungan sedikit dengan tulisanku terakhir di blog situs jejaring Friendster.

Tentang logika dan tentang perasaan, tentang cinta, yang kadang kita tak tahu bagaimana harus menautkan, mengsinkronisasikan keduanya. Dan pada akhirnya, kita cenderung untuk memilih salah satu di antara keduanya. Pilihan? Bagiku bukan suatu pekerjaan yang mudah. Bukan pekerjaan yang menyenangkan. Andaikan bisa aku untuk terus dipilihkan seperti saat Yang Di Atas sana mengirimkanku ke dunia ini, aku rasa akan lebih baik. Namun pilihan adalah salah satu pekerjaan utama saat kita diutus menjalani tugas kita di dunia, yang tak pernah akan habis untuk kita telusuri.

Seperti termakan dengan ucapan, pikiran dan tulisanku sendiri. Saat semuanya serasa masuk akal dengan analisa pemikiran canggih yang disajikan oleh otakku, dan saat semua bisa dimaklumi dengan rasa yang mampu menerbangkanmu, bahkan tanpa sayap sekalipun. Ternyata tak semudah itu menautkan keduanya. Sekali lagi, saat semuanya pada akhirnya terasa benar dan baik dari kedua sisi. Dan aku katakan padamu saat ini, aku mungkin akan memutar balikkan kemudi seratus delapan puluh derajat, karena pada akhirnya aku tetap akan memilih. Terbaik bagiku saat ini, kumenangkan logika itu, dan kubiarkan hatiku dalam status idle. Tak tahu sampai kapan.

Karena sakit itu tak ingin kurasakan lagi...

Selasa, November 25, 2008

Chiquitita....

Chiquitita, tell me what's wrong
You're enchained by your own sorrow
In your eyes there is no hope for tomorrow
How I hate to see you like this
There is no way you can deny it
I can see that you're oh so sad, so quiet

Chiquitita, tell me the truth
I'm a shoulder you can cry on
Your best friend, I'm the one you must rely on
You were always sure of yourself
Now I see you've broken a feather
I hope we can patch it up together

Chiquitita, you and I know
How the heartaches come and they go and the scars they're leaving
You'll be dancing once again and the pain will end
You will have no time for grieving
Chiquitita, you and I cry
But the sun is still in the sky and shining above you
Let me hear you sing once more like you did before
Sing a new song, chiquitita
Try once more like you did before
Sing a new song, chiquitita

So the walls came tumbling down
And your loves a blown out candle
All is gone and it seems too hard to handle
Chiquitita, tell me the truth
There is no way you can deny it
I see that you're oh so sad, so quiet

Chiquitita, you and I know
How the heartaches come and they go and the scars they're leaving
You'll be dancing once again and the pain will end
You will have no time for grieving
Chiquitita, you and I cry
But the sun is still in the sky and shining above you
Let me hear you sing once more like you did before
Sing a new song, chiquitita
Try once more like you did before
Sing a new song, chiquitita
Try once more like you did before
Sing a new song, chiquitita
(oleh: ABBA)

Terima kasih untuk semua yang sudah membuatku bisa kembali bernyanyi...

Minggu, November 23, 2008

Rawat Inap yang Menyenangkan...

Hah...Kamis malam lalu, rencanaku ingin menyelesaikan draft skripsi nyaris batal. Namun ternyata akal sehatku tak membiarkan itu terjadi. Draft itu akhirnya aku lanjutkan hingga Jumat siang, dan berhasil aku serahkan pada sore harinya. Meskipun menurutku sendiri, itu jauh dari apa yang aku sendiri harapkan, apalagi yang diharapkan oleh dosen pembimbing skripsiku.

Hari Jumat ini, aku juga sudah punya rencana akhir pekan. Reunian dengan pakar-pakar ahli jiwa yang juga mengalami gangguan jiwa semenjak mereka kecil, jauh, sekali lagi jaaaauuuhhh...sebelum aku lahir; Mas Wawan, Karin dan Yudha. Sudah tahunan sejak terakhir kami nongkrong-nongkrong tanpa tujuan yang jelas. Ya, walaupun satu "anggota lama" tidak lagi hadir di tengah-tengah kami, tapi sama sekali tak membawa suasana jadi hambar.

Jumat malam, Karin masih perlu ke dokter hingga malam hari. Jadi aku pikir lebih baik aku nebeng Mas Wawan ke arah Cibubur. Lagi pula mereka itu bertetangga. Kemacetan Jakarta yang menggila membuat Mas Wawan dan supirnya telat menjemputku di lobi Plaza Semanggi, hingga pukul 19.00.

"My goodness, kamu kurus sekali!"

Komentar itulah yang pertama kali ia ucapkan sesaatku memasuki mobilnya. Dan itu adalah komentar yang sudah biasa aku dengar, saat bertemu teman yang sudah tahunan tidak bertemu denganku. Pertama kali kami berdua bertemu, kira-kira 6 tahun lalu, saat Karin mengenalkanku dengannya, saat aku dan beberapa teman kantorku pergi berlibur ke Anyer. Setelah itu, seingat kami berdua, kami tak pernah bertemu. Dan ternyata salah, setelah diingatkan Karin, kami sempat bertemu, saat aku, Karin datang ke kos-nya Mas Wawan di daerah Kuningan, tahun 2003 lalu. Namun tetap saja, itu sudah 5 tahun yang lalu.

Tak tahu berapa lama waktu yang ditempuh kami hingga sampai ke Citra Grand, setidaknya aku tak memperhatikannya. Sesampainya di sana, kami tak langsung pulang, tapi belanja makanan dan camilan untuk bekal kami kongkow-kongkow. Dan setelah itu, kami langsung pulang ke rumah (Mas Wawan) sambil menunggu Karin, yang masih antri di dokter.

"Nice house Mas!"

Dua hal yang ada dipikiranku, saat aku masuk ke rumah Mas Wawan. Tenang, dan damai. Tak lama kemudian, Mas Wawan memanggil Rangga, putra ke-2nya yang tadi sempat tidur di dalam mobil sebelum supir Mas Wawan mengantarkan kunci rumah, saat aku dan Mas Wawan belanja, karena kunci rumahnya tertinggal.

"Rangga, turun 'Dek, ada tamu."

Dalam waktu kurang dari 5 menit Rangga sudah menuruni anak tangga dan bertemu aku.

"Kenalin nih tante Ocha. Iya, nanti tante Karin juga mau ke sini."

Dalam hatiku "Sial niy Mas Wawan, bikin gue tambah tua."

Padahal melihat Rangga, aku yakin umurnya tak terlalu jauh denganku. Dan yang lebih membuatku semakin terperangah dan kaget adalah saat ia mengucapkan "Malem, Tante" sembari mencium tanganku.

Aku akhirnya sempat mengobrol dengan Rangga, saat papanya sedang membersihkan diri. Aku yakin usiaku dengan Rangga tak terlalu jauh, jadi aku menyebut diriku dengan "gue" saat mengobrol di ruang makan. Aku rasa ia juga sedikit kaget, terlihat dari raut wajahnya yang sempat sedikit berubah.

Setelah Mas Wawan selesai, kami sempat duduk bertiga di meja makan, sebelum akhirnya Rangga membaca novel di sofa depan televisi dan kemudian sekitar 20 menit kemudian ia kembali naik ke kamarnya.

Tinggal aku berdua dengan Mas Wawan di ruang makan itu. Berbekal dengan laptop dan perangkat hard disk eksternal milik Mas Wawan yang penuh dengan lagu yang membuatku kalap ingin memindahkannya semua ke laptopku yang tak aku bawa saat itu.

Sebagai tuan rumah yang baik, Mas Wawan repot mengambilkan ini-itu untuk aku, terutama makanan, yang sebenarnya aku bisa ambil sendiri. Knowing his quality, aku tahu, aku tak perlu merasa terlalu risih untuk menganggap rumahnya seperti rumah sendiri.

Sembari aku melihat-lihat koleksi lagunya, dan ia sibuk mondar-mandir seperti setrikaan yang sedang dipergunakan, kami pun berbagi cerita, ngobrol banyak hal setelah 5 tahun kami tak pernah bertemu. Bahkan bisa dikatakan ini adalah pertama kalinya kami bisa cerita panjang lebar sebebas-bebasnya. Termasuk pertanyaanku tentang usia Rangga, dan ternyata benar, ia hanya terpaut 7 tahun lebih muda dari aku.

"Ahhh, Mas, Rangga ngga usah manggil aku 'tante' lah. Bikin gue tambah tua."

Tak terasa jam dinding saat itu sudah menunjukkan 23.30 dan Karin menelepon.

"Nyet, di mana lu?"

"Di rumah."

"Gue baru keluar dari dokter neh. Rencananya ntar mau nongkrong di rumah Mas Wawan atau di rumah gue?"

"Terserah elu lah. Gue khan juga mau pinjem baju rumah lu."

"Kalo di rumah Mas Wawan, takut Cyrill tengah malem kebangun ntar."

"Ya udah lah, elu ke sini dulu aja."

"Deee."

