Kejadian yang sangat mengagetkan aku alami siang hari ini. Makan siang bersama dengan sang mentor hidupku di Mall Puri Indah, di restoran yang menyajikan makanan khas Singapura, karena tempat ini satu-satunya yang menyediakan meja untuk para perokok. Di baris itu terdapat tiga buah meja yang masing-masing bisa di tempati oleh empat orang. Sedangkan salah satu sisi, tempat duduknya berupa sofa yang memanjang, dari ujung ke ujung lebar ruangan tersebut.
Saat kami masuk, kami lihat ada sebuah keluarga di sudut lain. Keluarga itu membawa satu anak kecil. Aku sempat heran mengapa si pelayan mengatur tempat duduk mereka di area para perokok, karena mereka membawa anak kecil. Oleh sebab itu, aku memilih untuk duduk di ujung lain deretan meja itu, untuk menghindari anak kecil tadi dari kepulan asap rokok temanku yang satu ini. Tak lama kemudian keluarga itu beranjak, dan meninggalkan restoran, karena tampaknya santap siang mereka sudah selesai. Tinggallah aku dan temanku yang berada di deretan itu.
Tak lama kemudian datang seorang laki-laki dengan seorang perempuan, yang menurut asumsiku, mereka adalah sepasang kekasih, belum sepasang suami-istri. Mereka duduk tepat di sebelah kami. Karena posisi duduk yang cukup dekat, dan suara mereka cukup kencang, sehingga semua pembicaraan mereka berdua otomatis terdengar oleh kami.
Mereka sempat menjadi bahan observasi dan pembicaraan kami berdua. Apalagi saat si perempuan menemukan satu nomor telepon yang tersimpan di seluler si laki-laki, dan saat si perempuan itu menanyakan, si laki-laki memberikan suatu jawaban yang ternyata belum membuat si perempuan puas dengan jawaban itu. Si perempuan terus menanyakan perihal nomor telepon itu. Aku dan temanku langsung saling berpandangan. Aku tahu bahwa isi otak kami saat itu sama, yaitu "Dasar cewek posesif".
Saat mereka memesan makanan pun terjadi sedikit adu argumentasi antara si laki-laki dengan si perempuan, tentang menu makanan yang akan mereka pesan. Dari percakapan mereka dengan si pelayan, kami mengetahui bahwa si laki-laki sedang sakit batuk. Sekali lagi, kami tak mencuri dengar percakapan mereka, melainkan jarak dan suara mereka yang membuat kami bisa mendengar semua perkataan mereka.
Kami pun lalu disibukkan oleh makanan dan minuman yang sudah tersedia di depan kami. Aku langsung menyantap makan siangku saat itu. Tak lama kemudian, temanku ini ingin merokok. Karena tahu bahwa 'tetangga' kami saat itu sedang batuk, maka temanku ini menyapa si laki-laki di sebelah dan bertanya "Mas, sorry saya notice mas lagi batuk, masalah gak kalau saya merokok?"
"Oh, gak papa, gak masalah, silakan merokok"
"Ma kasih ya Mas. Saya ngga enak mas lagi batuk tiba-tiba saya merokok di sini."
Kami dan mereka langsung melanjutkan aktivitas masing-masing. Tak lama kemudian, mereka meminta tagihan untuk mereka bayar. Satu hal yang mencengangkan aku dengar "Mbak, bill sebelah sekalian ya". Itu yang ia katakan pada si pelayan yang menghampiri meja mereka. Temanku yang satu ini sedang sibuk dengan selulernya. Aku langsung memberi kode, tapi ternyata ia tak menggubris kode yang aku berikan. Sampai akhirnya laki-laki sebelah itu menyapa "Mas, nanti billnya sekalian sama saya saja ya."
Langsunglah di situ terjadi 'perdebatan' antara temanku dengan laki-laki itu.
"No, no it's ok. Gak perlu lah. Gak usah repot-repot. Seriously!"
"Ah, gak papa kok, si mas ini udah baik perhatian sama saya. Tahu kalau saya lagi batuk."
Aku cuma terbengong-bengong melihat mereka berdua berbincang-bincang. Sampai akhirnya si laki-laki itu memberi perintah sama si perempuan yang duduk di depannya "Kartu gue ada di elo khan satu, gue mau ke bawah dulu, ntar elu bayarin sekalian meja sebelah."
Temanku masih tetap menolak niat baik dari 'tetangga' kami ini. Sampai perdebatan itu diakhiri oleh perkataan si perempuan sebelah "Gak papa kok, dia lagi happy."
Kami langsung melanjutkan aktivitas lagi. Aku duduk bengong karena sudah kenyang, sembari sesekali melihat ke arah meja sebelah. Temanku ini sibuk menerima telepon urusan pekerjaannya.
Observasiku masih berlanjut, apalagi saat tagihan makan itu datang ke meja sebelah, dan benar semua tagihan makan siang kami saat itu dibayarkan oleh 'tetangga' baru kami itu. Kartu itu sudah digesek, lembar kertas persetujuan pun sudah di tandatangani oleh si perempuan itu. Aku hanya bisa tercengang, dan temanku hanya bisa berkata pada si perempuan itu "Beneran nih?"
"Iya, ya, udah kok, udah dibayarin."
"Duh, ma kasih ya. Segitunya kita di appreciate."
Saat laki-laki itu kembali ke meja sebelah, aku melihat ia berbisik kepada si perempuan. Namun gerak bibirnya masih bisa aku ketahui "Udah elu bayarin sebelah?"
"Udah kok."
Aku dan sang mentor bingung harus bilang apa, saat kami akan beranjak. "Biasanya aku yang in control, tapi sekarang ngga banget", temanku berkata demikian padaku. Aku cuma bisa berbisik "Mengagetkan. This is the first time in my life. Ditraktir ama orang asing yang ngga gue kenal"
"Sama. Ini juga pertama kalinya untuk aku."
"Kita di appreciate segitunya ya."
"Ho oh."
Saat beranjak keluar, hanya ucapan terima kasih, dan penyampaian rasa kaget kami terhadap perlakuan mereka. Kami tak mencari tahu nama mereka, begitu pun juga dengan mereka. Aku dan sang mentor berjalan keluar, sambil masih merasa kaget.
Saat di tangga aku bilang "Aku masih kaget loh. Jangan-jangan yang punya toko lagi."
"Sama. Ngga lah dia bukan yang punya toko."
"Gak, bukan yang punya restoran tadi, tapi toko lain."
"Tapi dari awal aku liat 'cha ini orang bawa handphone Nokia yang harganya 19 jutaan dan satu lagi Vertu, yang harganya kira-kira seratus juta kali ya."
"Ok."
Hmmm, intinya hari ini aku dikagetkan oleh kejadian yang satu ini. Makan gratis dibayarin oleh.....(siapa ya?)
"Duh, maaf ya, ngga kenal."
Sekali lagi terima kasih ya 'tetangga'ku.
Minggu, Maret 16, 2008
Makan Siang Gratis...
Pikiran seorang Rufina Anastasia Rosarini pada saat 18.53
Kategori tulisan: Jurnal Hidup
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
wahhhh cihuy bgt tuh makan siang gratis hehehe...yahh ini namanya perhatian membawa berkah yah =)
Posting Komentar