Kamis, Maret 05, 2009

Day 2 With Karin In Singapore...

Alarm dari ponsel yang aku nyalakan sekitar pukul 06.00 pagi, sudah sibuk membangunkanku dengan bunyinya yang laknat itu. Namun tak apalah, pagi ini aku tak menggerutu dan jengkel saat alarm itu berbunyi membangunkanku tiada henti, dan tak kenal lelah. Perbedaan waktu 1 jam, baru terasa saat pagi hari. Ya, ya manusia ini, Ocha adalah manusia paling malas bangun pagi.

Begitu aku buka mata, aku lihat Bu Siti baru saja memasuki kamar. Ternyata ia baru selesai mandi. Dan si nona cantik, Karin, masih terlelap dengan nyenyak.

"Bu Siti, aku masak sarapan dulu ya buat bertiga."

"Gak kepagian?"

"Gak lah. Biar ngga buru-buru."

"Ya udah."

Berangkatlah aku menuju dapur. Menu sarapan yang cukup mudah, tapi tetap tidak mengabaikan asupan gizi untuk Karin, sudah aku pikirkan saat aku berbelanja kemarin malam. Scrambled egg dengan campuran jamur, wortel dan kol. Ya setidaknya lebih banyak sayurnya. Di tengah-tengah aku masak, aku mendengar suara Bu Siti yang sedang memandu Karin berjalan. Aku yakin Bu Siti sedang memandunya untuk menuju kamar mandi, untuk dimandikan.

Pukul 07.00 sarapan sudah siap, dan Karin juga sudah selesai mandi. Tinggal disuapi. Kami bertiga akhirnya menikmati sarapan. Dan karena hanya aku yang belum mandi, 07.30, aku pun pergi mandi, sehingga pukul 08.00 nanti aku dan Bu Siti bisa mengantar Karin untuk tes darah lagi ke laboratorium. Harap-harap cemas dengan hasil pemeriksaan darah kali ini. Kemarin dokter mengatakan jika sel darah putih Karin masih terlalu rendah, kemoterapi akan diundur hari Jumat, yang berarti kami harus menambah 1 hari lagi di Singapura.

Sebelum pergi berangkat, aku mencubit gemas pipinya, seperti sedang menyubit anak bayi, tentu tanpa tenaga. Dan langsung aku memutarbalikkan badan mencari sesuatu di meja. Lalu Bu Siti tiba-tiba teriak, "Hei, kenapa, Bu? Mau apa."

Sontak aku pun melihat ke belakang.

"Mau apa, Sayang?"

"Sakit, Monyong."

"Hahhahahah."

Selesai pemeriksaan laboratorium, kami bertiga kembali ke rumah kost. Pikirku, agar Karin dapat istirahat sembari menunggu hasil pemeriksaan darahnya tadi. Aku melihat ke arah jam di kamar kost, yang sudah menunjukkan pukul 10.00 dan belum ada telepon dari rumah sakit, tentang hasil pemeriksaan darah tadi. Baru saja aku selesai membatin, tiba-tiba ponsel yang ada di tanganku, berbunyi.

"Hah, it's the girl from Doctor Pritam's clinic."

"Yes."

"Rosa, you already bring Karin to blood test ha?"

"Yupe, already, at 8 a.m. You've got the result?"

"No, no, oh wait, already."

"Is it still low?"

"Ya, but I'd like to ask Doctor Pritam first. So I'll call you back."

"Okay."

Lebih cemas daripada tadi, aku menunggu keputusan dokter. Namun tak berapa lama...

"Rosa, ya, ya, you can go to admission now. The chemo can be proceeded today."

"Should I go to your clinic after the admission?"

"No, no need, just bring her to the ward."

"Okay."

Phewwwhhh Puji Tuhan, kemoterapinya bisa dijalankan hari ini. Melihat di kamar kost, Karin masih tidur dengan nyenyak, aku tak tega membangunkannya. Jadi aku putuskan untuk mengurus administrasi rumah sakit terlebih dahulu, lalu kembali ke kost, baru membawanya untuk opname hari ini.

Akhirnya urusan administrasi selesai, dan Karin sudah berada di kamar pukul 11.40. Aku dan Bu Siti sudah merasa lapar. Namun aku menunggu hingga urusan paper work di kamar beres. Dan pukul 13.30, aku memutuskan untuk ke bawah mencari makan siang. Tentu Karin ditunggui oleh Bu Siti.

Aroma kopi dari Coffee Bean sudah mengundangku sejak kemarin aku tiba, namun aku terus menahannya, hanya karena aku ingin sedikit mengurangi kafein. Ternyata aroma kafein itu tak berhasil menahanku, untuk tak menyentuhnya dalam jangka waktu yang lama. Begitu aku keluar dari elevator, aku langsung berlari menuju Coffee Bean dan memesan secangkir Belgium Chocolate dan Chicago Cheesecake, sebelum aku menuju ke kafetaria di lantai bawah.