Aku dan Mas Wawan melanjutkan obrolan tadi, yang jujur sekarang aku lupa saat itu kami sedang membicarakan hal apa. Sampai Karin tiba sekitar pukul 00.15. Karin pun bergabung duduk di meja makan. Saat ia mulai ikut mengobrol mataku sudah tidak kuat untuk terbuka lagi, tapi karena pertemuan ini memang sudah aku nantikan dari beberapa waktu lalu, jadi sayang sekali kalau aku lewati sia-sia.

Pukul 01.30, akhirnya Karin dan aku menuju rumah Karin. Dan tepat sekali Cyrill terbangun dan langsung mencari mamanya yang belum ada di sampingnya saat itu. Anak itu tak takut sama sekali dengan orang baru. Dari Cyrill lahir 3.5 tahun lalu, aku baru 3 kali melihat & bertemu dengannya, yaitu saat ia baru saja lahir, kurang lebih 1 tahun lalu saat di Senayan City, dan akhir pekan ini.

Setelah berganti pakaian dan sedikit membersihkan diri, aku langsung tidur di tempat tidur yang biasa dipakai Cyrill tidur. Ternyata anak kecil itu marah tidak memperbolehkan tempat tidurnya diambil orang lain. Sempat aku juga ikut berusaha membujuknya, tapi tak kunjung berhasil. Hingga alihan perhatian dari sang mama tercinta kembali membuatnya kembali tersenyum. Saat aku tak tahan lagi menahan mata ini terbuka, Karin masih sibuk dengan Cyrill. Tak tahu mereka tidur jam berapa.

Pagi hari, 05.30 aku sudah terbangun, karena kebelet pipis. Lalu aku kembali tidur sebentar, dan pukul 06.00 aku bangun untuk berdoa Malaikat Tuhan, dan langsung bermain dengan Joey. Golden Retriever satu-satunya milik Karin & Yudha. Saat itu tuan rumah belum ada yang bangun tidur.

Yudha pukul 06.30 akhirnya terbangun, karena Sabtu itu ada kuliah. Ternyata dia sedang melanjutkan studi S2-nya, yang juga baru aku ketahui saat itu. Karin dan Cyrill pun tak lama kemudian bangun. Dan langsung Cyrill meminta mama-nya untuk menghidupkan Play Station.

Bermain dengan Cyrill sebentar, lalu aku dan Karin berjalan kaki menuju rumah Mas Wawan. Cyrill kami tinggal dulu di rumah, karena ia harus disuapi makan siangnya terlebih dulu. Sampai rumah Mas Wawan, ia baru saja selesai mandi. Sambil menunggu Cyrill selesai makan, dan menyusul ke rumah Mas Wawan, kami ngobrol bertiga. Lagi-lagi aku lupa apa yang kami bicarakan saat itu.

Setelah "pasukan" lengkap, dan perut sudah merasa keroncongan, karena kita bertiga belum sarapan, kami pun langsung bergegas keluar kompleks dan mencari makanan. Akhirnya kami memutuskan makan siang di Restoran Ny. Suharti, tak jauh dari kompleks. Sekitar pukul 14.30, kami sudah selesai makan, dan akhirnya memutuskan untuk menuntaskan rencana kami berkaraoke. Sebenarnya hal ini ingin kami lakukan beberapa minggu lalu, setidaknya ini yang aku bicarakan dengan Mas Wawan saat kami mengobrol di Yahoo Messanger. 3 jam kami karaoke, lengkap dengan Cyrill yang menyanyikan lagu Balonku, Cicak, Twinkle-twinkle Little Star.

Setelah puas berkaraoke, kami pulang. Kali ini kami mengantarkan Cyrill pulang terlebih dulu. Aku dan Mas Wawan mampir sebentar ke rumah Karin.

"Nanti elu berdua duluan aja pulang ke rumah Mas Wawan, ntar gue nyusul ama Yudha. Gue nidurin ini dulu."

"Yoi."

Begitu Karin bilang ke Abang Cyrill bahwa aku ingin pulang, dia mulai marah.

"Tidak, tidak boleh pulang."

Sambil ia menghalangi pintu dengan kedua tangannya yang direntangkan hingga menyentuh ke dua sisi pintu garasi, yang tak terlalu lebar.

"Bang Cyrill, nanti tante balik lagi. Kemaren khan tante Ocha ngga boleh tidur di tempat tidur Abang."

"Sekarang boleh."

"Oh sekarang udah boleh? Ma aci ya. Kalo gitu, tante makan dulu di rumah Oom Wawan ya."

"Makan di sini aja."

"Nanti makannya Cyrill abis, terus tante tadi 'dah beli makanan di rumah Oom Wawan."

"Ada kok tante, banyak makanan Cyrill."

"Tapi tante khan harus mandi."

"Tante mandi sini lagi aja."

"Baju tante 'dah tante pindahin ke rumah Oom Wawan, Sayang. Tuch Oom Wawan 'dah mau pulang."

"Oom Wawan biar pulang aja sendiri. Hush, hush...", yang ia lakukan sambil berlaga mengusir Mas Wawan pulang.

"Ya udah, nanti tante balik lagi ke sini ya Bang. Boleh ngga?"

"Ya udah deh."

"Dagg, Abang."

Aku dan Mas Wawan kembali di rumah. Pekerjaan utama kali ini adalah membuat duplikat koleksi lagu yang ia miliki. Hal itu aku kerjakan sambil menunggu Mas Wawan selesai mandi. Semua masih aku lakukan di meja makan. Setelah ia selesai mandi, kami kemudian kembali mengobrol. Sampai aku sendiri merasa gerah, dan akhirnya memutuskan untuk mandi. Air hangat, handuk bersih dan sikat gigi, semua sudah disediakan oleh tuan rumah yang baik, di dalam kamar mandi.

Segar betul aku rasa, setelah aku mandi. Sekeluarku dari kamar mandi, aku lihat Mas Wawan sedang menikmati koleksi CD-nya, sambil duduk di sofanya yang super empuk dan enak. Tanpa berpikir panjang aku bergabung di sofa panjang berbentuk L, sambil memeluk bantal-bantal yang semakin membuat orang malas beranjak dari sana.

Obrolan awal kami buka dengan pembicaraan seputar lagu yang kami dengar. Hingga aku sedikit merasa ada satu hal aneh di sana.

"Mas, ini kalo ada orang di belakang ngeliat kita gitu ya, dikiranya lagi nonton tivi. Tapi kok tivinya ngga nyala ya. Yang ada tivinya cuma ada di otak kita masing-masing gituh."

Obrolan berlanjut. Dan akhirnya membicarakan seputar aku, seseorang, dan seputar aku dan orang tersebut. Yang tak tahu bagaimana awalnya hingga bisa sampai ke arah sana. Seru emang ngobrol tentang psikologi dan para psikologi, dengan manusia "sakit jiwa" yang satu ini. Tanggung jawabnya di kantor yang juga mengurusi orang-orang dengan sakit jiwa mereka masing-masing, ditambah dengan kemampuannya "membaca" orang, yang tak dimiliki oleh semua orang. Sebenarnya aku bingung manusia ini benar-benar manusia, dukun, gabungan keduanya atau bukan dua-duanya. Pada akhirnya dari semua obrolan kami berdua saat itu, aku cuma bisa bilang..

"Damn, that's so true, Mas!"

Di tengah obrolan kami saat itu, Karin sempat menelepon kami.

"Nyet, di mana lu?"

"Di rumah."

"Hmm, Cyrill belom tidur nih. Elu pulang malem ini?"

"Rencananya sih gitu."

"Kalo ngga elu pulang besok aja lah. Besok gue mau ke kota juga."

"Elu mau ke tempat RV? Ntar bakal terjadi tragedi Balai Kartini lagi."

"Ya, ngga lah. Ntar elu gue turunin di mana gituh."

"Gampanglah, liat ntar."

Setelah ia menutup telepon, kami berdua kembali melanjutkan obrolan. Hingga Karin dan Yudha sendirilah yang "memaksa" kami berdua pun beranjak dari sofa itu, dan menghentikan obrolan kami, karena mereka berdua datang. Saat itu sekitar pukul 20.30. Yang tadinya aku ingin pulang, tapi akhirnya aku urungkan.

Sepertinya titik favorit di rumah Mas Wawan adalah seputar ruang makan dan dapur. Maklumlah, posisinya dekat dengan lemari pendingin, dan arena penyimpanan bahan-bahan makanan dan minuman enak. Seperti biasa, dari dulu jika kami berkumpul, topik yang paling menarik perhatian adalah dunia seputar perdukunan dan klenik-klenik yang memang tak pernah tak seru. Obrolan itu tak lepas dari tawa lepas kami berempat, seperti tak peduli dengan tetangga di sebelah rumah, yang sudah kami yakini tak akan berani protes dengan kegaduhan 4 orang yang sudah seperti kegaduhan 10 orang ini.

"Shit, I miss this situation. I miss you all guys, where have i been, where have you been?"

Itu salah satu pikiranku saat itu. Aku pun kemudian mantap untuk membatalkan rencanaku pulang ke rumah malam minggu ini, dan memutuskan untuk menghabiskan satu malam lagi dengan mereka.

Kira-kira pukul 00.30, aku bilang ke tuan rumah.

"Mas, mana, keluarkeun kertunya? Main kertu aja kita."

