Rabu, Maret 18, 2009

Konseling dan Observasi di Malam Minggu...

Sabtu lalu, 14 Maret 2009, sahabatku tercinta, Karin, masih terbaring di Rumah Sakit Pusat Pertamina. Kebetulan karena tempat ia dirawat tak jauh dari rumahku, aku sempatkan diri sesering mungkin menengoknya, termasuk hari Sabtu lalu.

Rencananya Sabtu pagi, aku akan bertemu dengan Shanty di rumah sakit, tetapi ternyata kami berdua, harus membereskan "kapal pecah" kami masing-masing. Kamarku belum sempat aku bereskan sejak aku pulang dari Singapura, dan Shanty, baru saja memecat pembantu rumah tangganya, sehingga apartemennya juga tidak ada yang membersihkan. Rencana pertemuan itu pun gagal, karena hingga pukul 12.00, urusan beres-beres kamarku belum juga selesai. Akhirnya Shanty memutuskan pergi duluan menengok Karin, dan aku memutuskan untuk pergi ke rumah sakit sore hari. Siang itu aku mengirimkan pesan singkat ke Yudha...

"Dha, sore kau ke rumah sakit khan? Sekalian ke gereja Blok B, Barito situ nyok."

"Okeh."

Rencana itu pun berubah, Yudha ternyata masih ada urusan yang menyebabkan pukul 17.30, ia belum bisa sampai di gereja. Akhirnya aku ke gereja sendirian.

Misa sore itu berakhir sekitar pukul 18.40, dan aku pun langsung menuju ke rumah sakit. Seingatku, saat itu cuma ada Bu Siti yang menemani Karin. Mungkin Yudha sedang ke bawah, dan Tante Titung sedang istirahat di rumah, setelah semalaman menjaga Karin di rumah sakit. Lalu aku langsung menyapa dan mencoba mengobrol dengan Karin. Namun obrolan kami tak lama, karena Karin sudah mengantuk dan tertidur.

Tak lama kemudian, Yudha datang, dengan wajah lelahnya.

"Pa, kabar lu? Kayaknya elo perlu juga ditanyain kabar lu sendiri."

Padahal baru hari Jumatnya, terakhir kali aku bertemu dengan Yudha. Namun hari Jumat itu, aku lebih banyak mengobrol dengan mamanya Karin, Tante Titung, yang baru tiba dari Medan.

"Ya begitu lah. Capekh, kesel, sama yang ngga seharusnya terjadi."

Lalu kami berdua sedikit mengobrol, seputar perkembangan kesehatan Karin dan juga hal lain. Ya, sebagai calon Psikolog, aku mencoba untuk sedikit mempraktikkan apa yang aku pelajari selama kuliah. Dengan harapan, aku dapat memberikan dukungan sosial untuk Karin juga keluarganya, termasuk Yudha. Obrolan itu, kami tutup dengan doa.

Selesai kami berdoa, Karin sedikit terbangun. Kami melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 20.15, dan kami belum makan malam. Akhirnya kami pamit Karin untuk mencari makan malam.

"Rin, kita nyari makan dulu ya. Ntar balik lagi."

Aku kira, makan malam hanya akan di daerah seputar rumah sakit, ternyata saat itu Yudha perlu ke apotek untuk mencari masker tertentu, yang tidak dijual di rumah sakit. Maklumlah, Bapak ini lagi flu saat itu. Akhirnya kami memutuskan juga untuk sekalian mencari makan malam, di luar area rumah sakit. Lagi pula bosan juga sepertinya makan makanan yang itu-itu saja.

Setelah urusan apotek beres, giliran memutuskan tempat makan. Tadinya, kami akan makan di Bubur Barito, tetapi mengingat tempatnya tepat di pinggir jalan, hanya tertutup tenda, dan sepertinya urusan higienis makanan itu perlu dipertanyakan. Apalagi mengingat kami harus kembali ke rumah sakit, dan kami pun perlu menjaga kesehatan kami, agar dapat menjaga Karin dengan baik, maka kami akhirnya memutuskan untuk makan malam di Izzi Pizza, yang letaknya persis di samping Gereja Santo Yohanes Penginjil, Blok B.

Harapan akan menemukan Izzi Pizza yang sepi, karena saat itu sudah pukul 21.00, yang berarti jam makan malam sudah lewat, pupus sudah, sesaat aku membuka pintu masuk ke restoran itu.

"Hayaaaahh, ada party ABG."

Tak ada pelayan yang menyambut kedatangan kami. Sepertinya mereka sibuk mengurusi anak-anak kecil itu berpesta.

Akhirnya ada pelayan yang melihat kami berdua, saat kami sedang sedikit bingung memilih tempat duduk.

"Sial niy ABG, berisik banget."

Setelah selesai memesan makanan, aku dan Yudha sibuk memerhatikan tingkah anak-anak kecil itu, dan mulailah kami mengeluarkan komentar-komentar seputar apa yang kami lihat.

"Hmmm, masa-masa indah idup."

"Uember."

"Paling mereka sekitar 15-16 tahunan kali ya."

"Gak mikir idup."

"Cuma sibuk mikirin gebetan, pacar, putus. Mau jalan kemana. Ulangan tinggal nyontek. PR tinggal ngerjain di sekolah."

"Gak ada sakit."

"Duit tinggal minta. Pergi tinggal minta anter jemput."

"Gak mikir idup besok harus gimana."

"Buset tuch rok pendek amat, nungging dikit pantat nongol tuch. Kagak dingin apa ya. Kalo gue pake rok sependek itu..."

"Dah di habeg ama bapak lu ye."

"Yoi, dah kagak boleh keluar rumah gue. Kecuali perginya ama mereka. Baru tuch boleh pake rok mini segitu. Itu pun kena interogasi dulu."

"Belum ngerasain susahnya idup ya mereka."

"Yupe. By the way kok cewek semua ya?"

"Anak Tarki kali tuh."

"Or Sanur."

"Tapi kalo Tarki, khan baru SMAnya yang cewek semua. Ini kok masih kecil-kecil amat. Trus dandannya buset dah, tuir abis. Kesian amat jadi pada keliatan tua."

Semua itu disempurnakan dengan musik yang sangat keras dari meja disc jockey.

"Duhhh...berisik amat."

"Nih, musiknya jadi bikin orang ngomongnya harus treak-treak ya."

"Yoi."

Setelah makanan yang kami pesan tiba, kami sedikit mengalihkan perhatian dari anak-anak kecil itu. Dan memang, kami berdua harus berbicara dengan setengah berteriak.

Namun aku tak bisa memalingkan pandanganku dari anak-anak itu terlalu lama. Dan kembali mengomentari mereka.

"Pada ngga kepikiran pulang apa ya mereka. Jam berapa sih nih?"

"Masih jam segini 21.30, 'Cha."

"Gak, gue berharap aja, mereka cepet pulang, biar ga terlalu berisik."

Namun apa yang aku harapkan itu tidak kunjung tiba, bahkan hingga kami selesai makan.

Dan setelah kami berhasil melepaskan diri dari hingar bingar itu, kami masih disuguhi satu hal lagi, yaitu antrian mobil para orang tua atau supir yang menjemput bocah-bocah kecil itu, tepat di depan restoran. Ada yang menunggu sambil menjalankan mobilnya secara perlahan karena malas parkir, ada pula yang berhenti sambil melepaskan pandangan sejauh mungkin, yang berarti mereka belum berhasil melihat anaknya, dan bahkan ada yang tak segan-segan membunyikan klakson mobil mereka.

"Hmmm, 4.5 tahun kuliah, ada hasilnya juga ya. Hahahahhahah..thanks Psychology!!"

0 komentar: