Minggu, Mei 31, 2009

Saya Rindu Kamu...

Baru beberapa hari saja saya kembali ke dunia yang saya paham betul adalah dunia yang sangat melelahkan, saya sudah merasakan segala kehilangan.

Kehilangan kesenangan pekerjaan yang tiga bulan terakhir ini saya lakoni.

Saya kembali terpaksa mengurangi durasi saya untuk menulis, dan merelakan diri tertimbun dengan tumpukan piles pekerjaan yang sepertinya sebentar lagi akan membuat kepala saya meledak.

"You know what? You give me a lot of homeworks."

Dan perempuan yang duduk di depan saya, yang juga sedang membuka laptop, dengan senyum lebar dan gayanya yang lucu, merespon omongan saya tadi...

"I know and that's gonna make your head to explode?"

yang akhirnya disusul dengan sedikit obrolan...

"Yupe. Actually I do love pain but this pain is too..."

"...painful, rite?"

"No doubt."

Memang sebenarnya pilihan ada di tangan saya, apakah saya akan terus menjadi full time blogger atau menjadi part time blogger. Yang kemudian berakhir dengan keputusan saya untuk pensiun menjadi full time blogger.

Pensiun dari segala kesenangan yang terjadi karenanya. Keheningan malam yang selalu menjadi teman setia saya, komentar-komentar, curhat-an mereka yang membaca tulisan saya, kehilangan cinta menjadi pujangga amatiran yang mampu membuat miris hati orang lain, sampai kehilangan waktu untuk membaca blog-blog yang bertebaran di dunia maya.

Harus kembali bekerja, seharusnya bukan menjadi beban untuk saya, dan menjadi penghalang saya melakukan hal yang lain, termasuk menulis jurnal hidup yang biasa saya bagikan melalui blog, kepada teman-teman di dunia maya. Itu semua karena didikkan dari para mentor hidup saya, lebih dari cukup untuk menjadi bekal saya meniti jalan panjang yang benar-benar baru dan masih belum terpasang rambu apapun ini.

Hasil didikan dari salah satu mentor hidup saya, yang selalu saya ingat adalah agar hidup secara penuh dan jangan pernah segalanya dijadikan beban. Dan juga satu omongannya yang mengutip dari omongan Yoda, bahwa hanya ada lakukan atau tidak lakukan, dan tidak ada kata mencoba, cukup mampu membuat saya kembali mengangkat kepala, ketika tumpukan kemalasan dan rasa pesimis yang terbungkus dengan paranoid juga gengsi, sedang mendominasi diri yang mempunyai salah satu karakter moody ini.

Namun daya fisik, memang perlu beradaptasi dengan siklus aktivitas hidup yang berubah. Tak bisa dihindari, bahwa lelah pikiran tentu akan mengakibatkan lelah fisik membuat saya tak sabar merebahkan tubuh di atas kasur, setelah saya membersihkan diri sepulang saya beraktivitas. Dan tentu membuat saya menghindari membuka laptop saya kembali.

Saya rindu dengan tulisan-tulisan saya sendiri. Saya rindu biarkan "tarian" pikiran, rasa dan hasil tangkapan indera-indera yang saya miliki, juga khayalan saya, tertumpah di sini. Saya rindu dengan sakitnya cinta yang biasa saya tuangkan dalam puisi melankoli "kacangan" yang saya ciptakan, yang ternyata juga mampu mengiris hati beberapa orang.

Saya rindu dengan kalian...

Senin, Mei 25, 2009

Honeymoon Is Over, Beibihhhh...

Dengan sangat terpaksa dan melihat kondisi "kantong" yang sudah tak berisi, aku pun (kembali) dengan amat sangat terpaksa berusaha mencari pekerjaan.

Berkali-kali menerima panggilan wawancara, dan berkali-kali pula aku sendiri yang "menggagalkan" wawancara yang sedang berlangsung dengan segala pikiran dan apapun yang aku batin yang sangat tercermin keluar saat aku wawancara. Contohnya seperti ini...

Wawancara pertama di salah satu perusahaan besar multinasional, yang berkantor di sebuah gedung canggih nan elit di kawasan sepanjang Jl. Jend. Sudirman, Jakarta. Dan saat aku melihat ia yang mewawancaraiku pertama kali.

"Wah, asik nih orang. Funky. Ngomongnya enak. Wawancaranya juga canggih. Nice person. Enak nih kalo dia user gue."

Dan ternyata dia bukan user-ku. Namun kabar gembira pun aku terima, yaitu wawancara kedua di perusahaan yang sama, untuk posisi yang sama, namun kali ini dengan calon atasanku kalau aku diterima nantinya.

Aku pun datang memenuhi panggilan wawancara kedua itu. Dan setelah sekian menit menunggu dengan duduk manis di ruangan yang diminta, aku melihat dari kejauhan seseorang mengarah ke ruangan di mana aku duduk. Pikiran inilah yang saat itu muncul...

"Yahhhhh, ini usernya? Waduuuhh...kok kayaknya pinteran gue ya, trus sepertinya menye-menye nih orang."

Wawancara pun tak berhasil aku laksanakan dengan baik. Sudah aku sadari sejak aku masih menjalani wawancara tersebut. Belum lagi kepiawaiannya dalam teknis wawancara tidak sebaik interviewer yang pertama. Hasilnya, pikiran-pikiran dan urusan ngebatin lainnya pun terjadi.

"Ah, nih orang juga nanyanya kacau. Gak tau mau nanya apaan dia. Biasa wawancara orang ga sih?"

Namun bukan berarti saat itu aku tak mencoba mengontrol diri sendiri looo, walau rasanya aku gagal.

Kegagalan yang aku rasakan ternyata tidak untuknya, tidak untuk yang mewawancaraiku. Terbukti dengan...

"Minggu depan saya minta kamu untuk datang lagi ya. To do something yang tadi saya utarakan."

"Okay. Hari apa?"

"Saya lihat jadwal saya dulu, nanti saya hubungi lewat telepon."

Setelah memasuki elevator yang membawa aku turun, aku pun kembali berpikir...

"That person granted me for 3rd interview? Gue ngga failed niy? Tapi agak males ya punya atasan macem tuch orang."

Aku pun kembali melanjutkan perjalanan hari itu, yang pada akhirnya aku putuskan untuk kembali ke rumah saat matahari masih sedikit bersinar.

Menjatuhkan diri ke atas sofa, dan meraih Bébé tercintaku untuk memeriksa semua surat elektronik yang masuk hari itu. Dan di antara sekian surat yang masuk, aku temukan satu surat dari perusahaan yang tadi mewawancaraiku. Isinya adalah dibatalkannya rencana pertemuan berikutnya.

"What...waaaa...bener feeling gue, menye-menye sungguh itu orang. Beneran ya gue ga boleh ngebatin. Rusuh."

Kesal? Pasti! Namun pastinya setelah beberapa lama, aku bisa menerima dan mensyukuri.

"Gimana bisa kerja bareng, kalo chemical pertamanya aja ga dapet."

Berhari-hari berlalu dari peristiwa yang mengesalkan itu. Aku pun kembali terbenam dengan pekerjaan utamaku sekarang-sekarang ini, yaitu menjadi full time blogger, walaupun sambil harap-harap cemas dan bingung bagaimana agar "kantong" kembali terisi rutin.

Setelah sekian lama tak membuka Yahoo Messenger, hari Rabu lalu akhirnya aku membukanya. Seperti biasa, aku menemukan adanya offline messange. Dan aku menemukan satu pesan di sana...

"Ocha apa kabar? Dah lama ngga keliatan?"

Ternyata dari teman lamaku. Aku pun membalas pesan tersebut.

"Baik, kenapa?"

Namun tak dibalas. Aku pun melanjutkan aktivitasku yang saat itu baru saja menyalakan laptop dan mulai memeriksa semua akun media internet yang aku miliki. Sesaat aku membuka salah satu akun surat elektronikku, aku menemukan satu surat darinya, yang intinya ia membutuhkan tambahan seorang karyawan di perusahaan miliknya.

Tak berapa lama, temanku ini membalas pesan yang aku tinggalkan di Yahoo Messenger, yang kemudian kami lanjutkan dengan obrolan mengenai urusan pekerjaan itu.

Sampai di suatu titik perbincangan ini terjadi...

"Elo mau gue bantu cariin orang atau apa? Kalo mau gue bantuin cariin orang, elo mau yang kayak apa, selain yang capable dengan kerjaan yang tadi elo uraikan."

"Kalo elo sendiri tertarik ngga?"

"Elo sendiri tertarik ngga sama gue?"

"Kok elo bales nanya?"

"Hehehehehe..hmm kualitas gue sebagai temen dengan kualitas gue di kerjaan jelas beda loo. Makanya gue tanya balik ke elo."

"To be honest, you're on my top list candidate. Terus gantian donk elu yang sekarang jawab gue."

"Gue tertarik, iya. Wow, growing company berarti masih perlu 'benah-benah' kiri-kanan, dan gue dipercaya total sama elo buat megang from a to z urusan orang-orang tempat loe? And gue ntar lebih ke arah mikirin konsepnya? And I get sub-ordinate, double wow. New and challenging."

"Ya udah, elo main ke kantor ya."

"Gak besok 'kan?"

"Besok gue masuk sih, dan orang yang bakal elo gantiin juga ada."

"Senen aja lah ya. Eh ya, satu lagi, gue mendingan tegas di awal, gue ngga suka yang menye-menye. Kalo misalnya nanti kita deal, urusan pekerjaan tidak sama dengan urusan pertemanan ya. Kalo elo ngga suka sama kerjaan gue, jangan pernah ember ke mana-mana, mending elo ngomong langsung di depan muka gue. Okay?"

"Okay. Dan juga sebaliknya ya 'Cha."

"Sip."

Dan hari ini semua terselesaikan dengan baik. Semuanya. Dari perbincangan urusan detil pekerjaanku nanti, sampai akhirnya tentang urusan gaji, yang semua perbincangan itu kami lakukan sembari makan siang.

Sebelum akhirnya benar-benar mengakhiri perbincangan mengenai pekerjaanku...

"Senen minggu depan lah ya gue masuk. Gue leyeh-leyeh dulu seminggu."

"Kurang leyeh-leyehnya 3 bulan? Yang elo gantiin minggu depan 'dah cabut."

"Tapi ngga besok 'kan?"

"Elo gue kasih satu hari lagi untuk leyeh-leyeh. Rabu masuk yah."

Kami pun berpisah. Dan karena letak kantor yang tak jauh dari Senayan City, akhirnya aku memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di sana.

Sembari berjalan, tiba-tiba aku ingin sekali menelepon seseorang. Bukan dirinya yang seharusnya berada di sampingku, tapi dirinya yang lainnya.

"Anjrit, gue belom bayar tilpun lagi. Hyaaaaahhh. Kesal."

Berarti aku harus menunggu hingga aku tiba di rumah, untuk bisa meneleponnya. Setelah aku mendengar lagu Malaikat Juga Tahu untuk beberapa kali, telepon itu baru diangkat.

"Kenapa, Sayang?"

"Sibuk ya?"

"Gak, in between meetings. Kenapa, Ndut?"

"Kok gendut sih?"

"Kan buncit perutnya."

"Dah ngga weeekkk."

"Kenapa, Nak Kecil."

"Aku lusa dah kerja."

"Huuaaa, anak kecil dah gede, dah bisa kerja wa?"

"Sedih."

"Kok sedih?"

"Iya, liburannya abis."

"Tapi kerenya juga pensiun 'kan. Di mana, jadi apa Cil?"

Dan aku pun menjelaskan detil kepadanya, hingga gaji yang aku terima.

"Ya, banyak belajar, tantangan, walau gajinya ngga segede posisi itu kalo di big company."

"Ah gaji juga nomor sekian 'kan untuk kamu biasanya. Dan segitu 'dah gede juga hari gini."

"Yupe. Hey you're the first one yang aku kasih tau."

"I'm honored."

"Ya, udah aku cuma mau ngasi tau itu, kamu lagi nunggu meeting lagi 'kan?"

"Iya sekalian nungguin magriban."

"Duh senengnya denger kamu magriban lagi."

"Hihihihi."

"Kok hihihihi?"

"Hihihihi aja."

"Ya, udah gih, magriban dulu."

"Love you."

"Love you too."

----

Seseorang Ocha yang aslinya adalah manusia idealis, ternyata kali ini bisa mengorbankan satu idealismenya meniti karir di perusahaan besar. Ia mentahkan semuanya itu, demi suatu idealisme lainnya, yaitu belajar untuk bisa "memporakporandakan" tempatnya bekerja nanti.

Untuk seseorang yang sampai saat ini belum aku beritahukan langsung berita ini, "Nanti aja ya, aku tunggu kalo kamu dah selese sama duniamu sendiri. Yang aku ngga tau kapan, hopefully ngga forever."

So My Friends, my honeymoon is already over by this Wednesday..huaaaaahh..

Sabtu, Mei 23, 2009

Biru...



Aku benci jika hari seperti ini muncul. Hari di mana aku sangat merindukanmu. Dengan segala khayalan, dan "putaran film" saat kita berdua beberapa waktu lalu, yang terus-menerus "menari" dan "berdansa" di kepalaku.

Ditambah dengan rasa menggebu ingin memeluk tubuhmu yang juga memeluk tubuhku. Rasa yang kian memuncak, membara hingga membuat amarahku pun kembali berada di titik klimaksnya.

Kembali aku harus bersusah payah untuk menidurkan semua rasa yang tiba-tiba muncul, bagai maling yang memasuki rumah, yang jelas tanpa undangan, dan tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Mungkin selama ini aku terlihat seperti tak membutuhkanmu, tapi aku bertopeng. Mungkin selama ini aku terlihat kuat untuk memenuhi semua keinginanmu, dengan berusaha tak merengek padamu, biarkanmu mempunyai dunia sendiri, tapi itu semua karena aku gengsi. Dan karena ingin disebut sebagai bukan perempuan menye-menye.

Meskipun aku tahu, aku akan kembali berhasil memadamkan bara rinduku, hanyutkan amarah, walau tanpa aliran hujan.

Aku hanya bisa tuliskan dalamnya hatiku, yang sedang aku dengarkan dengan baik saat ini. Dan yang masih katakan bahwa aku merindumu.

imu, ilu, and want u...

Jumat, Mei 22, 2009

Di Ambang Batasku, Aku Mencintamu...

Gambar aseli kreasi dari penulis Tulisan Seorang Introvert

Aku mencintamu di ambang batas sabarku...
Yang tak pernah aku relakan untuk mati...
Pun tak pernah inginku biarkan sirna...

Aku mencintamu di ambang batas rasa rinduku...
Yang tak pernah habis mengkhayalkan...
Hadirnya dekap tubuhmu yang mampu hapus lukaku...

Aku mencintamu di ambang batas harapku...
Yang tak pernah berhenti aku hidupkan lagi dan lagi...
Tak tahu sudah berapa kali...

Aku mencintamu di ambang batas perihku
Yang tak lagi menyiksa...
Ataupun tinggalkan sayatan...

Aku mencintamu di ambang segala kepasrahan...
Yang tak lagi meranakanku...
Yang hanya terucap dalam daras doaku...

Aku mencintamu di ambang batas cintaku...
Yang tak pernah berhenti mencintamu...
Pun tak pernah mati katakan bahwa aku mencintamu...

Kamis, Mei 21, 2009

Lanjutkan Teman!!!...

Hmmm...akhir-akhir ini aku menemukan beberapa kebingungan dan kesenangan.

Bingung, sebenarnya 4.5 tahun belakangan ini aku kuliah di fakultas apa ya? Tak tahu mengapa, selama masih diberi kesempatan untuk berstatus full time blogger, aku menemukan banyak temanku di Fakultas Psikologi di universitas yang memiliki lokasi paling strategis dan elit di Jakarta, mempunyai passion di dunia seni dan sastra yang sangat besar.

Hal ini terlihat dari blog-blog yang mereka miliki. Dari yang berhasrat menulis, menggambar/membuat ilustrasi yang tentu merupakan buah dari pikiran, perasaan dan khayalan mereka, sampai yang berhasrat menyalurkan katarsis di dunia teater.

Katarsis. Ya, mungkin istilah itu tepat digunakan. Katarsis, yang dengan bahasa mudahnya, disebut sebagai pelampiasan.

Seni yang tertuang dalam blog adalah media pelampiasan untuk mengeluarkan apa yang ada di kepala dan hati mereka, termasuk aku tentunya. Dan ternyata memang ada hubungan antara dunia psikologi, media katarsis melalui seni dan juga blogging (walaupun hipotesis hubungan antara psikologi dengan urusan blog-nge-blog yang nyeni sebagai media katarsis ini belum dibuktikan).

Dilatih selama beberapa tahun untuk lebih dapat memahami manusia, berarti pula manusia-manusia ini idealnya lebih dapat memahami perbedaan individual setiap onggokkan daging yang berisi jiwa, yang tak pernah ada satu pun yang sama, termasuk memahami diri sendiri dan bagaimana harus bertindak, bertingkah laku, berinteraksi dengan manusia lain, dan mengekspresikan segala rasa dan pikiran ke dunia di luar diri sendiri.

Perbedaan individual inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya perbedaan media ekspresi yang dipilih untuk dilakukan oleh masing-masing individu.

Dan pilihan media ekspresi melalui tulisan adalah yang menjadi pilihanku. Sesuai dengan aku apa adanya. Tujuannya adalah untuk membuat orang lain mengerti apa yang aku rasakan, dan aku menyampaikannya dengan media yang paling nyaman bagiku sendiri.

Bagiku sendiri, seperti yang sudah aku tuliskan di tulisanku beberapa bulan lalu, menulis tak lagi hanya sekedar hobi, melainkan passion. Mengutip kata Rene Suhardono dalam acara talkshow mingguan di salah satu radio ternama di Jakarta, sesuatu pekerjaan dapat dikatakan sebagai passion, jika kita tidak bisa tidak untuk terus mengerjakannya, melakukannya; merasa ada yang kurang jika kita tidak melakukannya.

Satu hari saja aku tak menuliskan sesuatu di blog, rasanya ada yang aneh, apalagi saat-saat seperti sekarang ini, di mana aku masih mempunyai banyak waktu luang.

Menurutku, ada satu nilai plus dari media ekspresi melalui tulisan ataupun gambar, yaitu kita tak perlu repot-repot menunda lebih lama lagi dalam mengekspresikan seluruh pikiran dan rasa. Apabila saat itu kita sedang marah, ya kita hanya perlu mencari secarik kertas dan pensil atau pena, tidak perlu menunggu sosok orang yang membuat kita marah, sampai muncul di hadapan kita lalu kita bicara atau memarahinya 'kan? Apalagi kalau orang tersebut tidak bisa atau tidak mau mengangkat telepon dari kita ataupun tidak mau menemui kita, tambah kesal bukan?

Mendapati banyak teman yang mempunyai hasrat yang sama tentu menyenangkan, dan tentu akan semakin memotivasi lebih banyak lagi bagi kita untuk terus menghasilkan karya. Alih-alih hanya meratapi nasib, atau hanya menimbun tumpukan kekesalan dan segala rasa juga pikiran, lebih baik semuanya itu dituangkan dalam sesuatu hal yang baik dan berguna. "Ya itung-itung, 'rawat jalan' sambil berbagi", agar yang lain tak mengikuti kesalahan kita (atau malah menambah durasi "rawat jalan" orang lain).

Yang jelas, akhir-akhir ini kekagumanku akan dunia maya sedang memuncak.

Dibalik keegoisan manusia di dunia nyata yang sering terekam kamera para jurnalis dan menjadi headlines berita di surat kabar maupun televisi, ataupun tingkah laku para "penyandang autisma" yang hanya terjadi jika sedang berhadapan dengan komputer/laptop dan juga internet, ternyata makhluk-makhluk ini adalah makhluk yang (masih) mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Semua itu selalu bisa terbukti pada saat aku (dan mungkin kamu) mencari sesuatu di internet.

"Apa sih yang ngga ada di internet? Dari hal busuk sampai yang terbaru, dari yang mendidik sampai yang merusak, dari yang pake bayaran sampai yang gratisan. Mungkin mereka manusia-manusia super duper mega jumbo egois dalam kehidupan nyata, tapi tidak saat bekelana di dunia maya," kira-kira itulah pikiran yang sering muncul di kepalaku, saat aku sedang menelusuri dunia tak nyata ini.

Dan akhir-akhir ini, hal yang membuatku terpana adalah karya-karya manusia-manusia yang tidak egois, manusia yang masih mau berbagi, yang tertuang dalam media ekspresi gambar/ilustrasi.

Apalagi setelah mengunjungi dua situs yang menyajikan hal itu (*tautan situs ada di elemen tambahan Karya Tetangga di blog-ku ini, dengan nama elondistract dan The Dancing Animal*), motivasiku untuk kembali menyentuh salah satu seni yang kurang aku dalami, tiba-tiba menggebu-gebu.

Ya, menggambar atau ilustrasi atau melukis adalah salah satu dunia seni yang sedikit sekali aku sentuh, selain dunia teater (seni peran), yang malahan sama sekali tak tersentuh olehku.

Alangkah indahnya jika tulisan dan ilustrasi, cerita/narasi dan gambar dapat saling melengkapi bahkan membuat sempurna penghayatan siapapun yang diajak berinteraksi.

Keinginan untuk dapat sedikit mengekspresikan sesuatu dengan gambar/ilustrasi memang sudah ada dipikiranku dari dulu, tapi pikiran bahwa aku tak pandai menggambar, selalu mendominasi dan membuatku mengurungkan niat untuk menekuni dunia ini.

"Ahhh, ga ada bakat gambar gue."

Namun seperti tadi yang aku sampaikan, niat untuk dapat mencoret-coretkan tinta selain ke dalam bentuk tulisan, muncul tiba-tiba setelah kunjunganku ke dua situs tersebut. Dan cukup mampu membuatku memaksakan diri untuk bisa menggambar lagi.

Hasil pemaksakan diri, yang berhasil aku ciptakan ini, sedikit membuatku tersenyum...

"Ternyata sisa-sisa pernah menang lomba gambar waktu SD, masih ada yach. Walaupun yaaa, gambarnya masih kayak gambar anak SD. Hahahhahaha."

Hmmm...dan ini hasil pemaksaan terhadap diri sendiri, bahwa aku mau mulai belajar menggambar kembali:



Yang hanya bermodal aplikasi Paint, dan mulai kesal dengan terhapusnya aplikasi Photoshop dari laptop tercinta, "Gue pinjem CD Photoshop buat Vista dounks!?? Hahahahaha."

"Eh terus, gambarnya jangan diketawain ya, jelas masih jauh lebih canggih dan keren gambar-gambar kalian!"

Sekali lagi, berekspresi dan berkarya? LANJUTKAN Teman-teman!!!

Oh ya, untuk para pemilik ataupun para kontributor/ilustrator dua situs tersebut, "I'm one of your fans, keren abis gambar kalian!"

Tawaran Ilusi...

Cinta, kau tawarkan aku segenggam harapan...
Yang terlukis abstrak oleh desau angin...

Cinta, kau tawarkan aku segelas mimpi...
Yang tertuang dalam gelas retak...

Cinta, kau tawarkan aku ribuan janji...
Yang dituliskan tinta putih di atas kertas putih...

Cinta, kau tawarkan aku dirimu...
Yang mendingin bagai mayat mati suri...

Cinta, kau tawarkan aku sebuah Cinta...
Yang tersimpan hati hingga menghujamnya...

Rabu, Mei 20, 2009

Kumpulan Komentar...

Hai, "tulisanku" kali ini, hanya berisi beberapa komentar dan testimonial yang dikirimkan ke beberapa media internet milikku.

Aku hanya ingin menyampaikan terima kasih untuk semua yang sudah menyempatkan diri mampir, membaca, memberi komentar, marah-marah, maki-maki, dan mengirimiku apapun, melalui Friendster, Facebook, Introverto dan seluruh akun surat elektronik yang aku punya.

Maaf sekali lagi, tak semua komentar dapat aku terbitkan.

Dan dari yang sebagian diterbitkan itu, di bawah ini beberapa di antaranya...

Dari Valdy (15 Maret 2004, Friendster)
:

Ocha itu...JUDESSSSSS....tampangnya! ahahahaha, gila pertama kali gue dikenalin, nih anak cantik, tapi kok raut wajahnya itu lho...bikin gue takut2! Jujur, gue sempet suka banget sama lo...*anjrit, kebongkar deh*

Huheuheuh, anaknya dewasa banget...jauuuuuuhh, lebih dewasa dari umur fisiknya! Sering jiper k'lo lagi ngobrol sama dia. Nice & ramah, setelah gue kenal dia...bener kata2 lo ndiri, lo itu gak pernah mau basa basi, itu gue suka banget!rada2 gila kerja, tapi knows how to have fun!! Kapan neh, jalan bareng lagheee?!?!?

Dari Shima (20 Maret 2004, Friendster):

Cha!!! Wah bingung nih ngasih testi buat temen SMPku yang satu ini.. temen gosip dan ngobrol yg seru waktu masih di SMP.. gue banyak dapet bocoran tentang gebetan2 gue dulu di SMP dari Ocha.. temen yg setia, baik hati, dan tidak sombong. The coolest part about her is that she's into music.. Gue tau dia nyanyinya bagus... Dulu ikutan music ansemble kok di SMP.. dan dia main piano juga... Pokoknya Ocha AIGHT deh orangnya!!

Dari Muning (4 April 2004, Friendster):

KAAAAANNNCHHHHHHUUUUUUUUUTTTTTTTTT!!!!!

Dari Yana (17 April 2004, Friendster):

Ocha.. Thank you for organizing our small PL reunion when I went home last
Christmas. You're the best EO we have deh, Cha! It was good to see you after all these years.

Dari Meeko (27 April 2004, Friendster):

OCha..? hahahah NGGA ADA MATINYA...!!!
cup cup waw waw chaa....!!

Dari Ingrid (2 Agustus 2004, Friendster):

Ocha itu adik ipar gw. Anaknya ok banget, & a good auntie for my daughter Jelita. Pintar nyanyi & main piano. Sayang banget sama doggies. Wish you all the best, for your future & career !

Dari Andini (27 Oktober 2004, Friendster):


ocha adalah temen buat rebutan... mulai dari rebutan makanan... rebutan telpun umum sekolah... sampe rebutan cowok! bukan begitu bukan? ocha adalah temen hang out dikala jomblo... soalnya kalo udah nggak jomblo mah ribet sendiri deh ama dunianya!

Dari Karin (5 Mei 2005, Friendster):

##For in romance... all true love needs is a chance... And maybe with a chance you will find... you too like I.. overjoyed.. ##

Dek.. dek.. such journey we endure.. Sudah kau temukan jawabanmu? Masuk psikologi itu bikin tambah puyeng.. tapi gak pa palah.. One thing for sure.. masuk psikologi itu harus ngerti and bisa nerima "individual differences", dengan gitu.. duniamu jadi lebih berwarna..

Met belajar.. met naik tingkat.. dan met menunaikan tugas-tugas perkembangan.... luv ya sis..

Kapan kita ke pantai bawa goldie, joey, berty... dan si tongat...

Dari Isabella Noya (27 Mei 2005, Friendster):

ochachachachacha.. hehehe.. temen seperjuangan gue di stat! hohoho.. occcchhaa pertama kali gue liat ini manusia,, bussseettt gue kira umurnya dibawah gue, taunyaa.... hahaha but anyway, its fun to have a friend like u though! ;p ocha tuh agak keras orangnya, brisik bgt,, heheh,, independent kind of girl bgt!! keliatan deh!! hehehe,, it seems like she doesnt need a guy for herself coz she can do anything alone! hehehe.. cha, nice to have a friend like you!! really does! anndd,, kita lanjutkan perjuangan bersama2!! hehehe,, mmmwwaaahhh!!

Dari Muning (12 September 2005, Friendster):

jutek loe pooooooooooooooolllll!!!!! :P

Dari Rully (18 Februari 2007, Friendster):

Selamat berkurang jatah hidup 1 taon di dunia yaa... senengnya makin mendekati eternity....


Dari Adiet (24 Maret 2009, Komentar Note Facebook untuk Writing is My Passion):

you're one of my favorit writer cha....keep writing

Dari Albi (25 Maret 2009, Komentar Note Facebook untuk Writing is My Passion):

hebat.. i wish i could write as good as you..

Dari Anonim (20 April 2009, Komentar Introverto untuk Pemakaman):

coool...lage-lage g merasa tertohok...g suka banget kalimat lu...dunia selalu memaksa kita untuk mati rasaaa...damn..!

Dari Stella M. (1 Mei 2009, Komentar Note Facebook untuk Sebenarnya):

ca... Sebenernya gue suka krn.... "haduuh,anjreeet, kyk tersindir..." ahhahahaha....

Dari Astrid (8 Mei 2009, Note Facebook untuk Hate You):

kayaknya g tiba2 jadi fans berat notes lu y cha?haha paraah

Dari Anonim (10 Mei 2009, Komentar Introverto untuk Mementahkan Gengsi):

Tulisan loe jujur, tulus dan dari hati.. Terusin ya...kejujuran itu mahal..

Dari Risya (20 Mei 2009, Komentar Note Facebook untuk Aku Tak Tahu, Sayang):

ca, bagus tulisannya :)

Dari Gilang (20 Mei 2009, Komentar Note Facebook untuk Aku Tak Tahu, Sayang):


mata da setengah watt aja msi mampu bikin tulisan menyayat hati macem gini..gimana klo mata lo seger ya cha?? teriris sudah pastinya..

klo gw sama kyk astrid suka bagian ini..

"Aku tak tahu mengapa aku biarkan diri ini mencintamu...
Yang membawaku kembali ke jurang kehampaan...
Atas diri yang kembali kehilangan arah..."


----

"Ga papa 'kan jadi sedikit narsis, hehehhehe. Tetep mampir, tetep ngasih komentar ya."

I Love You, Mas...

Teringat kejadian beberapa tahun silam.

Saat aku mendengar seorang temanku yang tiba-tiba memanggil seseorang dengan sebutan 'Mas'. Memang pria yang dipanggil dengan sebutan 'Mas' itu, telah berubah status untuk temanku ini menjadi suaminya. Mereka telah menikah.

Namun tak tahu mengapa pikiran inilah yang muncul di dalam pikiranku...

"Wah, dah berubah sekarang panggilannya. Dulu padahal langsung manggil nama."

Memanggil seseorang dengan embel-embel sebutan 'Mas' di depan nama atau di belakang kalimat yang kita ucapkan, mempunyai sedikit cerita untukku. Lebih tepatnya, aku mempunyai pikiran sendiri tentang hal ini, yang mungkin tak lazim oleh banyak orang.

"Mas..."

Wadddoooowwww...beneran deh, terus terang aku paling malas jika aku harus atau sebaiknya memanggil seseorang dengan sebutan itu. Rasanya ingin sekali mulutku menjadi terkunci. Dan yang pasti kata itu membuat telinga ini jadi gatal.

"Kewajiban"-ku memanggil kedua kakakku dengan sebutan 'Mas' sudah berhasil aku pensiunkan dari aku SMP. Memang sewaktu aku kecil, aku diajari oleh mama, memanggil mereka dengan sebutan itu. Namun lama-kelamaan aku semakin malas memanggil mereka dengan sebutan itu.

"Udah jarak umur gue dengan mereka jauh, tambah nyebut pake gituan, tambah berasa gap-nya."

Jadilah aku memanggil mereka langsung dengan nama mereka.

Kebiasaan memanggil dengan sebutan 'Mas' bagi keluarga Jawa, sebenarnya juga berlaku pada lingkungan keluarga besar. Antar sepupu, berdasarkan silsilah urutan keluarga, yang dilihat dari orang tuanya. Bukan antar sepupu siapa yang lebih tua, tapi orang tuanya siapa yang lebih tua.

Hal itu pulalah yang membuatku dan kedua kakakku dipanggil dengan sebutan Mbak, dan Mas oleh hampir semua sepupuku dari pihak mama. Maklum, mama anak paling tua di keluarganya.

Merasa bersyukur, tak semua sepupuku memanggilku dengan sebutan Mbak ("Woi, kagak usah pake Mbak2an lah manggil gue sekarang!").

Lain halnya keluarga dari pihak papa. Papa bukan anak paling tua memang, yang berarti jika menuruti aturan adat Jawa, seharusnya aku memanggil sepupu-sepupu, yang merupakan anak-anak dari kakak-kakaknya papa, dengan sebutan Mas atau Mbak.

Kembali merasa bersyukur, semua sepupuku dari pihak keluarga papa tak terlalu mempermasalahkan hal itu. Kecuali jika orang tua mereka yang notabene adalah pakde dan bude-ku membahasakan padaku untuk memanggil mereka dengan tambahan embel-embel itu.

Mungkin kalian sedikit bingung, mengapa aku tidak suka harus memanggil mereka kenalanku, terutama yang laki-laki dengan sebutan 'Mas'.

Hmmm, seperti yang tadi aku sudah katakan, pikiran ini adalah pikiran yang tak lazim nyangsang di kepala orang lain.

Bagiku panggilan/sebutan 'Mas' tersebut, menimbulkan persepsi sebuah penawaran kemesraan terhadap orang yang aku panggil dengan sebutan itu ("Aneeehhh 'kan?").

Aku tahu persis, pikiran ini adalah pikiran aneh, padahal ada pikiran lain yang harusnya mendominasi di atas pikiran tersebut. Misalnya pikiran yang berkaitan dengan sopan santun dan respek terhadap mereka yang lebih tua.

Namun pikiran itu sedikit termentahkan dengan pikiranku yang lain bahwa sebutan tersebut dapat memperbesar gap antara yang memanggil dan yang dipanggil.

Aku juga merasa beruntung, bahwa dulu saatku di kantor, teman-teman satu divisiku, bahkan sampai dengan kepala divisinya sendiri memintaku memanggil mereka langsung dengan nama mereka.

"Beneran deh, itu bisa mengurangi gap antar kami."

Namun di atas semua pikiran aneh yang sempat nyangsang di otakku yang sering mengsle ini, aku sedikit kualat dengan pikiran sendiri.

Tahun 2004, kembali kuliah di kampus yang mempunyai budaya memanggil para dosennya dengan sebutan 'Mas' dan 'Mbak'.

Tak tahu mengapa, kali ini aku tak merasa jengah sama sekali untuk memanggil mereka sesuai dengan tradisi di lingkunganku kali ini, karena memang aku melihat posisi mereka yang adalah dosen dan aku mahasiswanya, terutama untuk para dosen yang umurnya memang lebih tua daripadaku. Namun untuk dosen-dosen muda yang umurnya setara atau bahkan lebih muda dari aku, heheheheh agak bingung aku dibuatnya. Bingung mau memanggil apa.

Ya, sejalan waktu, otakku yang mengsle ini, lama-kelamaan bisa juga dibuat agak lurus dan menjadi tidak aneh ("Diiiikkkiiittt!!!").

Satu yang aku harap, hehehehe..mudah-mudahan nanti siapapun yang jadi suamiku, tak memaksaku untuk memanggilnya dengan sebutan tertentu.

Kalaupun nanti tiba-tiba kalian mendengarku memanggil seseorang yang mempunyai hubungan romantisme tertentu denganku, dengan sebutan yang dulu menurutku aneh itu, itu karena memang keinginanku sendiri, bukan karena siapapun ("Biar mesra terus dounks ah!").

"Terus 'Cha, cerita kualat lu cuma yang di kampus doank? Ngga ada yang lain?"

"Hmmmmm, ada gak ya? Gak siy kayaknya. Kayaknya."

"Yakin?"

"Sepertinya. Kalo pun ada, yahhh cuma gue aja lah yang tau."

----

"I love you, Mas!"

"Eh, ngomong sama sapa lu 'Cha? Ama tembok?"

"Ho-oh! Eh atau orang yang mirip sama tembok?"

----

*judul entri blog terinspirasi dari judul film I Love You, Oom.

Aku Tak Tahu, Sayang...

Aku tak tahu mengapa aku biarkan kau menanggalkan ini semua...
Tanggalkan seribu topeng pintu arogansi...
Atas keyakinan diri yang mampu tepis semua tangisku sendiri...

Aku tak tahu mengapa aku biarkan tangan ini menggapai raihnya tanganmu...
Yang membawaku menjauh dari jurang lara...
Atas derita yang tak kunjung mampu aku habiskan...

Aku tak tahu mengapa aku biarkan hati ini rindukan bisik dan petik dawai cintamu...
Yang mampukanku miliki rasa itu kembali...
Rasa cinta yang sudah tercabik-cabik dan aku paksa untuk mati...

Aku tak tahu mengapa aku biarkan tubuh ini meringkuk di pelukmu...
Yang membawaku mampu hapus peluh kesalku...
Dan keringkan air mata ini...

Aku tak tahu mengapa aku biarkan diri ini mencintamu...
Yang membawaku kembali ke jurang kehampaan...
Atas diri yang kembali kehilangan arah...

Selasa, Mei 19, 2009

Reflection...



Look at me..
You may think you see
Who I really am
But you'll never know me
Every day, is as if I play apart

Now I see
If I wear a mask
I can fool the world
But I can not fool
My heart

Who is that girl I see
Staring straight back at me?
When will my reflection show
Who I am inside?

I am now...
In a world where I have to
Hide my heart
And what I believe in
But somehow
I will show the world
What's inside my heart
And be loved for who I am

Who is that girl I see
Staring straight back at me?
Why is my reflection
Someone I don't know?
Must I pretend that I'm
Someone else for all time?
When will my reflection show
Who I am inside?

There's a heart that must
Be free to fly
That burns with a need
To know the reason why
Why must we all conceal
What we think
How we feel
Must there be a secret me
I'm forced to hide?
I won't pretend that I'm
Someone else
For all time

When will my reflections show
Who I am inside?
When will my reflections show
Who I am inside?

Original Soundtrack of Mulan, sung by Christina Aguilera

----

Seseorang telah berhasil membuatku menanggalkan ribuan topeng yang terpaksa aku kenakan, saat aku berhadapan dengannya.

Namun, ia sendirilah yang membuatku untuk memakai ribuan topeng itu kembali.

I Cannot Promise You, But...

I cannot promise you that
I will not change
I cannot promise you that
I will not have many different moods
I cannot promise you that
I will not hurt your feelings sometimes
I cannot promise you that
I will not be erratic
I cannot promise you that
I will always be strong
I cannot promise you that
My faults will not show

But,
I do promise you that
I will always be supportive of you
I do promise you that
I will share all my thoughts and feelings with you
I do promise you that
I will give you freedom to be yourself
I do promise you that
I will understand everything that you do
I do promise you that
I will be completely honest with you
I do promise you that
I will laugh and cry with you
I do promise you that
I will help you achieve all your goals

But, most of all
I do promise you that
I will love you

Poem by Susan Polis Schutz

----

Taken from Diah's blog http://blueberryandcheese.blogspot.com

Thank you ya Di, for posting it in your blog, really beautiful poem...

Senin, Mei 18, 2009

Kejarlah Daku, Kau Ku Tinggal...

Hmmm...sebenarnya aku tak tahu mau menulis tentang apa hari ini, tapi tiba-tiba ada satu pikiran yang muncul di benakku.

"Emang di mana-mana paling enak itu pas masa-masa kejar-kejaran ya. Brengsek emang!"

Teringat, terngiang masa-masa hidupku di awal tahun 1994 hingga tahun itu berakhir. Sumpah kalau ingat masa-masa itu, tampaklah nyata gejala-gejala gangguan jiwa pada diriku yang selama ini dipaksa untuk "tidur" oleh penyandangnya, yaitu tertawa-tawa sendiri.

"Beegoooo!!! 11 bulan yang penuh dengan ketololan, tapi menyenangkan, hahahhaha."

Semua berawal dari...

"Sini, mau gue peluk tangannya? Elo kedinginan 'kan?"

Aku tak habis pikir, kenapa dia tiba-tiba menawarkan hal itu padaku. Yang jelas, aku menyambut dengan baik tawarannya, yang membuatku terbebas dari rasa dingin, plus membuatku tambah tak bisa tidur, selama di perjalanan kami berkeliling Jawa Tengah dengan bis bewarna biru muda, saat sekolah kami membawa para muridnya study tour.

Perjalanan indah beberapa hari tersebut, akhirnya harus kami akhiri. Berakhir dengan indah. Dan penuh rasa deg-deg-an saat harus kembali ke kelas, duduk di sebelahnya, beberapa hari kemudian.

Bagai tak ada rasa apa-apa. Seribu lapisan topeng aku kenakan. Masih tertawa, masih berbagi cerita tentang GBT-an masing-masing, yang bagiku saat itu aku gunakan untuk kamuflase, dan aaaaaaarrrrggghhh masih terus mencari cara agar dia tahu aku suka.

Dan di tengah kebingunganku mencari cara agar seseorang itu tahu aku suka, tiba-tiba...

22 April 1994 ("Gila 'Cha elo masih inget tanggalnya!?!"), dia menyelipkan secarik kertas, di agendanya yang aku pinjam.

"Kalo elo tau 'Cha, gue berharap bisa sayang ama dia, kayak gue sayang sama elo."

Belum lagi ia katakan di sana, bahwa ia menuliskan surat itu di atas tempat tidur, tanpa alas, dan dengan pensil. Dan itu semua memang tampak dari "tampang" si surat itu.

Sumpah, aku masih benar-benar ingat kalimat itu tertulis di kertas itu. Dan seketika setelah aku membacanya...

"Yayyy...finally, he got it!"

Tapi, semua itu tak berhenti di sana. Bukan berarti setelah itu kami berdua jadian, walaupun kami semakin dekat, dan surat-suratan itu pun berlanjut ("Sumpah norak"). Dan manusia ini sepertinya juga masih sedikit berusaha mendapatkan perempuan yang menjadi gebetannya.

Ocha kesal? Pasti! Tapi dengan tetap berusaha untuk berpikir jernih, bahwa manusia ini bukan siapa-siapaku, aku tetap berusaha cool dan sok mendukung usahanya untuk mendapatkan perempuan itu.

Sampai pada akhirnya ia lelah sendiri, dan menyerah.

"Akhirnya!"

Didukung dengan harus perginya manusia ini ke Negeri Paman Sam, dalam rangka wisuda kakak tercintanya, otomatis kedekatannya dengan perempuan itu pun berkurang.

Dua minggu yang menjemukan. Masa sekolah saat itu sudah berakhir, karena kami sudah melewati semua ujian akhir kelulusan jenjang pendidikan kami saat itu.

"Sial, biasanya tiap hari ketemu, sekarang dua minggu ga ketemu kangennya minta ampun."

Akhirnya manusia ini pulang dari Amerika. Ia memberikan oleh-oleh untukku. Jurnal. Jurnal perjalanannya selama di sana. Dari mulai ia menunggu di ruang tunggu di Soekarno-Hatta, saat ia memerhatikan sekeliling, dan tak ada satu orang pun yang memakai celana pendek dan sandal jepit sepertinya; saat ia di pesawat menuju Amerika, dan seseorang yang duduk di sebelahnya adalah kekasih si kakak, dan saat kekasih kakaknya itu tidur, kepalanya terjatuh di atas pundak manusia ini, dan ia katakan di jurnal tersebut, ia sangat berharap yang duduk di sampingnya adalah aku ("Gombal, hahahhah!"); saat di apartemen kakaknya ia terbangun pagi-pagi benar kala semuanya masih tidur dan ia sempatkan menuliskan jurnal untukku; saat ia menunggu di bandar udara Narita, Jepang, dalam perjalanannya kembali menuju Jakarta, hingga ia sampai kembali di rumah ("Wowwww...that was 15 years ago, and I still remember exactly what he wrote? Gosh!")

Sumpah, saat jurnal itu diberikannya padaku, tak sabar langsung aku baca. Dan tentu bisa dipastikan tak karuan saat membacanya, plus cengar-cengir sendiri.

Hei, oleh-olehnya tak cuma itu. Ia memberikan aku satu buah kartu Hallmark Personalized, dengan satu puisi di depannya, kalo tak salah kalimat pertama puisi itu adalah Thousand miles may come between us, bla, bla, bla..., dan di belakang kartu itu tercetak tulisan yang kurang lebih berbunyi Made Personalized for my dearest Rosa ("Akhirnya ada juga yang gue lupain, hahahha!").

Indahnya masa pendekatan masih berlanjut ("Lama ya!"). Berhubung manusia ini senang sekali dunia fotografi, dan saat itu ia masih dalam taraf belajar, maka liburan kelulusan saat itu, kami sempatkan untuk foto-foto ("Mayan, jadi model dadakan, hihihihi!"). Aku ingat benar, saat itu lokasi yang kami pilih adalah Cinere, yang letaknya tak jauh dari Cinere Mall, yang saat itu masih banyak lahan kosong dan penuh ilalang.

Tak cuma aku dan dirinya yang pergi ke sana. Kami berdua bersama 2 pasang teman kami yang lain. Satu pasang hari itu pas jadian, dan satu pasang lagi, statusnya sama dengan kami, yaitu masih pendekatan.

Hari itu adalah tanggal 14 Juni 1994 ("Hihihihi, inget juga 'kan gue!").

Setelah foto-foto narsis sendiri-sendiri (kecuali sang fotografer), temanku yang baru saja jadian, minta untuk difoto berdua. Dan seterusnya adalah foto berpasangan.

Dan hanya tinggal sepasang lagi niy yang belum berfoto, yaitu aku dan dirinya. Sok cool dan sok menampakkan bahwa aku tak sedang pendekatan padanya, aku pun bergaya biasa saja saat hendak di foto.

Taaapiiiii...ternyata ia tak berpikiran yang sama denganku. Tiba-tiba ia merangkulku.

"Oh, nnnnooooooo."

Dan akhirnya aku pun memegang tangannya yang merangkulku itu. Bisa dibayangkan 'kan, kira-kira bagaimana perasaanku saat itu?

Belum lagi saat kami di mobil, saat ia mengantarku pulang. Berhubung saat itu ia masih disupiri oleh pak supir, rangkulannya pun tak pernah lepas dariku.

"Hari yang saaaannngggaaattt indah. Sumpah gue suka banget!"

Berbedanya sekolah kami saat jenjang pendidikan berikutnya ("Ya iya lah, sekolah loe cewek semua 'Cha!"), tak menghambat kami bertemu, yang saat itu status kami juga masih dalam pendekatan. Ya, masih PDKT!

Manusia yang berasal dari kalangan ekstroversi ini memang tak pernah bisa diam. Senang sekali mempunyai banyak kegiatan. Namun di tengah segala macam kegiatannya itu, ia masih menyempatkan diri menemuiku, sepulang kami sekolah (semakin seru jika diingat usaha kami untuk saling menghubungi agar kami dapat bertemu, mengingat saat itu belum zamannya ponsel).

Perjalanan pendekatan kami pun berakhir di tanggal 23 Desember 1994. Pernyataan rasa sayang disertai ajakan untuk jadian, ia ucapkan saat kami berdua sedang ramai-ramai bersama teman kami lainnya, berkunjung di salah satu rumah teman kami, sebelum liburan Natal dan Tahun Baru dimulai.

"Tollllooolll bukan main."

Setelah kami jadian, kami tentu semakin sering bertemu.

Taaaapiiiii
...ya mungkin untuk 6 bulan pertama, itu pun seingatku, aku sudah sering ngomel-ngomel karena sering ditinggal dan berminggu-minggu tak bertemu, karena ia harus berkegiatan ekstrakurikuler sekolahnya yang tak bisa ditinggal.

Berhari-hari tanpa berita darinya, tak satu pun pesan ke penyantaraku saat itu, dan sering kali aku telepon ke rumahnya, ia sedang tak ada. Namun satu tahun pertama, berhasil kami lalui. Aku berhasil meredam segala amarah karena hal tersebut.

Setelah satu tahun berlalu, kejadian-kejadian seperti itu semakin sering. Sekali lagi, tak bertemu berhari-hari, tak ada telepon atau berita berhari-hari, tak tahu ia di mana. Dan tak jarang berita seperti ini aku terima, saat aku menelepon ke rumahnya...

"Oh...lagi camping di Gunung Putri tuh, 3 hari."

Dan, seketika pikiran ini yang muncul di benakku...

"Bagus, tinggal aja teruuuussssss. Kagak bilang!"

Terus-menerus seperti itu, dan komunikasi kami pun tak sebaik dulu, akhirnya aku putuskan untuk mengakhiri hubungan kami, sekitar bulan Oktober 1996.

Masa pendekatan berikutnya yang juga mengesankan adalah masa pendekatanku dengan seseorang, beberapa tahun setelahnya.

Sangat berbeda dengan cerita yang aku ceritakan di atas. Sebelas bulan penuh cerita tolol. Yang sekarang akan aku ceritakan, hanya memerlukan masa ketololan selama kurang dari dua minggu.

Yang dimulai dengan...

"Besok aku mau santai. Nonton yuk!"

Dan saat di bioskop...

"Mau aku peluk? Kamu kedinginan 'kan?!"

Dan ternyata aku baru menyadari adanya kesamaan kejadian, setelah aku menuliskan cerita ini. Bedanya, kali ini aku jawab dengan...

"Ngga."

Selama berjalan dengannya, aku selalu menjaga jarak dengannya. Benar-benar berjalan di depan atau di belakangnya, atau di sampingnya sekitar satu meter.

"Logika harus jalan dengan baik ya 'Cha!"

Tapi semua itu bertahan tak lama. Aku pun kemudian dapat luluh dan ditaklukkan olehnya.

Usahanya untuk mengirimiku pesan singkat saat pagi dalam perjalanannya menuju kantor, siang hari di tengah kesibukannya, mengajakku untuk mengobrol di media ruang obrolan sebuah situs ternama sesampainya ia di rumah hingga subuh menjelang, mengajakku makan malam, pergi nonton, dan masih banyak lagi usahanya untuk mendekatkan diri padaku, yang pada akhirnya mampu "menjatuhkan" aku.

Masa-masa pendekatan kami itu pun berakhir, saat ia mengajakku "berjalan" bersamanya, di awal Desember itu, tepatnya 3 Desember ("December? Again? Hayaah!).

"Damn! he was wonderful. Totally adorable!"

Namun masa-masa indah, pesan singkatnya, chatting hingga subuh, semakin lama semakin berkurang dan pada akhirnya tak kami lakukan sama sekali. Sama-sama tak ada daya fisik untuk lakukan itu. Sama-sama tertimbun tumpukan pekerjaan yang melelahkan.

Dan kembali aku mengalami kejadian beberapa tahun lalu, persis sama, tepatnya lebih parah malah. Jauh lebih parah.

Namun karena bekal latihan yang sudah cukup banyak, aku pun kali ini masih berhasil mengalahkan semua ego yang berkali-kali timbul tenggelam.

"Masokis lu 'Cha!"

"Yoi! Gak papa, ganti level, latiannya lebih gila, sama orang yang lebih gila lagi pastinya!"

----

Naseeebbbb...tinggal aja terusssss!

Jadi teringat perbincanganku dengan seseorang beberapa bulan lalu...

"Di mana-mana ya Mas, paling menyenangkan emang masa kejar-kejaran. Setelah itu gak usah ditanya lah."

"Ooohhh, gitu ya 'Cha?"

"Yoi, brengsek emang semuanya!"

Minggu, Mei 17, 2009

Another One...

"Hmmmm...tinggal satu nih yang belom gue hantar ke pelaminan."

Begitulah pikiranku saat mengendarai mobil, pulang menuju ke rumah, setelah menghadiri perkawinan seseorang.

Seseorang yang sudah aku kenal dari tahun 1991, saat kami masih remaja, dan duduk di bangku sekolah menengah pertama.

Dan setelah pikiran tersebut berhenti "mengisi" kepalaku, lagu inilah yang tersaji di radio yang aku nyalakan di mobil.

Lagu yang diberikan oleh seseorang setelah seseorang yang aku hadiri pernikahannya kemarin.

"Loh, si penyiar radio itu bisa baca pikiran gue ya?"



----

Happy wedding, my dear friend...

Apa yang disatukan Allah, janganlah diceraikan manusia. AMIN.

----

Untuk yang dulu pernah ngasih lagu di atas ke gue, gue tunggu kiriman undangan dari elo ya. Tinggal elo niy yang belom...Hahahhaha...

----

Kira-kira seseorang dan seseorang di sini siapa ya?

Heheheh, ada deeee...

Jumat, Mei 15, 2009

How Could You...

Berikut ini adalah kutipan dari surat elektronik yang saya terima dari salah satu grup pencinta binatang yang saya ikuti.

It is really-really nice and touchy story for animal lover, especially dog lover. Just read it.

It made me cry.

Sent by the moderator of Angels of Paws.

----

A man in Grand Rapids, Michigan, took out a $7000 full page ad in the paper to present the following essay to the people of his community:

When I was a puppy, I entertained you with my antics and made you laugh. You called me your child, and despite a number of chewed shoes and a couple of murdered throw pillows, I became your best friend. Whenever I was "bad," you'd shake your finger at me and ask "How could you?"- But then you'd relent and roll me over for a bellyrub. My housebreaking took a little longer than expected, because you were terribly busy, but we worked on that together. I remember those nights of nuzzling you in bed and listening to your confidences and secret dreams, and I believed that life could not be any more perfect.

We went for long walks and runs in the park, car rides, stops for ice cream (I only got the cone because "ice cream is bad for dogs" you said), and I took long naps in the sun waiting for you to come home at the end of the day. Gradually, you began spending more time at work and on your career, and more time searching for a human mate. I waited for you patiently, comforted you through heartbreaks and disappointments, never chided you about bad decisions, and romped with glee at your homecomings, and when you fell in love.

She, now your wife, is not a "dog person" --still I welcomed her into our home, tried to show her affection, and obeyed her. I was happy because you were happy. Then the human Babies came along and I shared your excitement. I was fascinated by their pinkness, how they smelled, and I wanted to mother them, too. Only she and you worried that I might hurt them, and I spent most of my time Banished to another room, or to a dog crate.

Oh, how I wanted to love them, but I became a "prisoner of Love." As they began to grow, I became their friend. They clung to my fur and pulled themselves up on wobbly legs, poked fingers in my eyes, investigated my ears, and gave me kisses on my
nose. I loved everything about them and their touch--because your touch was now so infrequent --and I would've Defended them with my life if need be. I would sneak into their beds and listen to their worries and secret dreams, and together we waited for
the sound of Your car in the driveway.

There had been a time, when others asked you if you had a dog, that you produced a photo of me from your wallet and told them stories about me. These past fewyears, you just answered "yes" and changed the subject. I had gone from being "your dog" to "just a dog," and you resented every expenditure on my behalf.

Now, you have a new career opportunity in another city, and you and they will be moving to an apartment that does not allow pets. You've made the right decision for your "family," but there was a time when I was your only family.

I was excited about the car ride until we arrived at the animal shelter. It smelled of dogs and cats, of fear, of hopelessness. You filled out the paperwork and said "I know you will find a good home for her." They shrugged and gave you a pained look. They understand the realities facing a middle-aged dog, even one with "papers." You had to pry your son's
fingers loose from my collar as he screamed "No, Daddy! Please don't let them take my Dog!" And I worried for him, and what lessons you had just taught him about friendship and loyalty, about love and responsibility, and about respect for all Life.

You gave me a good-bye pat on the head, avoided my eyes, and politely refused to take my collar and leash with you. You had a deadline to meet and now I have one, too. After you left, the two nice ladies said you probably knew about your upcoming move months ago and
made no attempt to find me another good home. They shook their heads and asked "How could you?"

They are as attentive to us here in the shelter as their busy schedules allow. They feed us, of course, but I lost my appetite days ago. At first, whenever anyone passed my pen, I rushed to the front, hoping it was you that you had changed your mind-that this was
all a bad dream...or I hoped it would at least be someone who cared, anyone who might save me. When I realized I could not compete with the frolicking for attention of happy puppies, oblivious to their own fate, I retreated to a far corner and waited.

I heard her footsteps as she came for me at the end of the day, and I padded along the aisle after her to a separate room. A blissfully quiet room. She placed me on the table and rubbed my ears, and told me not to worry. My heart pounded in anticipation of what was to
come, but there was also a sense of relief. The prisoner of love had run out of days. As is my nature, I was more concerned about her.

The burden which she bears weighs heavily on her, and I know that, the same way I knew your every mood. She gently placed a tourniquet around my foreleg as a tear
ran down her cheek. I licked her hand in the same way I used to comfort you so many years ago. She expertly slid the hypodermic needle into my vein. As I felt the
sting and the cool liquid coursing through my body, I lay down sleepily, looked into her kind eyes and murmured "How could you?"

Perhaps because she understood my dogspeak, she said "I'm so sorry." She hugged me, and hurriedly explained it was her job to make sure I went to a better place, where I wouldn't be ignored or abused or abandoned, or have to fend for myself--a place of love and light so
very different from this earthly place.

And with my last bit of energy, I tried to convey to her with a thump of my tail that my "How could you?" Was not directed at her. It was directed at you, My Beloved Master, I was thinking of you. I will think of You and wait for you forever. May everyone in your Life continue to show you so much loyalty.

A Note from the Author:

If "How Could You?" brought tears to your eyes as you read it, as it did to mine as I wrote it, it is because it is the composite story of the millions of formerly "owned" pets who die each year in American & Canadian animal shelters. Anyone is welcome to distribute the essay for a noncommercial purpose, as long as it is properly attributed with the copyright
notice.

Please use it to help educate, on your websites, in newsletters, on animal shelter and vet
office bulletin boards. Tell the public that the decision to add a pet to the family is an important one for life, that animals deserve our love and sensible care, that finding another appropriate home for your animal is your responsibility and any local humane society or animal welfare league can offer you good advice, and that all life is precious. Please do your part to stop the killing, and encourage all spay and neuter campaigns in order to prevent unwanted
animals.

Jim Willis

Buku Harianku Sekarang...

Hmmm...kalau dipikir-pikir betapa jauh lebih enak ya kita hidup sekarang ini. Setidaknya kalau kita membicarakan masalah kecanggihan teknologi, yang tidak dipungkiri sangat memanjakan dan mempermudah kita dalam bekerja.

Bagiku pribadi, salah satu kecanggihan teknologi yang sangat aku andalkan adalah internet. Teman setiaku hampir setiap saat, terutama saat insomnia dan gangguan "autisma" (yang hampir setiap hari) "menyerang" diriku.

Siapapun penemu internet, aku sangat-sangat memuji dan berterima kasih padamu.

Salah satu bagian internet yang juga membuatku kagum adalah kehadiran blog. Blog yang merupakan kependekan dari weblog* berarti sebuah situs yang berisikan jurnal pribadi berupa pemikiran-pemikiran, refleksi diri dan komentar dari si penulis.

Blog: a web site that contains an online personal journal with reflections, comments, and often hyperlinks provided by the writer (http://www.merriam-webster.com/dictionary/blog)
Dilihat dari definisi blog tersebut di atas, berarti blog ini sama saja dengan buku harian si penulis, yang berisi tulisan-tulisan tentang apapun yang dialami si penulis sehari-hari.

Apabila kita sedikit kembali beberapa tahun ke belakang, setidaknya sebelum blog itu muncul, tentu kamu ingat di manakah kalian menulis jurnal harianmu. Ada yang di buku harian, ada pula yang di komputer pribadi. Bentuk buku harian pun beraneka ragam, ada yang tidak berkunci ada pula yang dilengkapi dengan kunci (*Pasti inget donks ah!). Dan jika kamu menuliskannya di komputer pribadi, biasanya kamu akan meletakkannya di file khusus yang juga dilengkapi dengan kata sandi untuk membukanya.

Lalu yang kemudian menjadi pertanyaan, adakah orang lain yang kamu perbolehkan untuk membaca buku harianmu itu, baik buku harianmu dan tulisan di komputer pribadimu dilengkapi dengan kunci atau tidak? Dan apakah dulu kamu pernah ingin sekali membuka dan membaca buku harian siapapun yang kamu temukan, karena rasa penasaran ingin mengetahui rahasia pribadi orang tersebut? Dan jika kamu menemukan ada seseorang yang membaca buku harianmu, apa respon pertama kali yang kamu keluarkan? Apakah marah adalah respon yang kamu keluarkan pertama kali saat itu terjadi?

Bagiku pribadi, aku dulu tak pernah mengizinkan "hantu belang" manapun untuk membuka, apalagi membaca buku harianku. Never! Dan apabila kamu bertanya padaku apakah aku pernah ingin membuka dan membaca buku harian orang lain, jawabannya adalah tentu saja keinginan itu pernah ada, tapi aku tak pernah melakukan itu, semata-mata karena aku menghargai privasi orang tersebut.

Coba jika kamu simak dan cerna dengan baik dua hal tersebut. Dua hal antara definisi blog di internet, dan konsep awal dari buku harian, yang erat kaitannya dengan batasan ruang pribadi milik seseorang, yang sangat dijaga kerahasiaannya.

Sepertinya konsep awal buku harian sudah mulai bergeser. Buku harian atau jurnal pribadi tak lagi hanya konsumsi pribadi si penulis, melainkan menjadi konsumsi umum, bahkan mereka yang tidak mengenalmu di dunia nyata. Blog memberikan kemudahan bagi mereka yang ingin mengumbar atau lebih halusnya membagi hari-harinya, pikiran dan perasaannya, bahkan tak menutup kemungkinan untuk memaki-maki seseorang atau sesuatu hal.

Meskipun privasi blog ini juga masih bisa diatur sesuai dengan keinginan si penulis, baik dari segi teknis publikasi tulisannya atau, self editing dari si penulis tentang cerita yang ingin dibagikan kepada para pembaca. Hal ini juga aku lakukan. Dari segi teknis aku masih melakukan moderasi publikasi untuk komentar yang berdatangan. Dan dari segi pengeditan cerita, tentu tidak semua hal dalam hidupku, aku publikasikan di sini (setidaknya tidak secara eksplisit), berikut dengan nama-nama asli yang terlibat, jika memang nama-nama mereka perlu dirahasiakan (tergantung dari cerita).

Banyaknya jumlah blog yang ada di dunia maya nan indah ini, menurutku menggambarkan bahwa di luar sana masih banyak orang yang ingin berbagi, ingin bercerita, bahkan berusaha untuk menjadikan dunia ini lebih baik. Ternyata dunia ini tak seegois yang terlihat dari kulit luarnya. Atau mereka pintar memakai topeng "dua wajah" mereka?

Satu yang ingin aku sampaikan di sini, rasa kagumku tak pernah habis dengan dunia maya ini, dengan kecanggihan internet dan kehadiran blog. My big thanks for them who dicovered these two amazing things.

So happy blogging everyone. Aku tunggu cerita-cerita kalian di blog-blog milik kalian. Dan jangan lupa sering-sering mampir ke sini ya.

----

Ternyata tidak susah 'kan untuk berbagi?

*http://www.merriam-webster.com/dictionary/blog

Persepsi Bebas # 5

B: Morning...baby..
A: Morning luv

B: Your driver selese dari bengkel jam brapa?
A: Coba aku tanya dulu ya
B: Ma aci..
B: Udah ada jawaban?
A: blm lg ditanyain jam brp. msh dibongkar sayang. mau brkt jam brp?
B: Ga papa aku makan siang dulu di rumah. Trus mw ke niaga PIM. Dr sana br ke r.s jakarta. Ntar your driver jemput di pim aja gmana?
A: blh aja. mdh2an cpt selesai.
B: Santai aja. Aku dr rumah jam stg 1an koq..
A: Driver selesai sekitar jam 1.30. Gimana luv? dijemput di PIM jam 2an? ktm dmn sama dia?
B: Ntar aku blg kamu dmana pintu mananya plg di pim 2. Kamu plu driver buru2kah? Kalo mpe jam stg 3 dr pim tak apa?
A: ok. aku ga ada acara kok
B: Ma kasih ya

A: Hai sweetheart, lagi di mana?
B: Di PI Mall.
A: Di mana sori? ga denger.
B: Di PI Mall
A: Dah mau selese?
B: Udah nih.
A: My driver lagi mau jalan dari bengkel, deket kok.
B: Nanti aku sms ya dijemput di pintu mana.
A: Nanti sms ya. Take care.

B: Pintu 5 dear.

B: Ke Rumah Sakit Jakarta ya.
Pengemudi: Yang di belakang Atma Jaya ya?
B: Iya.

B: Already with your driver hon..
A: Great luv
B: Bis ini your driver balik ke kantormu lg yah?!
A: Ok. Udh nyampe di dentist emang? Dpt jam brp? Let me know kl mau ktm ya.
B: Mw ketemu dounks blanjaanku mash di mblmu.
A: Ok. Jam brp and where?
B: Dpt no 3. Paling jam stg 7 selesai kalo dokternya ga telat
A: Ok keep me posted ya
B: Pasti sayang. Miz u.
A: Miz u a lot. Kmn kt nanti enaknya? Karaoke?
B: Waduh ga bs mangap lebar2 biasanya bis slese dari dentist. Tp tak apa juga. Terserah kamu deh sayang
A: or nonton lg. or fantasy land....
B: Kalo k fantasy land aku males pulang..nyari twilight mau?
A: ya ga ush pulang. twilight boleh. whatever....
B: Kalo ga repot check-in ke xxi sencity atw p.s lewat internetmu? Atw mau makan aja jg tak apa.
A: Twilight kayaknya ga bgs deh. Deception kayaknya ok tuh. main di blok m jam 19.00 dan 21.10 atau di PIM jam 19.15 dan 21.25. huuu bajuku ketumpahan kopi....
B: Duh cian ntar blanja aja yah..cardigansnya di bw tak? Ga usah ntn jg gpp yg penting ktemuan ya.

B: Seems like she'll b late.
A: jadi jam brp aku jemput enaknya sweetie?
B: Santai aja..ntar dy dtg aku kasi tau. Biasanya per pasien cpt koq. Tp skrg dy blm dtg.

B: She's cming. Jam stg 7 selesai lah. Hp-ku low bat dear. Ntar kalo tiba2 mati kamu tgg di lobi r.s jakarta aja gmana?
A: sure dear
B: Im done darl
A: Still otw. Mct

A: Emptiness all around
B: Me 2 darling. Im gonna sleep with ur crdigans.
A: Am home sweetie.
B: Miz u baby.
B: Miz u, want 2 hug u, want 2 kiss u badly..starting 2 falling in love with u. God I feel like hell 2nite..
A: i feel d same. how i really want to hold u n kiss u n not let u go. i am lost....
B: Really like hell. Smell of u on ur crdigans make it worst..
A: I feel still ur touch, ur kiss, hear ur voices singing smwhere out there n i trembled.

B: Sorry 4 nt loving u from the beginning..but trust me i will..
A: Honey, not ur fault at all. I know what u hv been thru. Even if u change ur mind tmrw n leave me, u hv left me with memory much sweeter than wine.
A: selamat tidur dewi kecilku yang lelah bermimpi..... rest in peaceful, deep sleep......

----

Sepenggal cerita lama dari...(*Ada deee..)

Dan aku berbicara pada diri sendiri: "Kenapa ini udah 5 bulan terus-terusan jadi draft di daftar entri gue, gak gue publish dan gue baru sadar sekarang?"

Untuk Para PENCINTA Anjing...

Sebagai pencinta hewan, khususnya pencinta anjing, aku turut menyebarluaskan pemberitaan ini, mengingat banyak sekali para pencinta hewan yang mampir ke blog-ku ini untuk mencari informasi seputar hewan.

Apabila ada yang berminat, tolong langsung hubungi yang bersangkutan. Nomor telepon tertera lengkap di bawah ini.

Dan tolong sesegera mungkin.

Ingat ya, ini untuk mereka yang mencintai untuk memelihara dan merawat anjing, bukan untuk disia-siakan.

----

Today I got 2 messages:

" HELP !! Any pet lover willing to offer home for 3,5 years friendly male Dobberman? Owner will be kicked out unless poor dog get new home by this weekend, he'll be put to sleep" (sender : 0817-17-78-71)

"SASHA NEEDS GOOD HOME - LOVELY SWEET DOG WITH A GOOD BARK FOR STRANGERS ... PLAYFUL & EXCELLENT with Babies/Children!! NEVER causes PROBLEMS (doesn't eat shoes/etc!) ...
She doesn't eat much either! She has already been in the shelter 2 times, and i do not want to send her back there! "
Please Contact : MaryKay 0811-97-88-05
mkneumann@hotmail.com

So my friends, please distribute this info to help these dogs. Thank you.

For further information please contact:
Tina
Angels of Paws
0818805766

Kapan Lagi Bilang "I Love You"?...

*gambar aseli dibuat oleh penulis Introverto*

Seorang perempuan di luar sana, berharap bahwa jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan pada suaminya mengapa ia menikahi perempuan ini, adalah karena ia mencintai perempuan ini. Namun ternyata itu hanya tinggal harapan saat si laki-laki tersebut mengatakan alasan lain.

Seorang perempuan lain mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, mengapa dari sekian banyak perempuan yang datang menghampiri si laki-laki ini, dirinyalah yang dipilihnya menjadi kekasih, adalah karena perempuan ini datang tak membawa apa-apa, dan simply karena laki-laki ini mencintainya.

Seorang perempuan lain, masih bisa mengatakan aku mencintaimu dengan sangat tulus, kepada seseorang yang dulu sempat hampir tak sedikit pun terpisah darinya, dan perempuan ini masih mendapatkan jawaban yang sama seperti dulu, meskipun laki-laki itu sekarang sudah tak bersamanya.

Sebegitudalamkah arti tiga kata itu? I love you atau yang jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, aku mencintaimu, terutama untuk seorang perempuan?

Bagiku, kata-kata itu adalah sebuah kekuatan yang akan membuatku mampu berdiri dari segala keterpurukan. Meski seringkali saat awal kata-kata itu terucap, aku sering menyangsikannya, atau seringkali pun berpikiran "Dasar gombal!" saat seseorang yang mengatakan demikian bertingkah laku seratus delapan puluh derajat berbeda dari ucapannya tersebut.

Aku rasa, kata-kata itu mempunyai makna yang tak jauh beda untuk diri kalian. Kalian para perempuan, bahkan para lelaki. Mampu membuatmu bagai terbang, dan mampukanmu jalani kehidupanmu lebih mudah, dan semua seolah lancar, tanpa masalah.

Meskipun kata-kata itu, di kemudian hari dapat menimbulkan masalah tersendiri.

Saat kata-kata tersebut tak pernah lagi diucapkan oleh orang yang biasa mengucapkannya pada kita...dulu...

Kapan lagi bilang "I love you"?

----

"I love you if you only knew"...(At the beginning of December 2008)

"Av wu kecil"...(Yesterday)

----

*tulisan ini tercipta sesaat setelah aku melihat sekilas tayangan wawancara Alvin dengan Dewi Sandra dalam acara Just Alvin*

**judul entri blog diambil dari judul lagu terbaru Dewi Sandra**

Kamis, Mei 14, 2009

Bipolar? Tidakkkkkk!!!!!...

Dua hari belakangan ini banyak hal yang telah berhasil membuatku "sakit kepala" dan benar-benar tak habis pikir...

"Hey, was my heart made to be broken? Gak cuma satu lagi, yang mencla-mencle, menye-menye ngomong gak jejeg. Arrrggghhh, bener-bener jadi bipolar gue! Brengsek lah kalian!"

Bagaimana aku tak menjadi bipolar, dua hari yang lalu. Baru saja selesai mendengar satu berita gembira, kurang dari satu jam kemudian aku mendengar satu kabar buruk; begitu aku sudah bisa mengatasi emosi dari kabar buruk itu, dan berhasil membuat diriku menerima tentang hal itu, tak berapa lama aku mendapatkan berita buruk yaitu perubahan seratus delapan puluh derajat dari berita gembira yang tadi aku terima, yang berarti orang itu berubah pikiran. Belum selesai marahku, saat aku membuka laptop dan on line di facebook di malam hari, dan seperti biasa melihat-lihat siapa saja yang masih on line, aku melihat di dalam daftar sana, ada satu orang yang tumben on line, dan begitu aku memperbaharui statusku, dan melihat kembali ke daftar teman-teman yang on line, orang itu sudah tidak ada di sana.

"What a day or WTF?!!!!!"

Amarah, kekecewaaan yang memuncak ingin sekali aku tuangkan ke dalam tulisanku di blog ini. Berkali-kali aku edit, hapus, buat baru lembaran-lembaran entri baru di sini, yang pada akhirnya aku tinggalkan. Benar-benar aku tinggalkan, dan tak aku teruskan, apalagi untuk dipublikasikan. Bahkan aku putuskan untuk beranjak dari kursi yang berhadap-hadapan dengan laptop kesayanganku di meja merah muda ini; berjalan ke arah kamar mama, dan memilih untuk mengobrol dengannya.

"Bisa kacau kalo gue nulis-nulis blog lagi marah menggila ini. Bisa bubar semuanya. Seasli-asli namanya bisa-bisa gue tulis. Fatal!"

Keadaan seperti ini persis sama dengan keadaanku pada akhir Juli hingga Agustus tahun lalu. Coba kalian perhatikan, tak ada satu tulisan pun pada bulan Agustus tahun lalu.

Ternyata banyaknya tulisanku di dua bulan belakangan ini, bukan karena aku marah (mungkin ada karena marah, tapi tak banyak, dan tak parah seperti dua hari lalu) dan "Hei, kamu ternyata salah, yang bilang kalo aku marah akan lebih optimal nulisnya."

Mungkin memang optimal, tapi tentu akan menghancurkan. Menghancurkan diriku sendiri, (mungkin) menghancurkan kamu, menghancurkan orang-orang yang tersangkut dalam kekesalan dan amarah seorang Ocha yang sedang memuncak.

Dalam keadaan seperti ini, seorang seperti aku, memang harus benar-benar menjaga keadaan otak untuk dapat berpikir logis. Tak boleh sama sekali mementahkan logika dan memenangkan hati. Itulah sebabnya saat emosi seperti ini, aku lebih baik memilih mundur, diam dan tak menjawab, avoidance atau escaping.

Apabila aku marah terhadap seseorang, dan kebetulan orang itu ada tepat di depanku, bisa dipastikan aku tak akan membalas semua omongannya, aku memilih tak beragumentasi, sehingga aku akan mengikuti apa yang diinginkan orang itu, dan menjawab seperlunya. Namun tenang saja, begitu aku sudah bisa mengendalikan diri, aku akan bersikap normal lagi seolah tak ada apa-apa, dan segala pertanyaan akan tetap akan ada di kepalaku, tapi bukan berarti aku lupa sama sekali dengan kejadiannya itu. Hal itu tetap akan menjadi pertimbangan tersendiri saat aku kelak berhadapan dengan mereka lagi.

Satu yang tak mungkin aku sembunyikan saat diri ini sedang kesal dan marah, yaitu arti dari raut wajahku, sehingga dengan mudah di"baca" oleh orang lain. Mulut bisa saja terkunci, namun air muka dan mata ini tak mungkin berbohong.

Jadi, wahai semua yang mengenalku, dan mungkin akan berurusan denganku suatu hari nanti, mungkin ini akan menjadi sedikit bekal kalian untuk dapat "menaklukan" aku.

"GR aja lu 'Cha!!!"

Ya sudah, dari pada aku berlama-lama menulis blog hari ini, yang pada akhirnya akan mulai mengungkap satu per satu nama asli orang-orang menye-menye yang membuatku kesal, lebih baik aku sekarang mengakhiri tulisan ini.

"Harusnya kalian itu 'kan lebih tua dari gue ya, kok masih aja menye-menye!! Katanya di kantor..."

"Hush, hush udah 'Cha, ntar ketauan elo ngomongin sapa."

"Okay! Now I know your quality then."

Sedang Tak Ingin Bercerita...

Terlalu kecewa...
Terlalu sedih...
Amarahku pun memuncak...
Ingin ku hancurkan semua...
Bagai puting beliung yang sedang mengamuk...

Teriakku tak perlu lagi diperdengarkan...
Tak akan pekakkan telinga lagi...
Hingga ku pilih untuk diam...
Untuk menjadi emas...
Yang tak tahu sampai kapan...

Selasa, Mei 12, 2009

Please...



*Taken from Ice Castle the movie*

----

Ma kasi ya, kamu ada saat aku terjatuh...

Satu yang aku minta, izinkan aku ada, saat terpurukmu juga...

If you only knew...I love you so much too, My Bear...

Minggu, Mei 10, 2009

Circle of Love...

Hei...aku ingin bercerita sedikit tentang awal pertemuanku dengan salah satu sahabat terbaikku, Karin.

Untuk mereka yang mengikuti ceritaku tentang perjalanan Karin berjuang melawan penyakitnya, yang tentu tak mudah, dan belum tentu bisa dilalui oleh semua orang, pasti sudah tak asing mendengar nama perempuan ini.

Flash back dikit ya...

Kami dipertemukan di tempat kami bekerja, atau tepatnya taman bermain kami, di awal Februari 2002. Saat itu Karin anak baru di divisi kami.

Dari awal perjumpaanku dengan Karin, aku sudah bisa menerka pasti manusia ini adalah manusia yang tak pernah bisa diam, tak pernah kehabisan energi untuk tetap berlari kesana-kemari. Termasuk tak pernah kehabisan tenaga untuk ngoceh, alias cerita apapun.

Terus terang, aku tak tahu bagaimana tepatnya kejadiannya, akhirnya kami menjadi sangat dekat.

Oh ya, di samping aku dan Karin, satu orang lagi yang sering bersama kami, partner in crime kami berdua dari saat itu, hingga hari ini. Orang itu adalah Rully.

Hobi kami yang sama, yaitu ngantor di hari sabtu, dengan alasan akan lebih tenang bekerja tanpa dering telepon, dan panggilan-panggilan ajaib dari para atasan kami masing-masing; dan juga konferensi tangga darurat, yaitu menikmati satu dua batang hisapan rokok, sepertinya yang membuat kami semakin akrab. Kami; aku, Karin, dan Rully, mulai sering jalan bersama di hari sabtu, mulai sering main ke rumah kost tempat Karin tinggal. Dan aku juga Rully mulai dipernalkan ke Yudha, yang saat itu masih berstatus pacar Karin.

Kejadian-kejadian mulai dari lucu, ajaib, norak, tolol makin sering kami lakukan bersama.

Satu yang aku ingat waktu itu, saat Karin sedang melakukan road show untuk melakukan training di kantor-kantor cabang kantor kami di luar pulau Jawa, Karin masih ingat mengirimi aku, Yudha dan Rully satu tempat makan besar yang penuh dengan durian.

Ya, DUREN, makanan kesukaan kami berempat. Durian itu ia titipkan kepada EO yang pulang lebih dulu ke Jakarta.

Sementara kami menikmati durian nikmat sembari duduk di pinggir pantai Ancol, Karin masih sibuk bekerja di pelosok.

"Enak banget 'Cut durennya. Sumpah!"

Kalau tidak salah tahun 2002 itu adalah tahun ajaib untuk kami berempat; aku, Karin, Yudha dan Rully. Namun, yang jelas aku ingat memang tahun paling tidak menyenangkan untuk aku juga Rully, saat itu kami berdua sedang menghadapi masalah keluarga masing-masing yang cukup membuat malas pulang ke rumah cepat-cepat, apalagi ditambah dengan macetnya jalanan Jakarta.

Hal itu membuat kami berempat hampir tiap hari menghabiskan waktu kongkow-kongkow di sebuah kafe kecil (yang sekarang sudah tidak ada) di bawah apartemen Aston, hanya untuk menikmati sepiring nasi goreng kampung telur ceplok setengah matang seharga Rp.10.000, dan sebotol Miller (yang biasa kami sebut dengan Tante Milla) atau Corona, yang saat itu masih dihargai belasan ribu rupiah saja.

"Sekarang elo dah gak boleh nenggak Tante Milla ya 'Cut!"

Makin banyak waktu aku habiskan bersama Karin, Rully dan Yudha. Semakin menggilalah kami berempat.

Di akhir tahun 2002, kami berinisiatif menggadakan outing divisi tidak resmi, dan sok melupakan untuk mengundang para atasan kami ("Hmmm...tepatnya satu orang doang siy yang dilupain, hahahah.").

Oktober tahun itu ada satu long weekend, dan kami memutuskan untuk menghabiskan libur panjang itu di Anyer. Kebetulan papaku mempunyai kartu keanggotaan di salah satu resor di Anyer, sehingga kami mendapatkan potongan harga kamar.

Tiga hari dua malam yang sangat menyenangkan. Bengong-bengong di pinggir pantai, makan, masak-masak, barbeque-an, tenis, nyanyi-nyanyi sambil main gitar, berenang.

Outing kali ini, banyak sekali "penyelundup", karena memang bukan outing resmi. Ada yang bawa pacarnya (termasuk Karin), ada yang bawa gebetannya, ada "penyelundup" yang membawa "penyelundup" lain, yang benang merahnya sedikit jauh dari manusia-manusia "kacung kampret" bank terkenal ini.

"Eh, Cut, hahahah elu juga ga mandi selama 3 hari di sana 'kan? Kecuali pas mau pulang? Hayo ngaku luuuu!!!"

Kegiatan jalan-jalan kami pun bertambah sering. Termasuk melarikan diri, di kala matahari masih bersinar sedikit terang (baca: sore sebelum jam kantor usai), aku, Karin, Rully, dijemput Yudha dan menuju Puncak.

Aku ingat betul, kami ke Menteng terlebih dahulu, untuk mencari sebungkus Capri (waktu itu masih murah, masih Rp.7.000), menikmati Teh Botol, baru berangkat ke Puncak. Ternyata Yudha dan Karin mempunyai tempat favorit, Telaga Warna. Kami mengobrol di sana hingga pukul 1.30 pagi. Gelap-gelapan, menghisap rokok masing-masing. Dan bercerita tentang semua keluh kesah masing-masing.

"Bagus! Gue ngantor lagi pake rok, kalian suruh duduk di atas ntah apa, waktu di pinggir tuh telaga!"

Alhasil, aku tak mungkin pulang ke rumah, aku pulang dan menginap di kost Karin. Dan belum selesai penderitaanku, dengan duduk di atas apa yang aku tak tahu, dan membuatku gatal, aku mendapat penderitaan lainnya.

Tidur satu tempat tidur dengan Karin, bukan hal yang mudah, dan bisa dihitung sebagai penderitaan berikutnya. Tolong disimak ya, bukan hal mudah. Manusia ini ternyata juga tak bisa diam saat itu. Dua kali aku tertimpa olehnya. Pertama kali wajahku yang kala itu masih mulus tanpa jerawat sedikit pun, tertimpa tangannya yang cukup berat; dan yang berikutnya, tak tahu bagaimana caranya, dengkulnya bisa sampai ke perutku.

"Woi, kampret, emang gue guling!"

Akhir tahun 2002, kami lalui bersama pula. Kami menutup tahun itu, dan membuka lembaran baru tahun 2003 bersama-sama di salah satu rumah teman satu divisi kami, di bilangan Fatmawati.

Tahun baru, bukan berarti acara senang-senang berkurang. Tante Milla semakin sering dan hal-hal tolol lainnya.

Ada dua kejadian seru di tahun itu, yang aku ingat persis.

Mei 2003. Divisi kami mengadakan outing, yang lagi-lagi di Anyer. Seperti biasa ketua perencananya Karin, dan aku sebagai pembantu umum di divisi, kebagian juga menjadi "tim sibuk".

Ya, namanya punya otak "kriminal", Karin mengatur agar aku, Rully dan dirinya sendiri menjadi tim advance, yang datang lebih dulu satu hari sebelum tim divisi kami lainnya, dengan alasan untuk persiapan kami outing. Kami pun membawa dua "penyelundup", yang bukan dari kantor kami, Shanty dan Yudha.

Berbekal gitar dan beberapa botol wine, cukup membuat kami senang.

Aku ingat persis, berhubung tak satu pun dari kami yang membawa pembuka gabus tutup botol anggur, akhirnya kami memakai obeng dari peralatan darurat yang ada di mobil. Lebih tololnya lagi, gabus itu tidak berhasil kami tarik keluar, malahan nyemplung ke dalam botol dan mengapung di sana.

Bernyanyi di teras tempat bungalow kami menginap, sambil meminum anggur yang kami bawa adalah satu-satunya aktivitas kami saat itu.

Tak ingat sudah berapa gelas aku minum anggur. Namun yang aku ingat, saat aku sedang bernyanyi-nyanyi di teras itu aku sudah sangat mengantuk. Mungkin efek dari anggur yang aku minum itu. Saat itu aku ingin buang air kecil. Berjalan menuju kamar mandi pun aku sudah gontai. Sekembalinya dari sana, terakhir aku sadar, aku melewati jejeran kasur dan tiba-tiba aku sudah tak sadar lagi, hingga pagi menjelang, sudah saatnya bangun tidur. Dan saat aku buka mata aku sudah berbantal dan berselimut ("For the one who did it, thank you ya!").

"Ye, katanya masih ada yang mau nyanyi-nyanyi, meleng dikit, lewat kasur langsung gubrag."

"Bis gimana dounks, ngantuk bouw."

Empat bulan kemudian September 2003, perjalananku berikutnya dengan dua kampret itu. Ke Manado dan Bunaken.

Rully & Karin: "Codot, kita berdua, nge-train di Makassar and Manado minggu depan, tolong siapin tiketnya ya."

Dan aku pun melihat ke kalender dan berpikir: "Hmmm...mereka Senen-Rabu di Makassar, Rabu terbang ke Manado. Senen minggu depannya libur. Long weekend neh."

Otak kriminal Ocha pun mulai bekerja, saat ia menelepon ke agen perjalan yang biasanya: "Mbak, tiket ke Manado berapa?"

"1.2 juta. Garuda."

"1.2 juta, berarti bolak balik 2.4 lah ya. Dah semua 'kan ya? Ada lah ya gue di tabungan duit segitu. Gue ngajuin cuti Kamis Jumat. Gue nyusul, mereka extend."

"Eh, Mbak, 1.2 itu bolak-balik!"

"What? Bolak-balik."

"Iya Mbak Ocha, lagi promo."

"Okay, Mbak. Tiket atas nama Rully ama Karin, Jakarta-Makassar-Manado-Jakarta. Atas nama gue Jakarta-Manado-Jakarta. Bertiga pulang dari Manado 21 September ya, last flight."

Dan aku berjalan menuju ke cubicle dua kampret itu, yang kebetulan letaknya hampir bersebelahan.

"Nyet, elu berdua extend ye, gue nyusul."

Karin: "Mang tiket berape? Bukan mahal Dot?" (FYI, harga tiket Jakarta-Manado-Jakarta waktu itu biasanya hingga 3.4 juta rupiah.)

Aku: "Kagak, lagi mure, 1.2 jeti bolak-balik."

Karin: "Gue tilpun Yudha ya, dia gue suruh nyusul juga. Ntar elu pesenin tiketnya ya."

Aku: "Gih, tilpun."

Dan tak berapa lama...

Karin: "Monyet, si Yudha harus meeting pulakh sabtu-sabtu, jadi dia ngga bisa nyusul."

Aku: "Mang enak."

Sialnya hingga hari Rabu, sehari sebelum jadwal aku berangkat, surat permohonan cutiku belum disetujui, padahal tiket sudah aku issued dan sudah di tangan. Aku pun akhirnya bicara langsung dengan si bos dan sedikit memaksa untuk menandatangani formulir permohonan cuti.

Dan Kamis, 18 September 2003, Manado I am coming, walau harus menunggu di bandara Soekarno-Hatta sendirian selama 4 jam karena penerbangan terpaksa ditunda disebabkan cuaca di Manado yang tak memungkinkan pesawat melakukan pendaratan.

Perjalanan menyenangkan, makan enak, snorkeling sampai gosong. Unforgetable memories, untuk kami bertiga.



Foto kami bertiga, setelah snorkeling selama 4 jam, di Bunaken.




Dilatarbelakangi Bastianos Cottage, Bunaken. Kami akan bertolak kembali menuju ke Manado untuk kembali ke Jakarta, keesokan hari setelah puas snorkeling.

Dan tibalah sampai ke tahun 2004.

Februari 2004, Karin dan Yudha melangsungkan pernikahan. Aku dan Rully otomatis menjadi seksi sibuk untuk penyelenggaraan pernikahan mereka, baik untuk penerimaan Sakramen Pernikahan di gereja, maupun acara resepsi. Dan untunglah seluruh acara dapat berjalan dengan sangat baik.

Tahun ini pula, tepatnya Agustus 2004, aku memutuskan untuk berhenti bekerja dan melanjutkan kuliah.

Kebetulan saat itu, teman-teman divisiku yang lama (saat itu aku sudah mutasi ke divisi lain), banyak yang mendapatkan promosi kenaikan jabatan. Akhirnya perayaan promosi mereka dan perpisahanku dijadikan satu, di Pisa Cafe, Theresia.

Sepertinya biasa, setiap acara-acara seperti ini, Tequila pasti disediakan, dan biasanya dipaksakan pada setiap orang dari kami yang disana untuk menenggaknya. Termasuk Karin, aku dan Rully. Dan seingatku, Karin kebagian kena paksaan paling banyak untuk menenggak minuman itu, mungkin lebih dari 8 gelas kecil Tequila, tapi jangan salah, Karin masih bisa berjalan tegak waktu itu.

Acara ini adalah acara yang paling mengharukan, setidaknya untuk aku dan Karin.

Saat acara itu hampir selesai, aku dan Karin berdiri berseberangan di ujung meja yang dirapatkan berjejer memanjang. Kami berdua saling menatap beberapa detik, sampai akhirnya kami berdua melebarkan kedua tangan kami masing-masing, dan kami saling memeluk erat. Aku ingat betul apa yang ia katakan padaku saat itu...

"I know you can do it 'Cha. You know that I love you so much as a sister. Kapan pun elo butuh gue, gue pasti ada untuk elo."

"And you've been my inspiration for long time ago. Love you too 'Rin. So much."

Dan air mata kami pun tak terbendung. Tak ada gengsi, dan benar-benar melepas semua topeng, yang biasanya kami kenakan dihadapan orang.

Beruntunglah saat itu, kami bertiga tidak ada yang sedang membawa mobil. Kenapa aku bilang beruntung? Karena kami bertiga meminum air laknat itu, si Tequila.

Begitu kami sampai di depan pintu keluar Pisa Cafe, Karin mendapat telepon dari suami tercinta. Percakapan antara mereka yang aku dan Rully dengar...

"Ya udah, tenang aja, aku pulang ama Rully ama Ocha kok."

Aku dan Rully pun langsung saling pandang...

"Hmmm, ngga enak di kita, bakal nganter satu kampret ini dulu neh."

Setelah ia selesai bicara di telepon...

"Dasar kampret, kagak pake nanya-nanya dulu lu, ke-PDan banget kita mau nganterin."

"Pasti mau lah."

Aku hanya menjulurkan lidah padanya.

Akhirnya kami bertiga pulang naik taksi dengan rute Theresia-Rawamangun-Ciledug-Tanjung Duren.

"Kasian nasib lu Rul, hahahahhahah!"

Begitulah teman-teman, sekilas ceritaku tentang Karin dan lingkaran persahabatan antara aku, Karin, Rully dan Yudha.

Aku ada untuk Karin saat ia sakit, memang karena cinta yang kami sama-sama bangun semenjak kami bertemu, karena cinta yang tumbuh dari suka duka yang kami alami bersama. Itu semua juga karena Karin, bukan karena kehebatan seorang Ocha semata.

Satu prinsip yang aku, Rully, Karin dan Yudha pegang, yaitu kita saling mencintai tanpa ada syarat apapun, sekali lagi tanpa syarat apapun...

Dan di atas cinta seperti itulah persahabatan, persaudaraan kami ini didirikan...

That's why we call it as unconditional love...

Mementahkan Gengsi...

Dengan segala gengsi, akhirnya aku mulai menekan tombol huruf per huruf yang ada di atas tubuh ponsel pintar itu...
Hingga akhirnya rangkaian huruf itu membentuk satu kalimat...
Yang telah beberapa lama tak aku kirimkan padanya...
Yang telah beberapa lama tergantikan dengan rangkaian huruf dan kalimat yang mempunyai makna seratus delapan puluh derajat berbeda dengan kirimanku kali ini...

Aku sedang berada di puncak kasmaranku yang kedua...
Sama seperti beberapa bulan lalu...
Yang harus aku tekan setengah mati...
Dengan alasan, aku tak boleh mementahkan logika...

Di tengah rasa menggebu, ingin berlari menujunya...
Ingin berada di dekapan tubuhnya...
Erat peluknya...
Hanya seperti saat itu...

Satu tanyaku, kenapa rasa ini kembali muncul dan memuncak...
Kenapa tak bisa aku bunuh fungsi si amigdala...
Sehingga rasa ini tak kembali muncul...
Tak membuatku tersiksa....

Aku tak ingat kapan terakhir air mata ini mengalir...
Dan tak akan kubiarkan pun hari ini...
Walau perlu ribuan daya aku lakukan...
Kembali hanya ingin memenangkan gengsi

Tapi kembali aku mentahkan...
Kembali tak aku hiraukan...
Tak acuh...
Dan jari-jemari yang menggenggam benda mungil mutakhir ini, tak bergeming, mengetikkan...

Rangkaian huruf...
Yang membentuk kalimat...
Yang ungkapkan rasa...
Aku merindumu, Cinta...

----

Sumpah gue kangen banget sama elo hari ini.

Brengsek, gue ngga tau lagi gimana caranya gue bisa nyimpen rasa ini kayak beberapa minggu terakhir ini...


Heeeellllppppp...