Ia pun langsung bergegas ke atas mengambil kartu remi. Dan dimulailah "pembunuhan berantai" yang dilakukan secara bergantian oleh kami berempat ini. Permainan 7 spade yang kami lakukan memang seru. Ditambah dengan "otak kriminal" kami berempat yang sepertinya tak mau kalah satu dengan yang lain. Intinya seru, dan jelas penuh tawa lepas. Dan ini kami lakukan kurang lebih selama 3.5 jam, yaitu kurang lebih pukul 04.00, bersamaan dengan para maling yang baru memulai aksinya. Dan seri "pembunuhan berantai" itu kami akhiri dengan tawa lepas kami berempat saat Mas Wawan menyarankan Yudha untuk menguruskan badan, dengan melakukan "mutih" selama 12-14 hari. Omongan Mas Wawan itu, langsung aku sahut dengan...

"Kalo gue yang ngelakuin itu, gimana Mas?"

Tiba-tiba malah si laki-laki batak yang menyaut...

"Kalo elu yang njalanin itu 'Cha, terus kalo ada orang yang manggil elu, elu jawabnya bakal tinggal 'pret', alias kentut lu doank."

"Siyal, lu 'Dha."

Anyway...it's great weekend...with you all guys...Cyrill nanti tante main lagi ke rumah Cyrill ya...

Love you all guys...Now I'm more ready to wake up and smell my cappucino...

Jumat, November 21, 2008

Tak Mungkin Cawan Itu Lewat Daripadaku

Mungkin sering kali kamu mendengar pertanyaan seperti ini..

"Kalau kamu ingin memutarbalikkan waktu, kira-kira kamu ingin kembali ke masa hidupmu yang mana?"

Dan jika aku diberikan pertanyaan itu saat ini, aku akan menjawab..

Sama sekali aku tak ingin kembali ke masa lalu, dan tak mungkin. Banyak hal indah memang. Namun tak sedikit pula hal yang menyakitkan hati. Hal yang harus dilalui dengan masa-masa yang tak menyenangkan untuk mengsinkronisasi antara logika dan perasaan. Masa-masa yang diwarnai penyangkalan yang sering timbul dan tenggelam. Tentu banyak sekali mereka yang menjadi bagian hidupku. Ada yang aku cintai, dan sebaliknya aku benci. Entah mana yang terlebih dahulu. Ada yang awalnya sering sekali bercakap-cakap denganku tentang banyak hal, kemudian kami sama-sama tak meninggalkan bekas, menghilang tak tahu ke mana, atau bahkan sebaliknya.

Saat ini yang hanya aku inginkan...

Izinkan aku mampu untuk terus bertahan dalam kancah peperanganku..

Biarkan aku terus berkeras hati untuk mau dan mampu bangkit dari tersungkurnya aku..

Biarkan detik-detik itu berlalu dan mengembalikan senyumanku, yang tak lagi merupakan topeng 1000 wajah..

Walau mungkin semasa itu, aku harus melangkah keluar dari dunia..

Menulikan telinga dan membutakan mata sejenak..

Agar damai hati membawa kaki ini bisa melangkah tanpa goyah..

Selasa, November 18, 2008

Kembali ke Sekolahku Tercinta...

Hari itu 15 November 2008, tepatnya hari Sabtu, aku kembali merencanakan bertemu dengan teman-teman seperjuangan saat kami duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Masa-masa kehidupan yang menurutku selalu penuh dengan sukacita, kebahagiaan dan terutama masa kehidupan tanpa beban yang berarti.

Seperti biasa, pemberitahuan aku sebar melalui milis dan situs jejaring facebook. Cukup banyak tanggapan dan konfirmasi dari teman-teman yang menyatakan akan datang. Namun seperti biasa juga, pada saat hari yang telah ditentukan, mereka yang benar-benar hadir jumlahnya lebih sedikit dibandingkan konfirmasi yang aku terima. Itu semua tak menyebabkan kesenangan menjadi sirna saat kami ber-sebelas berkumpul di sekolah.

Sekolah tak lagi seperti dulu. Gedung sekolah jauh lebih bagus dibandingkan dengan 14 tahun lalu, saat kami sudah dinyatakan berhasil dan laik untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kenangan-kenangan indah yang ada dibenak kami pun kembali muncul seperti film yang sedang diputar. Perubahan gedung, yang juga menyebabkan beberapa ruang kelas yang dulu kami tempati hilang, tak membuat kenangan itu juga hilang.

Satu yang menurutku sangat disayangkan, kami tak bisa bertemu dengan semua guru yang dulu sempat mengajar kami. Sebagian dari mereka sudah banyak yang pensiun atau bahkan sudah selesai menuntaskan tugas hidup mereka di dunia ini. Hanya lima orang guru kami dulu, yang masih mengajar hingga saat ini.

Begitu juga dengan pihak keamanan sekolah. Dari tiga orang satpam, satu diantaranya juga sudah meninggal. Padahal dulu kami banyak sekali dibantu oleh bapak-bapak satpam ini, terutama bagi kami yang langganan datang terlambat ke sekolah. Pintu gerbang yang sudah ditutup pukul 07.00 pagi, sering kali mereka bukakan kembali. Sehingga kami tak perlu kehilangan seluruh mata pelajaran. Mungkin mereka tak tega melihat kami harus pulang, hanya karena telat beberapa menit masuk sekolah. Dan akhirnya mereka meminta kami untuk melapor ke guru piket di perpustakaan untuk mengikuti pelajaran mulai jam ke-2.

Perjalanan utama kami kembali ke sekolah adalah untuk menikmati jajanan-jajanan yang dulu selalu kami serbu sepulang sekolah. Posisi jajanan ini tak lagi sama seperti dulu. Sekarang sudah bertenda, namun pedagang makanan ini kurang lebih masih sama. Kami akhirnya memilih untuk menikmati mie ayam Rus. Senangnya saat kami datang, Rus pun masih mengingat kami. Nikmatnya mie ayam ini juga tak berubah, masih tetap enak. Salah satu dari kami memutuskan untuk menikmati siomay Johni (almarhum) yang sekarang diteruskan oleh anaknya. Rasanya pun masih tetap enak. Sayang, Johni sudah meninggal karena sakit, sehingga kami tak bisa berbincang-bincang dengannya seperti kami berbincang-bincang dengan Rus.

Aku merasa sangat beruntung, karena pilihan tanggal kami berkumpul ini sangat tepat. Hari itu ada penutupan PL CUP X, yang tentunya membuat sekolah meriah dan ramai, karena biasanya hari Sabtu, seluruh kegiatan belajar mengajar ditiadakan, kecuali kegiatan ekstra kurikuler. Setelah puas menikmati jajanan penuh kenangan tadi, kami kemudian kembali ke dalam sekolah, untuk kembali menemui guru-guru kami, terutama mereka yang tadi datang terlambat dan belum sempat bertemu dengan para guru.

Setelah itu, kami ke arena lapangan basket, dan sepak bola belakang, yang letaknya di tengah-tengah antara gedung TK-SD PL dan juga gedung SMP PL. Sudah banyak berubah. Lebih bagus, dan bertribun. Memori yang paling melekat adalah saat pelajaran olah raga. Dulu kami sering sekali disuruh lari berkeliling lapangan tersebut. Jumlah banyaknya putaran yang berhasil kami lakukan menjadi indikator dari nilai yang akan diberikan Pak Diardjo. Otak kriminal kami pun berfungsi dengan baik. Sambil berlari kami membawa satu plastik spidol aneka warna untuk menambahkan turus di kertas penilaian yang kami bawa sambil berlari. Hal ini lama-kelamaan diketahui oleh Pak Diardjo. Ia pun tak mau kalah. Ia juga menyediakan spidol aneka warna. Dan ia menambahkan turus setiap putarannya dengan warna spidol yang berbeda. Jadi para muridnya tak bisa lagi berbuat curang. Guru belajar juga dari muridnya bukan?

Akhirnya perjalanan kami hari ini, kami tutup dengan kongkow-kongkow sambil minum kopi. Tempat yang kami tentukan adalah Pondok Indah Mall. Pusat belanja yang sering kali menjadi tempat nongkrong kami dulu. Bahkan mungkin jadi rumah ke-2. Maklumlah pusat perbelanjaan ini baru dibuka tahun 1991, serasa menyambut dan memeriahkan masa-masa ABG kami dulu. Dan ternyata masih menjadi bagian hidup kami seperti belasan tahun lalu?

Untuk semua guru, karyawan tata usaha, petugas keamanan, pedagang kantin, dan pedagang jajanan di depan sekolah, kami hanya bisa mengucapkan terima kasih telah menjadi bagian hidup kami. Tanpa kalian, kami tak akan bisa seperti sekarang ini. Semoga masih ada kesempatan untuk kita bertemu nanti.

Info terkini tentang SMP PL:

Hari Sabtu libur *udah beberapa tahun ini ternyata*

Gedung sekolah, jelas lebih bagus. Yang dulu deretan ruang kepala sekolah, TU, itu sekarang sudah 3 tingkat. Aula sudah lebih besar dan menyebabkan kelas 3C dan 3D dulu hilang. Kelas 3A dulu sudah menjadi WC wanita. WC pria tetap seperti dulu. Perpustakaan masih di tempat yang sama, walau tak seluas dulu. Ada ruang doa dan ruang musik. Ada laboratorium komputer. Sudah tidak ada lagi ring basket di dalam sekolah, semua fasilitas olah raga dipusatkan di belakang, dan sudah bertribun.

Guru-guru yang sudah meninggal : Pak Aris (dulu mengajar Agama Katholik), Pak Theo (dulu mengajar Sejarah, Menggambar, PSPB), Pak Sutrisno (dulu mengajar Lab. Fisika), Pak Parno (dulu mengajar PMP, beliau meninggal di LA, USA), Bruder Octave (dulu mengajar Aljabar), Bruder Isnaryoto (Kepala Sekolah, meninggal karena sakit gula), Pak Budiono (Wakil Kepala Sekolah).

Guru-guru yang sudah pensiun: Bu Ledjati (dulu mengajar B.Indonesia kelas 1-2), Pak Parsudi (dulu mengajar B. Indonesia kelas 3), Bu Lucy (dulu mengajar B. Inggris kelas 1), Pak Sulis (dulu mengajar B.Inggris kelas 2-3), Bu Eveline (Dulu mengajar Seni Musik kelas 3), Pak Sumantoyo (Dulu mengajar Geografi kelas 2), Pak John (Dulu mengajar Matematika kelas 3).

Guru-guru yang pindah mengajar atau mengundurkan diri: Pak Diardjo (Guru olah raga. Berhenti setelah ia bercerai dengan istrinya dan menikah lagi), Bu Yani (Guru Seni Musik 1-2), Pak Wanto (Guru olah raga. Ternyata Pak Wanto ini dulu hanya guru sementara).

Guru-guru yang masih aktif mengajar : Bu Tuti (Dulu dan sekarang masih mengajar Ekonomi), Pak Kasidjo (Dulu mengajar Tata Buku, sekarang mengajar Akuntansi), Bu Narti (Dulu dan sekarang mengajar Biologi), Pak Harsono (Dulu mengajar Matematika, Fisika, sekarang mungkin masih sama, kemarin aku sedang sibuk mengambil gambar saat yang lain sedang berbincang-bincang tentang ini), Bu Agnes (Dulu dan sekarang masih guru BP), Bu Dewi (dulu tidak sempat mengajar kita, tapi waktu kita kelas 3, ia baru masuk dan mengajar Matematika kelas 1).

Karyawan TU yang masih ada: Pak Wito, dan Bu Ati.

Petugas Satpam yang masih ada: Pak Dominggus, dan Pak Jafet.

Petugas Satpam yang sudah meninggal: Pak Pendi.

Jajanan yang masih ada: Soto, Mie Ayam Rus (yang jualan juga masih sama), Somay Johni (yang jualan sekarang anaknya Johni).

Eh, ngomong-ngomong kemarin Rus nanyain tuch, masih ada yang punya utang? Namun sepertinya dia cukup rela untuk tak dibayar...hahahha...

Ya sudah teman-teman, itu informasi terakhir tentang SMP PL kita tercinta. Mudah-mudahan masih akan terus hidup dan berjaya seperti lagu mars kita dulu....

Hiduplah SPL, Hiduplah SPL, SPL suburkanlah...Harumkanlah namamu, Tunjukkanlah baktimu, Berbakti dengan suka rela hati untuk Tanah Airku.

Jumat, November 14, 2008

Aku Ini Hamba Tuhan, Terjadilah Padaku Menurut Perkataan-Mu

Langkah kaki ini, tiba-tiba kembali lunglai. Langkah pasti yang baru saja mulai kudapatkan lagi, kembali terhenti. Jawaban itu akhirnya kudapatkan, dan kali ini adalah pasti, nyata untuk membuatku kembali tersungkur.

Sudah siapkah aku menurut-Mu? Seperti yang selama ini aku mohon di dalam obrolanku dengan-Mu setiap hari. Apakah ini semua memang hanya tentang kompetisi dan ego, seperti yang ia katakan?

Dalam tersungkurnya aku, aku hanya mencoba meraih harapan. Dan mencoba kembali meraih sebuah tangan yang tak terlihat, namun selalu setia menemaniku. Tangan yang tak henti menuntun langkahku, namun seringkali kuabaikan. Dan aku percaya Ia tak akan tinggalkan diri ini.

Akhirnya aku pun mulai kembali terangkat. Berhasil mengangkat kepalaku. Menyeka tetes peluh dan air mata, yang sudah aku cukupkan. Kembali bisa berdiri dan melangkah menghadapi kancah peperangan sesungguhnya yang sempat kutinggalkan.

"Kamu terlalu hebat untuk kalah dengan semua ini."

Suntikan penambah semangat itu ada di kotak masuk alamat surat elektronik milikku. Dan akan selalu membuatku bernyanyi..."Menarilah dan Terus Tertawa, Walau Dunia Tak Seindah Surga"

Maaf, "medan perang" di depanku terlalu indah untuk tak aku nikmati. Dan aku juga yakin, milikmu tak kalah menarik. Biarkan kaki-kaki ini melangkah ke dalamnya...

Senin, November 03, 2008

Jangan Biarkan Lembar Itu Terbuka...

Ingin berlari...

Lalu menghilang...

Ingin berteriak...

Dan terdiam...

Ingin biarkan ia mengalir...

Tapi cukup sudah tetesannya...

Ingin ku tutup buku ini...

Namun angin membuat lembarannya terbuka...

Ingin berlari...lagi...

Lalu menghilang...lagi...

Tak pernah kembali...

Bahkan menoleh ke belakang...

Jangan berdiri di sana...

Bayangan itu seperti hantu...

Biarkan ku sendiri...

Mengejar pelangiku...

Rabu, Oktober 22, 2008

Dangkal?

Hmm...tiba-tiba aku tadi berpikir sembari menulis cerita baru untuk blog Bintang Jingga yang aku kelola. 

"Jangan-jangan yang baca pada mikir, tulisan gue niy pasaran banget. Cerita remaja, yang memang lagi getol-getolnya dipasarkan."

Hal ini pun terbukti saat aku ke salah satu toko buku ternama, saat aku sedang mencari buku baru berjudul Rectoverso, karangan penulis favoritku Dee Lestari. Novel-novel yang berisikan cerita masa remaja, banyak sekali dijual di sana. Saat aku melihatnya, tiba-tiba terbersit dua pikiran. Yang pertama adalah "Wah, cerita gue bisa gue jadiin buku, terus dijual."

Dan pikiran yang lain adalah "Mana laku, pasaran gini. Dah banyak novel yang sama."

Namun pikiran-pikiran itu kemudian aku abaikan. Aku tetap akan melanjutkan cerita si Bintang Jingga itu.

Terus terang, tidak semata-mata semua itu aku tulis tanpa latar belakang. 

Bagiku sangat sederhana. Bagiku masa-masa remaja adalah masa-masa paling indah. Sering aku sebut sebagai hidup tanpa beban. Ya, walaupun ada, setidaknya aku tak perlu memikirkan masalahku, seperti masa-masa sekarang ini, saat aku hendak mencari solusi atas masalah yang sedang aku hadapi.

Bagiku masa remaja, mungkin masa-masa saat aku hanya hidup untuk hari ini. Tak ambil pusing akan hidupku esok. Paling-paling hanya urusan ulangan dan ujian di sekolah, dan masalah cinta monyet yang semuanya seperti cerita di dalam dongeng, selalu indah, dan melenakan. 

Jadi, jika ada salah satu dari pembaca yang mungkin menganggap tulisanku itu biasa saja, pasaran atau malah dangkal, ya maaf jika aku tidak atau belum bisa memenuhi harapan kalian. Namun setidaknya ini semua merupakan cermin bahagia akan masa remajaku, walaupun cerita tersebut, ada yang nyata dan banyak juga yang hanya merupakan khayalanku.

Selamat menikmati. Semoga pada akhirnya nanti, semuanya itu tidaklah dangkal.

Senin, Oktober 20, 2008

Gadis Kecil dan Tangis Air Hujan...

Saat itu, kalau aku tak salah ingat, di salah satu hari di tahun 2003, hujan mengguyur kota Jakarta dengan sangat deras, aku sedang berkendara pulang dengan Rully Hariwinata dari tempat kami mencari nafkah. Kebetulan kami berdua memang bekerja pada perusahaan dan kantor yang sama, bahkan divisi yang sama pula. 

Arah menuju rumahku memang melewati rumahnya, walau perlu sedikit memutar. Dan saat itu memang aku sedang sering mengendarai mobil sendiri ke kantor. Aku ingat benar, kira-kira saat itu, jam mobilku menunjukkan sekitar pukul 21.30, dan Rully sedang membantuku mengendarai si Panther yang biasa aku kendarai waktu itu. 

Tak tahu mengapa kami tidak melewati Slipi seperti biasanya. Kali ini kami memilih untuk lewat Tomang. Jalanan sudah cukup sepi saat itu. Padahal belum terlalu malam, dan biasanya Jakarta jika hujan deras, pasti sudah mengalami kemacetan yang sangat parah. 

Saat di perempatan Tomang, kami hendak berbelok ke kanan, ke arah Tanjung Duren. Lampu lalu lintas saat itu sedang menyala merah. Pasti hal itu membuat kami harus berhenti. Di saat Rully sudah mengurangi laju kendaraan, dan saat kami sedang berbincang-bincang, tiba-tiba aku dikejutkan dengan sebuah pemandangan, yang sangat menyedihkan, yang pada akhirnya sangat membuat aku dan Rully, berdua dilema. Dan pemandangan itu terpaksa kami "nikmati" beberapa saat, karena mobil harus berhenti. Berhenti tepat di sebelah pemandangan itu ada.

Seorang anak kecil, perempuan, kira-kira belum genap lima tahun. Merangkul tiang lampu lalu lintas, meringkuk, ketakutan, basah kuyub terguyur hujan, yang terkadang ia menengadahkan kepalanya menatap langit yang sedang "berlinang air mata". Kami tak tahu ia menangis atau tidak, karena derasnya hujan menghalangi kami untuk dapat mencari tahu hal itu. Tak ada seorang pun di luar sana, di sekitar tiang lampu lalu lintas atau pun di pembatas jalan itu. Dan orang yang berada di dekat anak tadi, hanya kami berdua, hanya aku dan Rully.

Dua atau tiga menit menunggu lampu merah berganti menjadi hijau saat itu, serasa setahun. Mengacaukan pikiran kami berdua.

Sedih kami dibuatnya, tentu. Rasa cinta dan logika sekali lagi tak bisa dipertemukan kali ini. Berbaur sedikit egoisme diri, yang setidaknya untukku, aku jadikan sebagai pembenaran. 

Bukan hati tak berkata meminta kami turun dari mobil dan membantu anak itu. Namun tak lama kemudian logika pun berkata lain. Tak ada seorang pun di sana, bahkan polisi, yang bisa membantu kami, jika ada hal yang tak diinginkan terjadi. Andaikan itu tak terjadi, dan anak itu berhasil kami ajak, tapi akan kami bawa ke mana? Dan bagaimana kami merawat anak itu?

Maafkan kami yang pada akhirnya lebih memilih untuk menatap arah depan, menatap jalanan di depan kami, dan akhirnya melaju, sesaat lampu lalu lintas berganti hijau. 

Gas yang diinjak oleh Rully pun akhirnya sedikit melemah. Aku tahu, Rully pun merasakan hal yang sama denganku. Rasa sesal meninggalkan gadis kecil itu sendiri. Tersirat amarah akan ketidak-berdayaan kami berdua untuk membantu anak itu. 

Hanya perlu waktu dua menit. Untuk membuat kami bimbang. Dua menit yang setidakya bagiku bisa menggantikan posisi arsip lain di memoriku, yang sudah diatur sedemikian rupa berdasarkan skala prioritas. 

Dua menit yang membuatku belum juga menemukan jawabannya bagaimana seharusnya aku bertindak saat itu, atau mungkin kelak aku atau Rully, atau kami menemukan hal yang sama seperti itu. 

Rasa kemanusiaan kami diuji. Tulusnya cinta kami sedang dipertaruhkan dengan logika yang tak kalah masuk akalnya. 

Tidakkah kamu akan bertindak seperti itu, Teman?


Sabtu, Oktober 18, 2008

Cogito Ergo Sum...

Saya berpikir maka saya ada. Ya, begitulah kira-kira terjemahan dari judul tulisanku kali ini.


Manusia yang diciptakan pada hari terakhir dari seluruh rangkaian penciptaan dunia oleh Sang Maha Dahsyat, Agung dan Kuasa, yang kita sebut dengan Tuhan, memang merupakan makhluk yang idealnya merupakan paling spesial, dari semua makhluk yang ada di dunia ini. Aku rasa Tuhan mungkin meluangkan waktu, tenaga, pikiran-Nya yang paling optimal untuk menciptakan seonggok daging yang berjiwa, berotak, berbudi pekerti, berperasaan, dan ber-ber-ber yang lainnya. 


Idealnya manusia mempunyai segudang prestasi hidup yang membanggakan di mata Sang Penciptanya, di mata sesama manusia, bahkan makhluk lain, walau tanaman dan binatang itu, mereka sering "berbicara" dengan bahasa yang tak bisa dipahami oleh manusia. 


Sebagai "arsitek" manusia, Tuhan pasti juga mempunyai blue print yang berbeda untuk tiap ciptaan-Nya. Dan perlu diingat, blue print itu adalah misteri, yang pasti akan terlaksana, dengan cara apa pun. Cara yang kita pilih dan gunakan, selama berjalan meniti langkah di dunia. 


Pilihan itu semua berawal dari pikiran manusia. "Kertas putih" yang kita bawa dari rahim ibu, hanya bisa bertahan sekian detik setelah kita lahir. Itu sudah tercoret semenjak kita berinteraksi dengan orang lain, dengan lingkungan, dengan semesta. Termasuk tercoret oleh pikiran orang lain. 


Mungkin adalah awal yang buruk, bahwa pikiran kita ini bukanlah terisi oleh pemikiran orisinil kita sendiri, melainkan orang lain. Orang lain yang meminta kita melakukan suatu hal, memberitahu kita untuk menggunakan cara yang dianggap oleh mereka adalah baik. Pilihan yang akhirnya mereka ambil untuk jalan hidup mereka, dan mereka minta untuk juga diterapkan pada jalan hidup kita. Terdengar menyedihkan memang. 


Beranjak dewasa, sebagai manusia normal secara fisiologis dan psikologis, pasti mengalami perkembangan pada seluruh organ tubuhnya, hingga di titik tertentu, mereka tak lagi berkembang, malah mengalami penurunan yang pada akhirnya manusia itu akan menemui kematian. 


Termasuk pola pikir manusia, yang akan berkembang dan mati. Lagi-lagi kita diminta untuk memilih cara, kita diberi kebebasan seluas-luasnya oleh Tuhan untuk menentukan sendiri titian langkah kita. Sampai pada akhirnya titian itu mungkin akan diganti oleh-Nya, jika menurut-Nya blue print kita tak akan bisa terlaksana.


Tak terhitung jumlahnya pemikiran-pemikiran orang lain yang telah diserap oleh indera, dan otak kita setiap harinya. Pilihan yang sulit memang, untuk bisa memilih, menggabungkan, dan mungkin menjadikannya sebagai sebuah pola atau sistem yang pada akhirnya bisa menjadi pemikiran orisinil kita sendiri, menjadi solusi masalah yang kita hadapi. 


Namun dari pikiran itu pula lah, manusia bisa menjadi kejam, jika ia salah memformulasikan, apa yang ia terima selama ini. Ia akan menjadi predator terburuk, bagi makhluk yang lebih lemah dari ia sendiri, bahkan dari kalangannya sendiri. 


Kadang manusia harus belajar dari mereka yang mempunyai pemikiran yang tak sesempurna pemikiran manusia. Seekor anjing misalnya, yang tak mungkin tak beranjak mendekati tuannya saat mereka tiba di rumah, saat ia sakit sekali pun, bahkan jika ia tak bisa beranjak karena sakitnya, ia tak lupa untuk mengibaskan ekornya, tanda bahwa ia bahagia, tuannya telah tiba, dan bertemu dengannya. Seekor kura-kura yang tak lagi bersembunyi di tempurungnya saat ia di angkat dari air oleh sang pemiliknya, karena ia percaya diri bahwa ia tak akan disakiti.


Sederhana, mereka memberikan cinta tanpa syarat. Bahkan saat kita sedikit melupakan mereka, mereka akan perlahan menghampiri dan menyapa, seolah bertanya kabar terbaru. Sederhana, pikir mereka adalah cinta tanpa syarat. Dan itu sudah tersistematisasikan di otak mereka, tanpa henti. 


Namun manusia, yang memang notabene mempunyai pemikiran yang luar biasa, sampai terkadang luar biasa kompleks, dan tak karuan. Apakah saat hal itu terjadi, manusia itu bisa dikatakan ada sebagai manusia? Apalagi tanpa cinta.

Jumat, Oktober 17, 2008

Malaikat Juga Tahu...

Lelahmu jadi lelahku juga
Bahagiamu bahagiaku pasti
Berbagi takdir kita selalu
Kecuali tiap kau jatuh hati
Kali ini hampir habis dayaku
Membuktikan padamu ada cinta yang nyata
Setia hadir setiap hari
Tak tega biarkan kau sendiri
Meski seringkali kau malah asyik sendiri
Karena kau tak lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya
Hampamu tak kan hilang semalam
Oleh pacar impian
Tetapi kesempatan untukku yang mungkin tak sempurna
Tapi siap untuk diuji
Kupercaya diri
Cintakulah yang sejati
Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya
Kau selalu meminta terus kutemani
Engkau selalu bercanda andai wajahku diganti
Relakan ku pergi
Karna tak sanggup sendiri
Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu
Aku kan jadi juaranya
(oleh: Dewi "Dee" Lestari di album Rectoverso)

Tak akan berani aku adu cinta darinya dengan siapa pun...


Walau semua terlambat ku sadari...


Tak aku lihat, ia adalah malaikat yang tak bersayap...


Dan mungkin aku harus mulai bisa berjalan sendiri...


(Dipersembahkan untuk RH)

Selasa, Oktober 07, 2008

Malang Oh...Malang...

Hmm...baru kali ini lebaran aku keluar kota. Maklum aku bukan salah satu dari mereka yang merayakan hari raya tersebut. Biasanya hanya aku habiskan di rumah, dengan acara-acara yang tidak jelas. 

Namun lebaran kali ini sedikit berbeda. Aku diajak tanteku untuk ke Malang, tempat mertuanya. Ini adalah liburan kali ke dua bersama dengan tanteku pada tahun ini, setelah kami sempat ke Bali berdua akhir Agustus 2008 lalu. 


Keberangkatanku kali ini nyaris batal, karena aku terserang flu yang menurutku paling parah dari flu yang pernah aku alami sebelumnya. Hidung tiada henti pilek, suara serak, bahkan sampai hilang sehingga aku tak bisa berbicara; dan pertimbangan lainnya adalah di Malang ada Oma dan Mbah Buyut, yang kesehatannya sedikit rentan. Namun akhirnya aku jadi juga berangkat, setelah sepupuku menelepon tanteku dan memintaku untuk tetap berangkat.


Tanggal 1 Oktober 2008, akhirnya aku berangkat juga. Biasanya kalau aku ke luar kota dengan pesawat, aku lebih suka ke dan dari bandara menggunakan "taksi biru" itu. Namun sayangnya saat aku menelepon ke mereka, taksi sedang keluar semua "Oh, no, just remember ini pas lebaran ya."


Akhirnya aku minta diantar papa ke Cengkareng. Aku hanya berangkat berdua dengan sepupuku, karena tanteku dan suaminya, juga sepupuku yang lain sudah berangkat dari hari Minggu. Pesawat dalam kondisi penuh, tak satu pun ada kursi kosong, banyak sekali bayi dan anak kecil, belum lagi satu bayi yang tak berhenti menangis dari saat pesawat akan lepas landas sampai kira-kira setengah perjalanan. 


Sampai sana, pertama kali, ya biasa "absen" ke seluruh keluarga. Terutama Mbah buyut (she's already 91 years old) yang turut merayakan idul fitri. Setelah itu, berhubung di sana ada piano, karena aku juga diminta membawa buku-buku piano sebelum berangkat, langsung aku didaulat untuk menyanyi, dan bermain piano seadanya.


Hmmm...sudah bisa ditebak, setelah itu, suaraku yang tadinya masih bisa bicara sedikit, jadi benar-benar hilang. Dahsyat pokoknya. Benar-benar iri saat melihat sepupuku yang lain bersama-sama main piano dan bernyanyi. Ini benar-benar penyiksaan bagiku. Belum pernah aku lewati satu hari pun tanpa bernyanyi, tapi kali ini, harus aku lewati tanpa melakukan hal itu sedikit pun. Tersiksaaaaa....


Hari ke-2, suaraku tak membaik, bahkan memburuk. Namun ya sudahlah, aku coba lewati liburanku kali ini dengan senang. Setelah makan pagi, kami sebentar mengobrol di ruang tengah sambil melihat DVD konser Andrew Lloyd Webber saat mereka konser di Beijing, China. Setelah itu, kami semua memutuskan untuk pergi ke Klub Bunga, Batu. Daerah ini seperti daerah Puncak.


Sherly, sepupuku yang masih 10 tahun, dan Alvin yang masih 9 tahun, ingin berkeliling Klub Bunga, dengan ATV. Berhubung mereka masih kecil, jadi mereka tidak diizinkan untuk mengendarainya sendiri. Akhirnya kami berlima, aku yang memboncengi Sherly, Birowo yang memboncengi Alvin dan Yudis tanpa memboncengi siapa pun, menaiki ATV keliling Klub Bunga, sampai ke atas bukit, dan bisa melihat kota Malang dari atas. Ternyata seru mengendarai ATV yang cukup berat, dan puas bisa melihat Malang dari atas bukit. 


Belum puas hanya dengan berjalan-jalan di Klub Bunga, akhirnya kami sekeluarga pada malam harinya bermain futsal di lapangan yang kami sewa, yang masih berada di lingkungan kompleks rumah. Berhubung tidak ada yang bisa bermain, kecuali Yudis yang sempat sekolah bola di Klub Blackburn, Inggris, jadi semua tampak seperti srimulat, karena lebih banyak tertawanya daripada menendang bola. Apalagi saat aku dan Birowo memutuskan untuk tetap di pinggir lapangan, kami mendengar ada satu tim yang sedang berbincang-bincang dengan bahasa Jawa "Eh, ojo muleh sekh, ono dagelan neng kene."


Yang artinya adalah "Eh, jangan pulang dulu, ada lelucon di sini."


Aku dan Birowo pun langsung ikut tertawa karena malu. "Sial mungkin mereka pikir kami berdua tidak mengerti obrolan mereka yang dalam bahasa Jawa itu. "


Setelah puas tertawa di lapangan futsal, kami pun pulang, untuk makan malam. Kali ini kami makan di rumah saja. Hmm...makan memang jadwal tetap dan sangat teratur, selama aku di sana. Alhasil beratku naik 1 kilo sepulang dari Malang. 


Santapan khas lebaran sudah tersedia di meja makan, begitu kami sampai rumah. Opor ayam dan ketupat siap untuk kami santap. Enak euy..sudah lama aku tidak memakan opor ayam. 


Setelah makan malam, kami sekeluarga, lengkap, kecuali Mbah Buyut, doa Rosario bersama. Tangan kami sibuk mengitari butiran-butiran Rosario sambil mendaraskan doa Salam Maria. Suatu hal yang aku rindukan ternyata, doa Rosario bersama-sama, walau sudah sebulan ini, aku kembali sering melakukan itu sendirian di kamarku, sesaat sebelum tidur.


Selesai doa, kami pun tak langsung tidur, tapi aku, Birowo, Oom Yoseph, dan Tante Ari, bersama-sama menonton DVD di ruang tengah. Film yang diputar kali ini berjudul Goal. Oh ya, seringnya kami nonton DVD, karen Yudis memang sengaja membawa koleksi DVDnya dari Jakarta. 


3 Oktober 2008, yaaa...tiba waktuku untuk pulang ke Jakarta, kembali ke kenyataan. Pesawat Malang-Jakarta hanya ada 1 kali dalam 1 hari, dan jadwalnya adalah pukul 08.55 pagi. Jadi pagi-pagi aku sudah mandi, makan pagi, dan pamitan untuk pulang ke kota yang akan semakin penuh sesak, karena bertambahnya kaum urban baru yang biasanya mendatangi kota Jakarta, setelah hari raya Lebaran.

Jumat, September 05, 2008

Malaikat di Daily Bread?...

Satu bulan lebih aku tak menuliskan apa pun di blog ini. Bukan berarti tak ada cerita yang bisa aku tuliskan. Namun lebih karena aku tak ingin menuliskannya di sini. Biarkan sebagian besar roller coster hidupku satu bulan kemarin, hanya aku dan Tuhan yang mengetahuinya secara detil. Biar aku saja yang bisa menikmatinya, memaknainya hingga aku bisa melihat jelas, bahwa itu adalah blue print terindah yang dibuat langsung dan tak ada duanya, oleh Pemilik kunci hidup dan detak jantungku selama ini. 

"Ah, sok religius loe 'Cha!"

Mungkin kamu masih ingat dengan tulisanku beberapa waktu lalu, saat aku menyatakan bahwa aku tak akan melangkah keluar dari Gereja Katolik sampai saat itu. Jujur, sempat terbersit aku akan meninggalkannya, baik dengan bersikap agnostik, atau secara harafiah, dan tak tahu melangkah ke mana. Namun saat ini, akanku nyatakan lagi bahwa aku tak akan melangkah keluar dari Gereja Katolik. 

Setelah cukup lama, aku merasa hebat dan kuat untuk berjalan sendiri, kali ini, aku kembali mencari lentera itu. Lentera yang kubiarkan redup, bahkan hampir mati. Ia sulit kutemukan, walaupun aku tahu, ia tak jauh. Yakin benar ia masih menyala untukku, walaupun sangat kecil.  

Namun perlahan aku kembali melihat cahayanya. Keraguan tak kalah hebatnya bersaing dengan keyakinanku, untuk mendekatinya, hingga ia tak lagi redup. Sulit memang, menggila aku dibuatnya. Seolah aku sedang berdialog dengan setan dan malaikat, di samping kiri dan kananku.

Sampai saat itu, 8 Agustus 2008, Jumat sore, dan berarti pulalah aku membagikan sedikit jungkir baliknya aku di satu bulan kemarin. Hari itu aku bertemu dengan seseorang yang kejam, mirip Nazi, di kantorku dulu. Yah, tapi memang dari dulu, aku sudah berpikir, kelakuannya itu memang beralasan. Otaknya yang cemerlang, seolah-olah melegalkan semua perbuatannya.

Terakhir kali aku bertemu dengannya akhir tahun 2006. Berarti hampir 2 tahun kami tidak bertemu. Kabar terakhir yang aku dengar tentang dia dari Rully, bahwa ia telah berubah menjadi orang yang lebih filosofis dan religius. 

Saatku sedang istirahat sejenak di Toko Roti Buana Sentra Mulia, sambil menunggu sakit kepalaku hilang, sehingga aku bisa melanjutkan perjalananku kembali, aku mengirim SMS untuk Rully "Yi, aku di buana ya, kalo kamu ngga sibuk n bisa turun, turun ya, kalo ngga juga ngga papa."

Tak berapa lama Rully menghampiriku.

"Aduh kenapa Sayang?"

"Hehehe biasa migren kumat."

"Yuk gabung ke Daily Bread, ada Cokie."

Tanpa pikir panjang aku pun langsung beranjak, dari Buana pindah ke Daily Bread.  Ternyata di sana ada Karin juga. Semacam reuni kecil lah jadinya. Karin, Rully, dan aku (saat aku diberi kesempatan tak lagi menjadi sekretaris Kepala Divisi, di divisi Liabilities, Bancassurance and Investment), dulu sempat berada di bawah Sub Divisi yang dikepalai oleh Cokie ini, yang saat itu sudah memegang jabatan Assistant Vice President.

Apa yang aku dapatkan setelah beberapa menit aku duduk di sana? Mereka bertiga masih saja membahas urusan kantor. Tepatnya Karin sedang curhat tentang pekerjaannya. Huh, makin migren aku mendengar itu semua. 

Di sela-sela acara curhat si Karin, tiba-tiba Cokie bertanya padaku "Gimana masih kuliah kau?"

"Masih, lagi berusaha nyelesein skripsiku."

"Lama juga kau kuliah ya. Terakhir ketemu kau bilang masih kuliah khan?"

"Khan 4 tahun, Bang."

"Ngambil apa si kau?"

"Psikologi."

"Weits."

Tiba-tiba si Karin menimpali, "Terinspirasi gue, dianya."

Maklumlah si ibu itu, yang juga salah satu teman terdekatku di kantor, selain Rully, memang bergelar S.Psi di belakang namanya.

Terus kembali Cokie, bertanya padaku "Trus apa yang kau dapat selama 4 tahun di sana?"

Dalam hatiku "Anjrit ya niy orang, masih aja, kalo nanya kayak gitu."

"Duh, susah juga ya gue jawabnya. Banyak banget yang gue dapetin."

Sambil mataku menatap mata Rully, seolah-olah aku meminta bantuan. Ternyata ia menyadari hal itu, dan kemudian menimpali "Ya, jawab aja kali, susah amat."

Kembali Cokie menanyaiku "Sesuai dengan target lu atau ngga?"

"Lebih dari yang gue harapkan sih, jauh dari perkiraan gue, Bang."

"Good, berarti emang ada gunanya elo sekolah lagi."

Mengobrol panjang lebar, seputar pekerjaan, dan seperti biasa, gosip seputar orang kantor, sampai akhirnya Karin harus pindah ke meja sebelah untuk rapat. Kami pun bertiga terdiam seketika, tak punya bahan pembicaraan, karena sebelumnya kami hanya menimpali, mendengarkan Karin bercurhat ria. 

Aku masih menunggu bukti bahwa Cokie ini telah menjadi seorang yang filosofis. Sampai ada satu omongan yang cukup membuatku tertarik. Sangat logis, tapi sayangnya aku tak menuliskan lengkap ucapannya, dan hanya dua hal terakhir yang aku ingat, dari hubungan sebab akibat yang ia jelaskan saat itu, "Bagaimana elo bisa punya Godly kindness, kalo elu ngga punya brotherly kindness."

Beberapa hari kemudian, tak tahu mengapa aku mengirimkan SMS untuknya "Cok, omongan lu lumayan nancep di gue."

Lalu ia mengirim SMS kembali padaku "Makannya baca tuh Yakobus, James, jangan cuma dianggurin Alkitab lu, btw it's the greatest book ever."

Waduh, sama sekali aku tak mengira, manusia seperti Cokie, seorang Sub Division Head ala Nazi dan dengan kualitas seperti dulu yang aku tahu, sekarang baca Injil.

Aku pun membalasnya, dengan keraguan yang luar biasa besarnya, "Yupe. Iya niy dah lama juga gue tutup tuch buku. Ntar dech mulai gue buka-buka lagi."

Ada satu perbedaan mencolok antara orang Katholik dengan orang Kristiani lainnya, kalau pada hari Minggu kami ke gereja. Orang Katholik sangat jarang membawa Injil saat hendak perayaan Ekaristi ke gereja, sedangkan umat Kristen lainnya, Alkitab tak lepas dari tentengan mereka. Maklumlah, kami, umat Katholik, semua sudah disediakan di lembar gereja mingguan, mulai dari doa-doanya, pilihan lagu, bacaan-bacaan Kitab Suci, sampai ke Injil utama minggu itu. Jadi bagi kami, ke gereja cukup membawa Puji Syukur, atau bahkan hanya berlenggang, tak membawa buku apa pun.

Beberapa hari kemudian Cokie kembali mengirimiku SMS, "Ocha, kamu tertarik untuk bible study ngga, biar makin mantab ilmu Psikologimu?"

Dalam hatiku "What, gue, bible study? Yang buener."

Dan sampai Cokie mengirimiku SMS itu, aku bahkan belum kembali melirik Injil yang tertata rapi di rak buku kamarku.

Aku pun membalas SMS itu "Hmm, kapan, di mana? Sama sapa?"

"Terserah elu di mana, kapan pun elu bisa."

Wah canggih juga niy, jadwalnya bisa semauku, "Kok bisa kayak gitu?"

"Metodenya one on one. Disesuaikan sama jadwalmu" 

Aku pun mencoba untuk berkelit, dengan harapan Cokie menyerah, dan tak menanyaiku lagi "Pengen siy, tapi abis tanggal 10 September ya, gue mau ngejar skripsi dulu."

Terus terang aku lupa isi lengkap SMS balasan darinya setelah itu tapi yang membuatku tertarik adalah kalimat yang satu ini, "Tapi gue yakin siy, kalo pun elu mulai besok, skripsi loe makin bagus."

Tak masuk akal. Apa hubungannya Injil, Alkitab, Kitab Suci dengan skripsiku? 

Lalu Cokie kembali mengirimiku SMS "Biar makin mantap, yang ngajar artis, yang udah bertobat. Cewek, seumurmu."

"Siapa?"

"Salah satu penyanyi Warna."

"Hah, Ary? Kalo Ary gue ngga mau, dia temen sekelas gue waktu SMA kelas 3."

"Bukan, cewek kok."

"Iya, Ary juga cewek kali. SMA gue khan cewek semua."

"Ria."

"Oh, ok."

Berakhirlah balas-balasan SMS kami berdua, tapi hanya untuk beberapa saat, sampai ia kembali mengirimiku SMS, "Aku dah hubungi Ria, semangat sekali dia ketemu kau. Dia besok bisa dari jam 3.30-6.00.

Dalam hatiku saat itu, "Wadddduuuhh...beneran ya, niat kali dia."

"Ya udah, besok di Puri Indah Mall bisa?"

Sedikit mencoba tricky, mencari tempat yang tak banyak orang tahu, walaupun aku tahu kantor Cokie yang baru itu di Arjuna Selatan, tak jauh dari Puri Indah. 

Balas-balasan SMS pun berlanjut hingga kami sepakat untuk bertemu di Senayan City, jam 15.00 pada hari Jumat, 15 Agustus 2008.

Dialogku dengan setan dan malaikat, di sebelah kiri dan kananku, belum juga berhenti, mungkin sampai sekarang. Namun tak tahu mengapa, akhirnya aku berpikir "Tak ada salahnya lah liat dulu. Secara Cokie gitu yang ngajak. Ngga mungkin tanpa alasan, dan kalo ngga ada hasil yang memuaskan."

Satu pertanyaan yang sempat pop up di benakku, "Cokie, malaikat?"

Jawabku "Naaaaa."

"Jadi elo siapa Cok?"

Rabu, Juli 16, 2008

Sepatu Bersih, Sepatu Cantik...

Musim diskon sudah hampir berakhir, seperti SOGO yang sempat aku datangi hari Minggu, 13 Juli 2008 lalu, menurut pramuniaganya bahwa hari itu adalah hari terakhir mereka memberikan potongan harga. Namun jangan takut, hingga saat ini masih ada toko yang memberikan potongan harga. Tengok saja Mango dan Zara yang masih menggelar diskon, walaupun keduanya juga mulai memasang new arrival untuk musim mendatang, di gerai-gerai mereka. 


Pertanyaan pertama yang ada di pikiranku adalah, coba dilihat lagi ada beberapa barang belanjaan yang berhasil dibeli? Ada penyesalan membeli barang-barang itu, atau bahagia karena mendapatkan barang yang selama ini diincar? Ada yang mulai khawatir menanti datangnya tagihan kartu kredit bulan ini? Semoga semuanya sudah diperhitungkan sebelumnya ya.


Kalau berdasarkan pengalaman aku sendiri, belanjaan yang paling sering diincar saat musim potongan harga adalah sepatu. Pasti ada 'kan yang baru saja belanja sepatu baru? Apalagi model yang diberikan potongan harga itu adalah model yang sudah lama diincar, pasti tanpa pikir panjang lebar langsung minta ke pramuniaga untuk dicarikan ukuran yang sesuai, dan langsung bayar ke kasir. "Lah Cha, kadang ga ada diskon pun, ga pake acara mikir panjang. Kalo suka, pas, keren di kaki, langsung dech bayar."


Lalu, kira-kira para pembeli sepatu ini, sudah tahu belum ya cara merawat sepatu kesayangan? Sayang 'kan sepatu yang dibeli dengan mahal, dengan penantian panjang itu hanya bertahan sebentar, karena tidak tahu cara merawatnya. Kali ini aku akan merangkum beberapa tips merawat sepatu. Ada yang aku ambil dari artikel di internet, maupun berdasarkan pengalamanku sendiri. 


Sepatu Berbahan Suede


Sepatu berbahan suede ini, memang termasuk sulit dalam hal perawatannya. Sikat khusus sepatu untuk berbahan suede ini tersedia di toko-toko sepatu, walaupun sedikit sekali yang menjualnya.


Untuk membersihkan kotoran di sepatu berbahan suede ini, kamu bisa menyikatnya secara lembut dengan menggunakan sikat khusus itu. Namun pastikan sepatu kamu dalam keadaan kering. Sikatlah sepatu ke satu arah, jangan menyikat kedua arah yang berlawanan, untuk mengangkat kotoran yang menempel.


Untuk menghilangkan lecet yang terlihat jelas pada sepatu, sikatlah sepatu dengan sikat khusus itu ke dua arah yang berlawanan. Untuk lecet yang membandal, coba gosokkan area yang lecet dengan penghapus pensil.


Semprotkan dengan semprotan pelindung sepatu berbahan suede sejak pertama kali sepatu itu kamu beli, dan setiap kali setelah sepatu itu dibersihkan. Untuk sepatu yang tidak digunakan dalam jangka waktu yang lama, simpanlah sepatu di dalam kotak sepatu, dan dibungkus dengan kertas pembungkus (yang biasanya juga sudah ada di dalam kotak, saat kita membeli sepatu). Pastikan tempat penyimpanannya jauh dari udara lembab, dan akses sinar matahari.


Informasi ini diambil dari artikel yang ditulis oleh Joy di http://www.answers.yahoo.com, dengan kata kunci cleaning suede shoes. Begitu pula dengan informasi selengkapnya mengenai penanganan secara tepat sepatu berbahan suede ini, bisa dilihat di halaman situs tersebut. 


Sepatu Berbahan Patent Leather


Membersihkan sepatu berbahan ini cukup mudah, tapi tidak dengan mencegahnya dari goresan. Sepatu berbahan ini mudah tergores, apalagi jika si pemakai tidak berjalan dengan hati-hati. 


Pembersih sepatu berbahan ini sudah banyak di jual di toko sepatu. Namun lebih mudahnya, kamu bisa juga menggunakan petroleum jelly yang banyak dijual di toko kecantikan atau apotek. Caranya adalah gosokkan petroleum jelly itu ke bagian yang kotor atau lecet hingga hilang. Lalu lanjutkan dengan menggosokkan ke seluruh bagian sepatu hingga mengkilat. Untuk lecet membandal pada sepatu patent leather warna hitammu, tutulkan marker berwarna hitam di atas kain setengah basah, lalu gosokkan pada bagian sepatu yang lecet, hingga lecetnya hilang.


Informasi ini diambil dari http://www.goodhousekeeping.com dengan kata kunci cleaning patent leather shoes


Sepatu Berbahan Kulit


Membersihkan sepatu berbahan ini sepertinya sudah sering kita lakukan. Semir-semir dan pembersih sepatu berbahan kulit, sangat mudah ditemukan di toko, bahkan tidak perlu datang ke toko khusus sepatu. Namun pastikan bahwa sebelum menyemirnya, kamu sudah menghilangkan kotoran dan debu yang menempel pada sepatu. 


Sepatu Berbahan Satin


Sepatu berbahan ini memang tampak indah dan elegan, tapi cukup sulit dalam perawatannya, apalagi untuk sepatu yang berwarna terang. Cara terbaik untuk membersihkan sepatu berbahan ini adalah dengan membawanya ke binatu khusus. Mungkin binatu yang bisa aku sarankan adalah binatu seperti Jeeves, yang memang spesialis pencucian baju-baju mewah dan yang berbahan sulit, juga sepatu dan tas, walaupun harga yang dipatok tidak seperti binatu lainnya. Pastinya jauh lebih mahal. 


Namun apa pun akan dilakukan bukan untuk barang kesayangan, termasuk sepatu satinmu? Daripada sepatu itu dicuci sendiri dan meninggalkan bekas air juga detergen yang masih menempel, lebih baik membawanya ke yang ahli, atau jika merasa tak sanggup merawatnya, lebih baik dipikirkan dua kali sebelum membeli sepatu satin ini, walaupun indah terlihat. 


Pemilihan, Pemakaian dan Perawatan Sepatu Secara Umum


Yang pasti bersihkan sepatu setelah dipakai. Untuk sepatu yang sering dipakai, simpanlah di tempat yang mudah diraih, sehingga jika kita terburu-buru, kita mudah mencarinya.


Sepatu harian, misalnya seperti sepatu sekolah, kuliah ataupun sepatu kantor, jangan hanya mempunyai satu pasang saja. Sediakan beberapa pasang sepatu, untuk dipakai berganti-ganti. Hal ini bukan hanya untuk fesyen, tapi juga untuk kesehatan. Dengan demikian sepatu tidak menjadi lembab, dan terhindar dari jamur yang dapat menyebabkan kaki berbau atau bahkan terkena penyakit kulit. 


Untuk para perempuan, tak perlu takut menggunakan sepatu hak tinggi andalan, sempatkanlah untuk  mengistirahatkan atau olahragakan kaki sejenak di tengah kesibukan kantor. Misalnya buka sepatu saat kamu duduk, dan putar-putar pergelangan kaki sebentar. Setibanya di rumah, kamu bisa rendam kakimu dengan air hangat dan juga garam mandi yang banyak dijual di toko perlengkapan aromaterapi atau spa. Jangan lupa saat di tempat tidur, dengan posisi badan terlentang, naikkan kedua kakimu sedemikian rupa sehingga posisi kaki lebih tinggi dari posisi badanmu. Hal ini agar aliran darah dapat kembali lancar. Namun ada baiknya juga tidak menggunakan sepatu tinggi setiap hari, atau setidaknya tinggi haknya tidak selalu sama.


Jika ingin membeli sepatu pesta, atau sepatu yang akan jarang dipakai, sebaiknya cari harga yang tidak terlalu mahal, atau cari sepatu mahal yang sudah mendapat potongan harga (ini akan jauh lebih baik). Pertama karena sepatu itu jarang dipakai, orang lain juga akan jarang melihat kita memakai sepatu itu. Kedua, sepatu yang harganya mahal biasanya juga didukung dengan kualitas sepatu yang kuat dan tahan banting. Sepatu kantor harian rasanya harus cukup kuat untuk mendukung aktivitas dan mobilitas kita selama di kantor. Bayangkan jika satu hari ada dua atau tiga klien yang harus didatangi, jika sepatu yang kita pakai tidak nyaman, tentu malah akan mengganggu kerja bukan?


Untuk sepatu yang depannya tertutup, jika sedang tidak dipakai usahakan selalu mengganjal bagian depannya itu dengan alat khusus yang terbuat dari plastik, seperti tongkat kecil berbentuk huruf L (beberapa merek sepatu, kadang menyertakannya saat kita membeli sepatu) yang menghubungkan ujung bagian depan dan bagian tumit sepatu itu. Namun jika alat itu tidak ada, ganjal bagian depan dengan kertas bekas yang diremas dan kemudian dimasukkan ke bagian depan sepatu. Hal ini agar menjaga bagian depan sepatu tidak melengkung ke dalam.


Sepatu yang jarang dipakai bisa disimpan di dalam kotak khusus sepatu. Setahuku di toko perkakas seperti Ace Hardware menjual kotak itu, dari kisaran harga Rp.20.000an-Rp.100.000an. Untuk yang harga Rp.20.000, hanya satu ukuran. Dapat menyimpan sepatu high heels andalanmu dengan posisi berdiri atau sepatu olahraga dengan posisi tidur. Kotak ini terdiri dari 2 warna, biru dan putih transparan, yang akan memudahkan kita untuk mengambil sepatu saat ingin digunakan. Untuk harga yang lebih mahal ada berbagai ukuran tergantung sepatu yang ingin disimpan di dalamnya, bahkan kotak sepatu untuk pria dan wanita juga dibedakan. Jangan lupa ya, jika menyimpan sepatu dalam kotak, pastikan sebelum menyimpannya, sepatu dalam keadaan bersih, dan tambahkan silica gel atau kapur barus di dalam kotak itu, untuk menghindari jamur. 


Seperti biasa, pesanku untuk yang membaca tulisan ini, jika kamu tahu informasi tambahan mengenai perawatan sepatu, silakan tuliskan komentar tambahan. Apalagi jika kamu mendapati kesalahan informasi tentang perawatan sepatu yang aku tulis di atas, aku akan senang menerima kritikan atau saran dari kamu, karena beberapa informasi di atas memang hasil terjemahanku sendiri.


Pemilihan artikel asli yang aku terjemahkan, berdasarkan hasil suara dan komentar para pengunjung situs tersebut dan juga hasil mereka yang sudah mencoba cara-cara yang disarankan dalam artikel tersebut. Tak ketinggalan, dari kredibilitas situs penyedia artikel-artikel tersebut.


Oh ya, satu lagi, jika kurang percaya dengan informasiku di sini, silakan berkunjung ke situs aslinya. Dijamin aku tak akan tersinggung.


Semoga berguna.