Setelah selesai dengan belanjaan makanan. Aku kembali ke kost, untuk menyantap makan siangku dan mengambil ranselku, yang berisi laptop tercinta, dan segera kembali ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, dokter yang merawat Karin, ternyata baru akan memulai kemoterapi, setelah Karin diberikan cairan intra vena untuk anti muntah selama 1 jam. Dokter menanyakan jam berapa kami harus tiba di Bandara Changi, esok hari, sehingga jadual kemoterapi bisa disesuaikan dengan jadwal penerbangan, tanpa mengganggu proses pengobatannya Karin. Lalu ia memberi instruksi tentang obat-obatan apa saja yang harus ia minum setelah ia tiba di Jakarta nanti.

Setelah dokter selesai dengan seluruh proses awal dari kemoterapi yang harus dijalani oleh Karin, Bu Siti aku minta untuk kembali ke kost, agar ia bisa makan siang. Aku pun duduk manis di sebelah Karin, dengan ditemani laptopku ini.

Ia berkali-kali terbangun dari tidurnya. Sampai ia benar-benar bangun dan membuka matanya lebar-lebar.

"Hai, ngapain bangun?"

"Mau ke toilet."

"Ngga boleh Sayang, khan lagi kemo. Gak papa ya."

Lalu ia pun terdiam.

"Hei, gue baru aja buka facebook. Kau dapet salam dari Eline. Masih inget Eline ngga?"

"Masih. Rosaleini Verieta khan?"

"Hahahah, hebat, hebat, kau hebat ingat nama lengkapnya Eline."

"Terus kalo gue?"

"Anastasia Rosarini."

"Ma kasih juga masih inget nama lengkap gue. Terus Rin, tadi your mama telepon."

"Bilang apa?"

"Siapa?"

"Nyokab."

"Oh, dia nanyain kita besok jadi pulang atau ngga, bakal telat ngga sampai airport, terus terakhir dia bilang kangen sama kau."

Ia kemudian tertidur kembali. Hingga aku lihat jam, yang sudah menunjukkan pukul 17.00, dan ia sudah terbangun. Tiba-tiba ia bertanya padaku.

"Cyrill demam ngga?"

"Oh, iya agak demam."

"Berapa Cyrill?"

"Hah? Cyril atau kamu?"

"Cyrill."

"Oh, aku tadi dengernya kok kamu ya. Cyrill baik-baik aja sayang. Diurus Linda."

"Soalnya tuch anak ngga tidur sama sekali."

"Belum tidur?"

"Iya."

"Tahu dari mana? Tadi elo mimpi?"

"Feeling aja."

"Oh ya udah, nanti gue tanyain Yudha ya, Bang Cyrill baik-baik aja atau ngga. But I know him Rin, Mamanya aja kuat, anaknya juga pasti kuat-lah. Kau yang ngajarin khan?"

Bu Siti sudah kembali ke rumah sakit, saat aku harus kembali mencari makan malam untuk aku dan Bu Siti, sekitar pukul 19.00. Dan setelah aku selesai memeriksa akun-akun surat elektronikku, aku memutuskan untuk mencari makanan yang ada di pusat perbelanjaan di sepanjang Orchard Road.

"Rin, aku belanja makanan dulu ya. Kamu ditungguin Bu Siti. Don't step down from bed ya Hon, promise me."

"Okay. Dagg, ati-ati ya. Jangan lama-lama."

"Yupe. Nanti aku balik lagi."

Kali ini aku ke Food Court yang ada di Takashimaya. Lumayan juga ada kedai masakan Indonesia, dan kelihatannya enak, daripada aku pusing mencari menu lainnya, akhirnya aku memutuskan untuk membeli makanan di kedai itu. Kembali ke kost sebentar, berganti baju, lalu aku segera kembali ke rumah sakit.

Karin ternyata sudah tidur. Aku dan Bu Siti akhirnya menikmati makan malam kami. Tak berapa lama, Bu Siti aku minta untuk istirahat sebentar ke kost. Saat itu jam dinding sudah menunjukkan pukul 21.30. Dan tak lama dari Bu Siti meninggalkan aku dan Karin untuk pulang ke kost, Karin terbangun.

"Hei, gue dah nyampe lagi khan. By the way, tadi Mamamu nitip peluk cium untuk kamu."

"Iya, aku belum sempet ngobrol banyak lagi ama nyokab dari ke Medan terakhir. Gara-gara sakit."

"Oh, rencananya kamu itu waktu sebelum sakit itu mau ke Medan? Terus ngga jadi gara-gara sakit?"

"Iya."

"Emang Karin mau ngobrolin apa siy sama nyokab?"

Aku menunggu responnya...

"Mau ngobrol apa sayang ama nyokab? Mau cerita banyak apa? Cerita-ceritalah ke aku, biar berguna dikit gue jadi teman loe."

Aku kembali menunggu, dan kembali tak ada respon.

"Kalo mau cerita bilang-bilang ya. Kalo belom mau cerita, ga papa juga."

Maaf ya Tante Titung, hehehe sampai sekarang, Karin belum mau cerita.

Karin terus menatapku. Daripada aku mulai lepas kendali menitikkan air mata melihatnya, akhirnya...

"Eh Rin, sumpah ya, kalo bukan manusia seperti elo nih, yang sakit kayak gini, beneran deh, dah keok dari dulu-dulu. Dah lewat. Ini cuma gara-gara elo, bisa sampe ke step sekarang. Tinggal dikit lagi Rin. Kau udah banyak ditunggu temen-temenmu di Jakarta, and di Medan. Now you have to prove it, doa mereka ngga sia-sia untuk elo, Karin yang mereka kenal ngga berubah. Mereka n gue ngga minta apa-apa kecuali senyum loe, ketawa loe lagi. Nyanyi-nyanyi lagi. Doa mereka pasti terus kok untuk nyempurnain usaha loe. Anak psikologi harus bisa lah atur2 otak and gimana ngatur semangat diri sendiri. Percuma kita sekolah payah-payah kalo keok juga. Ya gak?"

"Okay."

"Let me tell you something, gue dulu juga sempet nungguin bayi ampe remaja, yang kena penyakit sama kayak elo, di rumah sakit. You know what, semangat mereka gede loh. Padalah mereka umurnya jauh lebih kecil dari elo. So elo jangan mau kalah ya. Kemo, bolak balik sini Jakarta, hal kecil lah buat elo Rin, knowing you, you're quality. Hayooo berapa manusia yang di Danamon yang udah elo train? Termasuk gue. Training-an loe ke gue yang super duper "laknat" selama 7 taon gue kenal elo? Damn, it's beyond compare my dear. You're such a good trainer, ya even ada trainer "laknat" di jalur yang berbeda lainnya yang gue kenal juga sih, selain elo. Sekarang tinggal elo train diri elo sendiri ya. Biar semangat loe ngga mandeg. Do it for Cyrill terutama. By the way, rasanya apa siy di kemo? Sakit tak? Cerita-cerita dounks, biar aku tau yang kamu rasain."

"Biasa aja."

"Gak ada rasanya? Gak sakit?"

"Gak."

"Kalo rasa apa-apa, ngomong aja loe. Gue siap jadi tong sampah nampung cerita loe Cut. Eh kita doa dulu yuk."

Akhirnya kami berdua berdoa. Dan setelah kami selesai,...

"Kok, kriyep-kriyep Non? Ngantuk ya?"

"Ngantuk."

"Dah ya bobokh."

Saat ia sudah tertidur, aku kembali duduk manis di kursi sebelahnya, dan kembali membuka laptop. Dan tak lama Bu Siti datang, dan kami sedikit berbincang-bincang. Begitu aku melihat ke arah Karin, ternyata ia sudah kembali terbangun...

"Eh Cut, tadi gue lupa bilang sama elo. Tadi gue dah telepon Yudha, tanyain Bang Cyrill sehat-sehat atau ngga. Dia bilang sehat kok. Ngga demam, pinter makannya, kayak elo khan, sakit-sakit tapi makannya tetep canggih."

"Okay."

Lalu aku kembali berbincang dengan Bu Siti.

"Bu, besok sepertinya aku harus ke ATM dulu, takut depositnya untuk Karin kurang."

"Di klinik, bisa gesek kartu kok. Biasanya Bapak gitu."

"Ya biar ngga ribet tagihannya aja. Atau aku minta Yudha sekalian bayarin tagihan gue aja ya."

Aku dan Bu Siti sama-sama tertawa. Lalu Karin menyaut.

"Mentertawakan apa?"

"Gak, tadi gue bilang, besok gue harus ke ATM dulu, takut deposit rumah sakitmu kurang. Terus si ibu bilang, bisa gesek kartu. Aku bilang lagi, ya biar ga ribet tagihannya, terus aku juga bilang, apa biar Yudha sekalian bayar tagihan kartu gue yang lain ya. Terus kita berdua tertawa."

Dan guess what Karin bilang apa teman-teman?

"Kok enak di elo, ngga enak di gue."

Aku dan Karin sama-sama tertawa...

"Gak gitu ya Rin? Payah deh lo."

Senang rasanya Karin masih bisa menimpali dengan gaya cela-celaan kami seperti biasanya.

Lalu aku sedikit menyanyikan lagu untuk Karin. Lagu favorit kami berdua, yang sering kami nyanyikan saat karaoke. Dan tak terasa sudah pukul 00.30, aku putuskan untuk kembali ke kost.

"Rin, aku tidur di kost ya. Kau baik-baik aja ama Bu Siti. Don't step down from bed okay."

"Okay."

"Kalo mau minta apa-apa bilang Bu Siti."

"Okay, ati-ati ya. Daggg."

Aku mencium pipinya dan membalas lambaian tangannya, sambil berjalan meninggalkan kamarnya.

0 komentar: