Senin, Mei 18, 2009

Kejarlah Daku, Kau Ku Tinggal...

Hmmm...sebenarnya aku tak tahu mau menulis tentang apa hari ini, tapi tiba-tiba ada satu pikiran yang muncul di benakku.

"Emang di mana-mana paling enak itu pas masa-masa kejar-kejaran ya. Brengsek emang!"

Teringat, terngiang masa-masa hidupku di awal tahun 1994 hingga tahun itu berakhir. Sumpah kalau ingat masa-masa itu, tampaklah nyata gejala-gejala gangguan jiwa pada diriku yang selama ini dipaksa untuk "tidur" oleh penyandangnya, yaitu tertawa-tawa sendiri.

"Beegoooo!!! 11 bulan yang penuh dengan ketololan, tapi menyenangkan, hahahhaha."

Semua berawal dari...

"Sini, mau gue peluk tangannya? Elo kedinginan 'kan?"

Aku tak habis pikir, kenapa dia tiba-tiba menawarkan hal itu padaku. Yang jelas, aku menyambut dengan baik tawarannya, yang membuatku terbebas dari rasa dingin, plus membuatku tambah tak bisa tidur, selama di perjalanan kami berkeliling Jawa Tengah dengan bis bewarna biru muda, saat sekolah kami membawa para muridnya study tour.

Perjalanan indah beberapa hari tersebut, akhirnya harus kami akhiri. Berakhir dengan indah. Dan penuh rasa deg-deg-an saat harus kembali ke kelas, duduk di sebelahnya, beberapa hari kemudian.

Bagai tak ada rasa apa-apa. Seribu lapisan topeng aku kenakan. Masih tertawa, masih berbagi cerita tentang GBT-an masing-masing, yang bagiku saat itu aku gunakan untuk kamuflase, dan aaaaaaarrrrggghhh masih terus mencari cara agar dia tahu aku suka.

Dan di tengah kebingunganku mencari cara agar seseorang itu tahu aku suka, tiba-tiba...

22 April 1994 ("Gila 'Cha elo masih inget tanggalnya!?!"), dia menyelipkan secarik kertas, di agendanya yang aku pinjam.

"Kalo elo tau 'Cha, gue berharap bisa sayang ama dia, kayak gue sayang sama elo."

Belum lagi ia katakan di sana, bahwa ia menuliskan surat itu di atas tempat tidur, tanpa alas, dan dengan pensil. Dan itu semua memang tampak dari "tampang" si surat itu.

Sumpah, aku masih benar-benar ingat kalimat itu tertulis di kertas itu. Dan seketika setelah aku membacanya...

"Yayyy...finally, he got it!"

Tapi, semua itu tak berhenti di sana. Bukan berarti setelah itu kami berdua jadian, walaupun kami semakin dekat, dan surat-suratan itu pun berlanjut ("Sumpah norak"). Dan manusia ini sepertinya juga masih sedikit berusaha mendapatkan perempuan yang menjadi gebetannya.

Ocha kesal? Pasti! Tapi dengan tetap berusaha untuk berpikir jernih, bahwa manusia ini bukan siapa-siapaku, aku tetap berusaha cool dan sok mendukung usahanya untuk mendapatkan perempuan itu.

Sampai pada akhirnya ia lelah sendiri, dan menyerah.

"Akhirnya!"

Didukung dengan harus perginya manusia ini ke Negeri Paman Sam, dalam rangka wisuda kakak tercintanya, otomatis kedekatannya dengan perempuan itu pun berkurang.

Dua minggu yang menjemukan. Masa sekolah saat itu sudah berakhir, karena kami sudah melewati semua ujian akhir kelulusan jenjang pendidikan kami saat itu.

"Sial, biasanya tiap hari ketemu, sekarang dua minggu ga ketemu kangennya minta ampun."

Akhirnya manusia ini pulang dari Amerika. Ia memberikan oleh-oleh untukku. Jurnal. Jurnal perjalanannya selama di sana. Dari mulai ia menunggu di ruang tunggu di Soekarno-Hatta, saat ia memerhatikan sekeliling, dan tak ada satu orang pun yang memakai celana pendek dan sandal jepit sepertinya; saat ia di pesawat menuju Amerika, dan seseorang yang duduk di sebelahnya adalah kekasih si kakak, dan saat kekasih kakaknya itu tidur, kepalanya terjatuh di atas pundak manusia ini, dan ia katakan di jurnal tersebut, ia sangat berharap yang duduk di sampingnya adalah aku ("Gombal, hahahhah!"); saat di apartemen kakaknya ia terbangun pagi-pagi benar kala semuanya masih tidur dan ia sempatkan menuliskan jurnal untukku; saat ia menunggu di bandar udara Narita, Jepang, dalam perjalanannya kembali menuju Jakarta, hingga ia sampai kembali di rumah ("Wowwww...that was 15 years ago, and I still remember exactly what he wrote? Gosh!")

Sumpah, saat jurnal itu diberikannya padaku, tak sabar langsung aku baca. Dan tentu bisa dipastikan tak karuan saat membacanya, plus cengar-cengir sendiri.

Hei, oleh-olehnya tak cuma itu. Ia memberikan aku satu buah kartu Hallmark Personalized, dengan satu puisi di depannya, kalo tak salah kalimat pertama puisi itu adalah Thousand miles may come between us, bla, bla, bla..., dan di belakang kartu itu tercetak tulisan yang kurang lebih berbunyi Made Personalized for my dearest Rosa ("Akhirnya ada juga yang gue lupain, hahahha!").

Indahnya masa pendekatan masih berlanjut ("Lama ya!"). Berhubung manusia ini senang sekali dunia fotografi, dan saat itu ia masih dalam taraf belajar, maka liburan kelulusan saat itu, kami sempatkan untuk foto-foto ("Mayan, jadi model dadakan, hihihihi!"). Aku ingat benar, saat itu lokasi yang kami pilih adalah Cinere, yang letaknya tak jauh dari Cinere Mall, yang saat itu masih banyak lahan kosong dan penuh ilalang.

Tak cuma aku dan dirinya yang pergi ke sana. Kami berdua bersama 2 pasang teman kami yang lain. Satu pasang hari itu pas jadian, dan satu pasang lagi, statusnya sama dengan kami, yaitu masih pendekatan.

Hari itu adalah tanggal 14 Juni 1994 ("Hihihihi, inget juga 'kan gue!").

Setelah foto-foto narsis sendiri-sendiri (kecuali sang fotografer), temanku yang baru saja jadian, minta untuk difoto berdua. Dan seterusnya adalah foto berpasangan.

Dan hanya tinggal sepasang lagi niy yang belum berfoto, yaitu aku dan dirinya. Sok cool dan sok menampakkan bahwa aku tak sedang pendekatan padanya, aku pun bergaya biasa saja saat hendak di foto.

Taaapiiiii...ternyata ia tak berpikiran yang sama denganku. Tiba-tiba ia merangkulku.

"Oh, nnnnooooooo."

Dan akhirnya aku pun memegang tangannya yang merangkulku itu. Bisa dibayangkan 'kan, kira-kira bagaimana perasaanku saat itu?

Belum lagi saat kami di mobil, saat ia mengantarku pulang. Berhubung saat itu ia masih disupiri oleh pak supir, rangkulannya pun tak pernah lepas dariku.

"Hari yang saaaannngggaaattt indah. Sumpah gue suka banget!"

Berbedanya sekolah kami saat jenjang pendidikan berikutnya ("Ya iya lah, sekolah loe cewek semua 'Cha!"), tak menghambat kami bertemu, yang saat itu status kami juga masih dalam pendekatan. Ya, masih PDKT!

Manusia yang berasal dari kalangan ekstroversi ini memang tak pernah bisa diam. Senang sekali mempunyai banyak kegiatan. Namun di tengah segala macam kegiatannya itu, ia masih menyempatkan diri menemuiku, sepulang kami sekolah (semakin seru jika diingat usaha kami untuk saling menghubungi agar kami dapat bertemu, mengingat saat itu belum zamannya ponsel).

Perjalanan pendekatan kami pun berakhir di tanggal 23 Desember 1994. Pernyataan rasa sayang disertai ajakan untuk jadian, ia ucapkan saat kami berdua sedang ramai-ramai bersama teman kami lainnya, berkunjung di salah satu rumah teman kami, sebelum liburan Natal dan Tahun Baru dimulai.

"Tollllooolll bukan main."

