Itulah kutipan yang diambil dari ucapan seorang Jalaluddin Rumi (maaf jika aku salah menulis nama beliau). Saat Steny Agustaf, seorang penyiar radio ternama di Jakarta mengucapkan kalimat itu, aku pun langsung berpikir "Wow, keren", dan tak lama kemudian otak ini pun berpikir tentang makna di balik rangkaian kata tersebut.
Di tengah-tengah kesibukkanku mengendarai mobil di jalan bebas hambatan yang macet total, barulah sekitar lima menit aku mempunyai persepsi tersendiri tentang kalimat itu.
Kemalasan. Ya, kata ini yang langsung muncul. 'Sayap-sayap' ada, namun percuma. Mingkup, tak terbuka, tak berfungsi. Raga itu menunggu untuk dibawa 'terbang' yang lain. Menanti uluran tangan menghampiri. Berharap belas kasih, bagai pengemis di pinggir jalan. Lengkap organ tubuh seolah tak mampu digerakkan, lumpuh seketika.
'Sayap-sayap' telah patah. Otak menjadi tumpul. Mata tak lagi bercahya. Ucap menjadi tak berarti. Laku semakin tak pantas. Mata hati terhalang berjuta dinding. Tak mau tahu akan hari esok.
Bayi itu hanya bisa menangis. Namun bukan berarti ia tak bisa bicara. Bayi itu hanya bisa merangkak bukan berarti ia tak ingin berlari.
Merangkak, berdiri, berjalan, berlari dan biarkan dirimu terbang. Jangan biarkan 'sayap'mu patah, dan membuatmu kembali merangkak.
Rabu, Maret 05, 2008
Kalian Terlahir Dengan Kepakkan Sayap, Mengapa Lebih Memilih Merangkak?
Pikiran seorang Rufina Anastasia Rosarini pada saat 23.48
Kategori tulisan: Merenungku
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
hahhaa ocha ternyata hardrockers juga niiiy =) quotesnya emank kerenn
Posting Komentar