Setelah kami jadian, kami tentu semakin sering bertemu.

Taaaapiiiii
...ya mungkin untuk 6 bulan pertama, itu pun seingatku, aku sudah sering ngomel-ngomel karena sering ditinggal dan berminggu-minggu tak bertemu, karena ia harus berkegiatan ekstrakurikuler sekolahnya yang tak bisa ditinggal.

Berhari-hari tanpa berita darinya, tak satu pun pesan ke penyantaraku saat itu, dan sering kali aku telepon ke rumahnya, ia sedang tak ada. Namun satu tahun pertama, berhasil kami lalui. Aku berhasil meredam segala amarah karena hal tersebut.

Setelah satu tahun berlalu, kejadian-kejadian seperti itu semakin sering. Sekali lagi, tak bertemu berhari-hari, tak ada telepon atau berita berhari-hari, tak tahu ia di mana. Dan tak jarang berita seperti ini aku terima, saat aku menelepon ke rumahnya...

"Oh...lagi camping di Gunung Putri tuh, 3 hari."

Dan, seketika pikiran ini yang muncul di benakku...

"Bagus, tinggal aja teruuuussssss. Kagak bilang!"

Terus-menerus seperti itu, dan komunikasi kami pun tak sebaik dulu, akhirnya aku putuskan untuk mengakhiri hubungan kami, sekitar bulan Oktober 1996.

Masa pendekatan berikutnya yang juga mengesankan adalah masa pendekatanku dengan seseorang, beberapa tahun setelahnya.

Sangat berbeda dengan cerita yang aku ceritakan di atas. Sebelas bulan penuh cerita tolol. Yang sekarang akan aku ceritakan, hanya memerlukan masa ketololan selama kurang dari dua minggu.

Yang dimulai dengan...

"Besok aku mau santai. Nonton yuk!"

Dan saat di bioskop...

"Mau aku peluk? Kamu kedinginan 'kan?!"

Dan ternyata aku baru menyadari adanya kesamaan kejadian, setelah aku menuliskan cerita ini. Bedanya, kali ini aku jawab dengan...

"Ngga."

Selama berjalan dengannya, aku selalu menjaga jarak dengannya. Benar-benar berjalan di depan atau di belakangnya, atau di sampingnya sekitar satu meter.

"Logika harus jalan dengan baik ya 'Cha!"

Tapi semua itu bertahan tak lama. Aku pun kemudian dapat luluh dan ditaklukkan olehnya.

Usahanya untuk mengirimiku pesan singkat saat pagi dalam perjalanannya menuju kantor, siang hari di tengah kesibukannya, mengajakku untuk mengobrol di media ruang obrolan sebuah situs ternama sesampainya ia di rumah hingga subuh menjelang, mengajakku makan malam, pergi nonton, dan masih banyak lagi usahanya untuk mendekatkan diri padaku, yang pada akhirnya mampu "menjatuhkan" aku.

Masa-masa pendekatan kami itu pun berakhir, saat ia mengajakku "berjalan" bersamanya, di awal Desember itu, tepatnya 3 Desember ("December? Again? Hayaah!).

"Damn! he was wonderful. Totally adorable!"

Namun masa-masa indah, pesan singkatnya, chatting hingga subuh, semakin lama semakin berkurang dan pada akhirnya tak kami lakukan sama sekali. Sama-sama tak ada daya fisik untuk lakukan itu. Sama-sama tertimbun tumpukan pekerjaan yang melelahkan.

Dan kembali aku mengalami kejadian beberapa tahun lalu, persis sama, tepatnya lebih parah malah. Jauh lebih parah.

Namun karena bekal latihan yang sudah cukup banyak, aku pun kali ini masih berhasil mengalahkan semua ego yang berkali-kali timbul tenggelam.

"Masokis lu 'Cha!"

"Yoi! Gak papa, ganti level, latiannya lebih gila, sama orang yang lebih gila lagi pastinya!"

----

Naseeebbbb...tinggal aja terusssss!

Jadi teringat perbincanganku dengan seseorang beberapa bulan lalu...

"Di mana-mana ya Mas, paling menyenangkan emang masa kejar-kejaran. Setelah itu gak usah ditanya lah."

"Ooohhh, gitu ya 'Cha?"

"Yoi, brengsek emang semuanya!"

0 komentar: